PALEMBANG(SI) – Sebanyak 10.000 hektare tanah adat terancam hilang akibat konflik berkepanjangan dengan perusahaan perkebunan berskala besar terkait penguasaan batas wilayah.
Ratusan warga yang menamakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel mendatangi Kantor DPRD Sumsel kemarin. Mereka mendesak Presiden,DPR RI, dan DPD RI segera membahas dan mengesahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat.Mereka juga menuntut anggota DPRD Sumsel meninjau ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada masyarakat adat ketika berkonflik dengan perusahaan- perusahaan perkebunan.
Kadiv Ekosob LBH Palembang Tamsil yang ikut dalam aksi menyebutkan, luas tanah adat di Provinsi Sumsel saat ini sekitar 10.000 ha, yang tersebar di tiga kabupaten, terancam hilang. Di Muba ada sekitar 2.000 ha, Muaraenim sekitar 5.000 ha,dan Banyuasin sekitar 2.000 ha.”Keberadaan tanah adat di Sumsel terancam hilang dengan hadirnya perusahaan perkebunan.
Penyebabnya, izin perusahaan yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak melihat keberadaan tanah masyarakat dalam luasan tanah yang izinnya dikeluarkan pemerintah,” ungkapnya. Akibatnya,terjadi sengketa antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat. Dia mengungkapkan, sengketa lahan telah terjadi sejak 2000 dan berlanjut hingga sekarang.
Parahnya,penyelesaian konflik selalu diarahkan ke wilayah hukum yang selalu merugikan masyarakat karena dalam posisi tersebut masyarakat lemah di mata hukum.”Lemahnya masyarakat juga karena pemerintah belum mengakui keberadaan masyarakat adat.Padahal, hal itu telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar.
Kalau ada pengakuan terhadap masyarakat adat, tentunya tidak perlu lagi sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan yang diselesaikan melalui jalur hukum,”kata dia Koordinator Rapat Umum Terbuka AMAN Sumsel Mualimin P Dahlan menegaskan, pengesahan RUU akan memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat dari ketidakadilan yang selama ini berlangsung.
”Selama ini konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan yang kerap terjadi karena masyarakat adat selalu dilema,”katanya Menurut dia, selama ini belum ada pengakuan tegas negara terkait masyarakat adat di Indonesia. Padahal, keberadaan masyarakat adat sudah lama mengelola lahan atau tanah adat di lingkungan masing-masing secara turun-temurun.
”Draf RUU tentang Masyarakat Adat sudah ada dan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sekarang kita tunggu kemauan pemerintah untuk segera membahasnya menjadi sebuah UU,”kata Mualimin. Mualimin menambahkan, aksi dilakukan bertepatan dengan HUT ke-11 AMAN yang jatuh setiap 17 Maret.Tanggal itu disebut sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara.
Setelah melakukan aksi, akhirnya massa yang tergabungdalam AMANditemui Wakil Ketua DPRD Sumsel HA Djauhari dan beberapa anggota Komisi I DPRD Sumsel.Dalam kesempatan tersebut, Djauhari berjanji segera menindaklanjuti kasus tersebut. ”Aspirasi akan kita tampung untuk segera ditindaklanjuti,”katanya.
Berita : seputar Indonesia
Ratusan warga yang menamakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel mendatangi Kantor DPRD Sumsel kemarin. Mereka mendesak Presiden,DPR RI, dan DPD RI segera membahas dan mengesahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat.Mereka juga menuntut anggota DPRD Sumsel meninjau ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada masyarakat adat ketika berkonflik dengan perusahaan- perusahaan perkebunan.
Kadiv Ekosob LBH Palembang Tamsil yang ikut dalam aksi menyebutkan, luas tanah adat di Provinsi Sumsel saat ini sekitar 10.000 ha, yang tersebar di tiga kabupaten, terancam hilang. Di Muba ada sekitar 2.000 ha, Muaraenim sekitar 5.000 ha,dan Banyuasin sekitar 2.000 ha.”Keberadaan tanah adat di Sumsel terancam hilang dengan hadirnya perusahaan perkebunan.
Penyebabnya, izin perusahaan yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak melihat keberadaan tanah masyarakat dalam luasan tanah yang izinnya dikeluarkan pemerintah,” ungkapnya. Akibatnya,terjadi sengketa antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat. Dia mengungkapkan, sengketa lahan telah terjadi sejak 2000 dan berlanjut hingga sekarang.
Parahnya,penyelesaian konflik selalu diarahkan ke wilayah hukum yang selalu merugikan masyarakat karena dalam posisi tersebut masyarakat lemah di mata hukum.”Lemahnya masyarakat juga karena pemerintah belum mengakui keberadaan masyarakat adat.Padahal, hal itu telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar.
Kalau ada pengakuan terhadap masyarakat adat, tentunya tidak perlu lagi sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan yang diselesaikan melalui jalur hukum,”kata dia Koordinator Rapat Umum Terbuka AMAN Sumsel Mualimin P Dahlan menegaskan, pengesahan RUU akan memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat dari ketidakadilan yang selama ini berlangsung.
”Selama ini konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan yang kerap terjadi karena masyarakat adat selalu dilema,”katanya Menurut dia, selama ini belum ada pengakuan tegas negara terkait masyarakat adat di Indonesia. Padahal, keberadaan masyarakat adat sudah lama mengelola lahan atau tanah adat di lingkungan masing-masing secara turun-temurun.
”Draf RUU tentang Masyarakat Adat sudah ada dan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sekarang kita tunggu kemauan pemerintah untuk segera membahasnya menjadi sebuah UU,”kata Mualimin. Mualimin menambahkan, aksi dilakukan bertepatan dengan HUT ke-11 AMAN yang jatuh setiap 17 Maret.Tanggal itu disebut sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara.
Setelah melakukan aksi, akhirnya massa yang tergabungdalam AMANditemui Wakil Ketua DPRD Sumsel HA Djauhari dan beberapa anggota Komisi I DPRD Sumsel.Dalam kesempatan tersebut, Djauhari berjanji segera menindaklanjuti kasus tersebut. ”Aspirasi akan kita tampung untuk segera ditindaklanjuti,”katanya.
Berita : seputar Indonesia
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar