WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, Maret 19, 2010

10.000 Ha Tanah Adat Terancam

PALEMBANG(SI) – Sebanyak 10.000 hektare tanah adat terancam hilang akibat konflik berkepanjangan dengan perusahaan perkebunan berskala besar terkait penguasaan batas wilayah.

Ratusan warga yang menamakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel mendatangi Kantor DPRD Sumsel kemarin. Mereka mendesak Presiden,DPR RI, dan DPD RI segera membahas dan mengesahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat.Mereka juga menuntut anggota DPRD Sumsel meninjau ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada masyarakat adat ketika berkonflik dengan perusahaan- perusahaan perkebunan.

Kadiv Ekosob LBH Palembang Tamsil yang ikut dalam aksi menyebutkan, luas tanah adat di Provinsi Sumsel saat ini sekitar 10.000 ha, yang tersebar di tiga kabupaten, terancam hilang. Di Muba ada sekitar 2.000 ha, Muaraenim sekitar 5.000 ha,dan Banyuasin sekitar 2.000 ha.”Keberadaan tanah adat di Sumsel terancam hilang dengan hadirnya perusahaan perkebunan.

Penyebabnya, izin perusahaan yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak melihat keberadaan tanah masyarakat dalam luasan tanah yang izinnya dikeluarkan pemerintah,” ungkapnya. Akibatnya,terjadi sengketa antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat. Dia mengungkapkan, sengketa lahan telah terjadi sejak 2000 dan berlanjut hingga sekarang.

Parahnya,penyelesaian konflik selalu diarahkan ke wilayah hukum yang selalu merugikan masyarakat karena dalam posisi tersebut masyarakat lemah di mata hukum.”Lemahnya masyarakat juga karena pemerintah belum mengakui keberadaan masyarakat adat.Padahal, hal itu telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar.

Kalau ada pengakuan terhadap masyarakat adat, tentunya tidak perlu lagi sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan yang diselesaikan melalui jalur hukum,”kata dia Koordinator Rapat Umum Terbuka AMAN Sumsel Mualimin P Dahlan menegaskan, pengesahan RUU akan memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat dari ketidakadilan yang selama ini berlangsung.

”Selama ini konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan yang kerap terjadi karena masyarakat adat selalu dilema,”katanya Menurut dia, selama ini belum ada pengakuan tegas negara terkait masyarakat adat di Indonesia. Padahal, keberadaan masyarakat adat sudah lama mengelola lahan atau tanah adat di lingkungan masing-masing secara turun-temurun.

”Draf RUU tentang Masyarakat Adat sudah ada dan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sekarang kita tunggu kemauan pemerintah untuk segera membahasnya menjadi sebuah UU,”kata Mualimin. Mualimin menambahkan, aksi dilakukan bertepatan dengan HUT ke-11 AMAN yang jatuh setiap 17 Maret.Tanggal itu disebut sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara.

Setelah melakukan aksi, akhirnya massa yang tergabungdalam AMANditemui Wakil Ketua DPRD Sumsel HA Djauhari dan beberapa anggota Komisi I DPRD Sumsel.Dalam kesempatan tersebut, Djauhari berjanji segera menindaklanjuti kasus tersebut. ”Aspirasi akan kita tampung untuk segera ditindaklanjuti,”katanya.

Berita : seputar Indonesia






Artikel Terkait:

0 komentar: