Sunday, 28 February 2010
PALEMBANG(SI) – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai bencana alam banjir dan longsor yang terjadi dibeberapa wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumsel merupakan bencana ekologi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat menjelaskan penyebab banjir dan tanah longsor di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) akibat kawasan hutan konservasi dibabat secara serampangan.Bahkan, kata dia, diwilayah beberapa hutan justru diubah menjadi lahan perkantoran.
”Perubahan kawasan hutan menjadi perkantoran berpengaruh pada penurunan daya dukung tanah sehingga berpotensi terjadi bencana seperti longsor.Parahnya keadaan ini dibiarkan terus terjadi,” ungkap Anwar. Menurutnya, masyarakat saat ini menunggu jalan keluar yang ditempuh pemerintah untuk mencegah musibah banjir dan tanah longsor supaya tidak terjadi lagi.
”Kalau hanya program bantuan berupa penyaluran mie instan dan beras tidak mampu menjawab resiko bencana yang ditanggung masyarakat dewasa ini.Terpenting adakah niat baik pemerintah melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu,”tegasnya. Anwar menegaskan,seharusnya pemerintah bertindak cepat dan mengambil langkah serius mengantisipasi atau menanggulai bencana.
Bukan tidak mungkin, kata dia,kejadian serupa ter-jadi lagi dan menelan korban jiwa.”Persoalan ini tidak main-main, tahun 2010 saja banjir bandang melanda dibanyak wilayah.Hal ini harus kita pertanyakan kepada tata pemerintahan di Sumsel. Apakah tetap menunggu bencana datang atau mencoba menerapkan kebijakan yang berpihak kepada alam dan masyarakat secara keseluruhan,”kata dia.
Anwar mengungkapkan, kerusakan hutan akibat pembalakan besar-besaran terhadap kawasan hutan produksi (HP) yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sudah sangat mengkhawatirkan. Dia mengungkapkan, pembalakan terjadi sejak tiga tahun terakhir dan total pembalakan mencapai sekitar 392.000 m3 kayu berkelas.Akibatnya kerugian yang harus ditanggung negara triliunan rupiah.
Kuat dugaan pembalakan hutan ini melibatkan pejabat dan aparat penegak hukum. ”Bayangkan jika tidak ada keterlibatan dari pejabat publik dan aparat penegakan hukum. Bagaimana kondisi ini terus berlangsung selama tiga tahun terakhir. Kami menduga ada permainan antara pejabat Dinas Kehutanan Pemkab Muba dan aparat kepolisian sejak 2007 lalu,” paparnya prihatin. Karena itu, Walhi menuntut Kapolda Sumsel mengusut tuntas kasus tersebut.
Tuntutan lainnya disampaikan, kata Anwar, laksanakan operasi secara serius yang melibatkan berbagai pihak termasuk media dan organisasi nonpemerintah (Ornop),lakukan penyelidikan terhadap oknumokum di dinas dan aparat penegak hukum mulai dari bawah sampai jabatan tertinggi. ”Terakhir tutup dan adili semua pemilik sawmill di kawasan Merang Kepayang,”tegas Anwar.
Diterangkan Anwar, lokasi illegal logging berada di Kabupaten Muba pada empat wilayah yaitu di Hulu Sungai Merang, mulai dari titik koordinat 394744 / 9796047 sampai 385751/ 9786253. Kedua didusun Pancuran, terdapat beberapa cyrcle di koordinat 0399217/9798172, 0401016/ 9797136, 0400497/9804579.
Lokasi ketiga di sungai Buring, titik koordinat 9780560.186/ 397181.5818,di sebelah kanan sungai, terdapat rel kayu atau ongka. Lokasi keempat berada di sungai Tembesu Daro,terdapat sebuah camp logging permanen. Adapuh modus operandi yang dilakukan pelaku Ilegal Loging dengan cara menebang.
Dalam menjalankan kegiatannya, penebangan liar dalam di hulu Sungai Merang dilakukan oleh pembalak liar. Kayu umumnya berbentuk balok bulat dan balok kaleng atau persegi. Kayu balok tersebut dikeluarkan dari hutan menggunakan ongkak dan parit. Selanjutnya kayu balok yang telah ditebang dikeluarkan dari hutan,dirakit atau dilanting.Kemudian ditarik melalui Sungai Merang menggunakan tug boat ke desa Muara Merang dan Kepayang dimana terdapat sawmill (cyrcle).
”Kayu balok yang sudah sampai disawmill diolah menjadi papan dan persegi dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan pasar. Jenis kayu yang ambil pada umumnya adalah kayu yang mempunyai harga tinggi seperti meranti, punak,dan manggris,”ungkap dia. Investigator Walhi Sumsel Paisal menambahkan, jumlah penebang di dalam hutan hulu Sungai Merang diperkirakan mencapai 1.500 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok.
”Setiap kelompok terdiri dari lima orang dengan satu orang kepala kelompok,” ungkapnya. Tak jarang, mereka dikepalai satu cukong (bos) balok yang membawahi paling sedikit 30 orang anak kapak, atau enam kelompok. Bahkan ada cukong yang mempunyai 100 orang anak kapak. ”Dihulu sungai Merang saat ini ada 11 orang cukong besar dan mempunyai lebih dari satu parit serta ongkak.
Tujuan penampungan kayu ilegal asal Merang-Kepayang adalah depot-depot kayu yang ada di Sumsel, seperti di Betung, Palembang, dan tempattempat lain.Ada juga kayu olahan yang dibawa langsung ke Jakarta melalui jalur-jalur tertentu,” ungkap Paisal.
Adapun jalur pengangkutan kayu dari Merang-Kepayang tujuan Jakarta diangkut menggunakan perahu jukung yang berkapasitas daya angkut 60m3 – 80m3 melalui Sungai Lalan dengan tujuan Gasing. ”selanjutnya kayu dipindahkan kemobil truk tronton lalu dibawah ke Jakarta,”pungkasnya.
Secara Geografis Termasuk Wilayah Rawan
Sunday, 28 February 2010
BENCANA alam silih berganti menerpa Indonesia. Begitu juga di Sumsel yang akhir-akhir ini dilanda banjir hingga merusak ribuan hektare sawah dan ratusan ribu manusia harus diungsikan.
Secara geografis, Sumsel termasuk daerah rawan bencana gempa bumi, longsor dan banjir. Bencana yang datang sulit diprediksi dan bisa terjadi kapan saja.Wilayah Sumsel yang banyak sungai sangat rawan banjir jika terjadi luapan sungai. Begitu juga perbukitan dan Gunung Dempo di wilayah Pagaralam dan Lahat yang dinilai rawan longsor.
Sumsel juga masuk dalam patahan lempengan yang rawan terjadi gempa bumi. Setiap tahun kabupaten/kota di Sumsel mencatat jumlah bencana yang terjadi.Seperti di Kabupaten OKI bencana alam yang mengancam diantaranya kekeringan, banjir dan angin puting beliung. Terdapat enam kecamatan yang rawan yakni Lempuing, Sungai Menang, Mesuji induk, Pedamaran Timur dan Kota Kayuagung.
Sedangkan tiga kecamatan rawan puting beliung yakni Kecamatan Jejawi,Tanjung Lubuk, dan Pedamaran. Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinsos OKI Deni Bernadi menegaskan, sepanjang tahun 2009 sudah terjadi 34 bencana alam yang terdiri dari banjir, kebakaran dan angin puting beliung.
Seperti banjir terjadi di 6 desa seperti Desa Sungai Tepuk,Ceper, Kelurahan Cinta Raja,Sidomakmur dan Desa Embacang. Sedangkan kebakaranterjadi24kalisertaangin puting beliung terjadi 4 kali di Desa Sukadarmo, Pulau Gemantung, Jukdada dan Teluk Lubuk. ”Meski secara rinci bantuan bencana bersifat darurat dan tidak dianggarkan secara khusus.
Kami tetap siapkan pos bantuan jika sewaktu- waktu terjadi bencana alam. Bantuan langsung bisa berupa sembako, selimut, pakaian dan sebagainya. Bantuan bisa dianggarkan dari pemda setempat, provinsi maupun pemerintah pusat jika kerusakan akibat bencana alam dirasakan cukup terasa,”paparnya. Bupati OKI, H Ishak Mekki menuturtkan, pelaksanaan tanggap darurat bencana melibatkan seluruh kecamatan di OKI dan seluruh perangkat desa.
Posko bencana disiapkan diseluruh kecamatan untuk tempat pengungsian. ”Di OKI sendiri 70% lahan me-rupakan lahan rawa dan gambut sehingga rawan terhadap bahaya banjir. Meski kebanyakan warga memiliki rumah model panggung,”katanya. Karena itu, dia meminta jajarannya bersikap antisipatif terhadap bencana.
Adapun upaya yang dilakukan Pemkab OKI diantaranya membuat codetan atau saluran air maupun normalisasi sungai serta penyuluhan kepada petani untuk mengatur pola tanam.”Namun sekali lagi,kondisi alam dengan tingkat curah hujan yang tinggi membuat sungai tidak mampu menampung air hujan hingga meluap. Namun kerusakan tanaman padi dan banjirnya pemukiman tidak separah tahun-tahun sebelumnya dan hal ini artinya sudah bisa diminimalisir,” katanya lagi.
Sempat Patungan Makanan
Sementara itu, korban pengungsian banjir di Desa Tanjung Beringin lokasi transmigrasi terpaksa makan seadanya.Dua tenda pengungsian dari bantuan Pemkab OKI dan dapur umum dirasakan belum memadai.Warga pun sempat patungan atau menggunakan dana sendiri untuk mencari lauk pauk seperti beras, tahu, sayur atau kecambah.
Dia mengaku, saat dipengungsian terkadang hanya makan dua kali sehari. ”Makan seadanya saja, untung ada dapur umum,nasi ditambah sayursayuran yang ada. Atau ada juga makan nasi plus garam,” kata Udin,warga dipengungsian Desa tanjung beringin. Sedangkan sebelum bantuan datang, warga terpaksa menumpang di rumah warga yang rumahnya tidak terendam.
Ibu-ibu yang memiliki anak bayi terlebih dahulu dievakuasi ketempat lebih aman sebelum air tambah tinggi. Meski sejak kemarin air sudah mulai surut,warga tampaknya kesulitan memperoleh air bersih untuk mandi, cuci dan kakus karena air sumur sudah bercampur tanah dan berbau.
Wicaksono, 46, warga trans mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan air bersih warga yang selama ini mengalami kesulitan. Belum lagi kondisi rumah warga yang terbuat dari kayu bakal lapuk dan busuk akibat terendam banjir. ”Kami korban pengungsian karena banjir mengharapkan bantuan bahan bangunan karena lantai rumah dan tiang rumah pasti busuk terendam air. Pondasi rumah rapuh dan membahayakan akibat terendam banjir,”jelasnya.
Banjir - Longsor Masih Mengancam
Sunday, 28 February 2010
PALEMBANG (SI) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kenten Palembang memprediksi ancaman banjir, longsor yang bertubi-tubi menerpa beberapa daerah di Sumsel akan terus berlanjut.
Pasalnya curah hujan di Sumsel cenderung tinggi sampai bulan Maret mendatang. Kepala BMKG Kenten, Mohammad Irdam mengatakan banjir dan longsor yang terjadi di Martapura dan Kabupaten Empat Lawang dipicu beberapa faktor dominan. Salah satunya hutan yang mulai gundul diwilayah tersebut.
Sehingga saat curah hujan tinggi, tanah yang notabene banyak perbukitan di kawasan tersebut tak memiliki penyangga yang kuat. Akibatnya tanah dengan mudah turun kebawah menjadi longsor. ”Mayarakat sudah sering kita imbau menjaga kelestarian hutan, terutama yang ada di sekitar daerah perbukitan. Karena jika hutan gundul, banjir yang datang tidak maksimal diserap tanah,”ujarnya.
Ancaman banjir dan tanah longsor,kata Irdam,sangat potensial mengancam wilayah Sumatera bagian barat. Daerah-daerah tersebut diantaranya sebagian kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kabupaten Lahat, Pagaralam, Lubuk Linggau,dan Muaraenim. ”Daerah ini dianggap berbahaya karena terletak disekitar wilayah perbukitan,”tuturnya. Sesuai prediksi, puncak cuaca terjadi Januari-Maret.
Kondisi ini menurutnya dipengaruhi panjangnya musim hujan di kawasan Sumatera yang terjadi hingga bulan Mei mendatang.”Kondisi ini biasanya dapat meningkat drastis saat terjadi bulan Purnama,karena kondisi permukaan laut menjadi cembung akibat makin dekatnya permukaan bumi dengan bulan,”tukasnya. Irdam menegaskan, bukan saja masyarakat di daerah perbukitan yang harus waspada,masyarakat yang berdiam didataran tinggi juga patut siaga mengantisipasi hujan.
Luas Hutan Kritis Terus Bertambah
Sunday, 28 February 2010
Luas hutan kritis di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terus bertambah.Selain berubah fungsi menjadi perkebunan,aksi tangan-tangan jahil yang kerap menjarah isi hutan,turut mempercepat kerusakan ekosistem lingkungan.
DATA Dinas Kehutanan Kabupaten Muba menyebutkan,luas hutan suaka alam kini tinggal 58.578 hektare (ha), hutan lindung 19.229 ha, hutan produksi terbatas 98.897 ha, hutan produksi 418.187 ha,dan hutan produksi konversi seluas 127.585 ha. Lokasi hutan yang jauh dan sulit dijangkau melalui jalur darat, menjadi salah satu kelemahan petugas dalam melakukan pengawasan.
Apalagi,para pencuri kayu biasanya menggunakan jalur air dalam mengangkut semua hasil jarahannya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Demokrasi Rakyat Muba Ismail mengungkapkan, pencurian kayu di Muba terus terjadi. Di lain pihak, petugas hanya sebatas melakukan pengejaran terhadap para pelaku tanpa memberikan tindakan tegas.
“Petugas belum memberikan tindakan tegas, sehingga pelaku illegal logging bebas melenggang,” ungkapnya seraya menambahkan, dalam sebulan terakhir, pihaknya mencatat Polres Muba telah menyita ribuan kubik kayu tak bertuan. Ismail menilai kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat hingga kini belum berdampak positif. “Pengawasan hutan masih belum optimal.
Tanpa pengawasan, ada peluang bagi semua pihak untuk melancarkan aksinya,” kata Ismail. Jika semua hutan habis ditebang, bukan tidak mungkin,bencana bisa datang kapan pun,mulai dari tanah longsor, banjir hingga kesulitan air saat musim kemarau. Semua hal itu merupakan dampak penebangan hutan secara ilegal. Kerusakan hutan di Muba semakin parah dan sulit dikendalikan, meskipun banyak cara yang telah ditempuh.
Salah satunya membentuk tim illegal logging.Namun, tetap saja aksi perambahan hutan secara ilegal sulit dikendalikan. Kepala Dinas Kehutanan Muba Djazim Arifin berharap, seluruh elemen masyarakat dapat berperan serta dalam Program Satu Orang Satu Pohon. Cara itu diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap hutan-hutan di Indonesia.
Sebab, semakin banyak hutan yang dijaga, dampak pemanasan global dunia bisa berkurang.Muba yang memiliki wilayah hutan cukup luas, diharapkan dapat menjadi salah satu daerah percontohan dalam menyelesaikan permasalahan hutan. Sebagai salah satu pemilik hutan terbesar di Indonesia,wajar jika pemerintah pusat memprioritaskan Muba untuk melakukan reboisasi hutan,serta mengampanyekan pemanfaatan tanpa merusak hutan demi kesejahteraan masyarakat.
Mengatasi kerusakan hutan yang terus terjadi,pada 22 Januari 2010 lalu,Muba menjadi satu-satunya daerah di bagian barat Indonesia yang memiliki hutan desa. Sedangkan untuk wilayah timur Indonesia, yaitu Kalimantan. Dengan demikian, di Indonesia, hanya ada dua hutan desa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tentunya dengan tanaman seperti karet dan beberapa tanaman hutan lainnya tanpa perlu merusak ekosistem hutan.
Keputusan Menteri Kehutanan tentang Hutan Desa No 54/Menhut- II/2010 ini diserahkan langsung Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono kepada Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin di Istana Wakil Presiden belum lama ini. Menurut Djazim, lokasi yang ditetapkan menjadi hutan desa di Muba terletak di Dusun Pancuran Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir.
Kawasan hutan yang dialokasikan menjadi hutan desa ini sebagian besar kawasan hutan gambut.“Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.Izin kelola kepada masyarakat merupakan amanat dari ketentuan UU No 41/1999 Permenhut P.49/2008,”jelas dia.
Camat Bayung Lencir M Zapran menjelaskan, program hutan desa merupakan salah satu upaya peningkatan fungsi hutan bagi masyarakat, tanpa harus merusak hutan tersebut.Selain itu,adanya hutan desa bisa mencegah kegiatan pembalakan liar. Pihaknya sangat menyadari pentingnya keberadaan dan fungsi hutan dalam mengatasi masalah pemanasan.
Selain itu,semakin banyak hutan, dapat mengatasi bencana alam, seperti banjir dan longsor, mengingat Muba terdiri dari rawa-rawa. Sementara itu, Kapolres Muba AKBP Kasihan Rahmadi menegaskan, pencurian hasil hutan adalah perbuatan melanggar hukum.
Pihaknya mengklaim telah beberapa kali melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan pembalakan liar. Ke depan, hal tersebut akan semakin ditingkatkan guna mencegah kerusakan hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. “Kita terus membantu pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pembalakan hutan,”katanya.
Salah Pengertian
Dari Banyuasin,Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin Hasanuddin menilai, masih banyak terjadi salah pengertian mengenai pemahaman illegal logging di instansi pemerintah, mulai penyidik hingga masyarakat. “Illegal loggingkan diartikan sebagai usaha mengambil hasil hutan di kawasan hutan.
Jika diambil di kawasan bukan hutan, seperti di lahan mereka sendiri, itu bukan illegal logging,”terang Hasanuddin. Namun,tim penyidik dari kepolisian sering kali mengartikan illegal loggingakibat tidak lengkapnya data adminitrasi yang mengiringi produk hutan. Sebenarnya, kategori tersebut tidak bisa digolongkan sebagai illegal logging.
Data Polres Banyuasin, selama 2008, sebanyak 9 kasus illegal logging telah diselesaikan. Kasus-kasus tersebut bukan hanya di tahun 2008,namun akumulasi dari tahuntahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2009,tidak pernah ditemukan kasus illegal logging di Banyuasin. Kapolres Banyuasin AKBP Susilo RI mengakui, kasus illegal logging sesungguhnya jarang terjadi di Banyuasin.Hanya saja,pihaknya sering menemukan kayu yang tak lengkap administrasi.Namun, ketika diselidiki, bukan illegal logging, karena berasal dari kawasan bukan hutan.
Berita Berita diatas diambil di Koran Seputar Indonesia pada laporan Khusus tentang Banjir pada Tanggal 1 Maret 2010.
PALEMBANG(SI) – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai bencana alam banjir dan longsor yang terjadi dibeberapa wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumsel merupakan bencana ekologi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat menjelaskan penyebab banjir dan tanah longsor di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) akibat kawasan hutan konservasi dibabat secara serampangan.Bahkan, kata dia, diwilayah beberapa hutan justru diubah menjadi lahan perkantoran.
”Perubahan kawasan hutan menjadi perkantoran berpengaruh pada penurunan daya dukung tanah sehingga berpotensi terjadi bencana seperti longsor.Parahnya keadaan ini dibiarkan terus terjadi,” ungkap Anwar. Menurutnya, masyarakat saat ini menunggu jalan keluar yang ditempuh pemerintah untuk mencegah musibah banjir dan tanah longsor supaya tidak terjadi lagi.
”Kalau hanya program bantuan berupa penyaluran mie instan dan beras tidak mampu menjawab resiko bencana yang ditanggung masyarakat dewasa ini.Terpenting adakah niat baik pemerintah melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu,”tegasnya. Anwar menegaskan,seharusnya pemerintah bertindak cepat dan mengambil langkah serius mengantisipasi atau menanggulai bencana.
Bukan tidak mungkin, kata dia,kejadian serupa ter-jadi lagi dan menelan korban jiwa.”Persoalan ini tidak main-main, tahun 2010 saja banjir bandang melanda dibanyak wilayah.Hal ini harus kita pertanyakan kepada tata pemerintahan di Sumsel. Apakah tetap menunggu bencana datang atau mencoba menerapkan kebijakan yang berpihak kepada alam dan masyarakat secara keseluruhan,”kata dia.
Anwar mengungkapkan, kerusakan hutan akibat pembalakan besar-besaran terhadap kawasan hutan produksi (HP) yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sudah sangat mengkhawatirkan. Dia mengungkapkan, pembalakan terjadi sejak tiga tahun terakhir dan total pembalakan mencapai sekitar 392.000 m3 kayu berkelas.Akibatnya kerugian yang harus ditanggung negara triliunan rupiah.
Kuat dugaan pembalakan hutan ini melibatkan pejabat dan aparat penegak hukum. ”Bayangkan jika tidak ada keterlibatan dari pejabat publik dan aparat penegakan hukum. Bagaimana kondisi ini terus berlangsung selama tiga tahun terakhir. Kami menduga ada permainan antara pejabat Dinas Kehutanan Pemkab Muba dan aparat kepolisian sejak 2007 lalu,” paparnya prihatin. Karena itu, Walhi menuntut Kapolda Sumsel mengusut tuntas kasus tersebut.
Tuntutan lainnya disampaikan, kata Anwar, laksanakan operasi secara serius yang melibatkan berbagai pihak termasuk media dan organisasi nonpemerintah (Ornop),lakukan penyelidikan terhadap oknumokum di dinas dan aparat penegak hukum mulai dari bawah sampai jabatan tertinggi. ”Terakhir tutup dan adili semua pemilik sawmill di kawasan Merang Kepayang,”tegas Anwar.
Diterangkan Anwar, lokasi illegal logging berada di Kabupaten Muba pada empat wilayah yaitu di Hulu Sungai Merang, mulai dari titik koordinat 394744 / 9796047 sampai 385751/ 9786253. Kedua didusun Pancuran, terdapat beberapa cyrcle di koordinat 0399217/9798172, 0401016/ 9797136, 0400497/9804579.
Lokasi ketiga di sungai Buring, titik koordinat 9780560.186/ 397181.5818,di sebelah kanan sungai, terdapat rel kayu atau ongka. Lokasi keempat berada di sungai Tembesu Daro,terdapat sebuah camp logging permanen. Adapuh modus operandi yang dilakukan pelaku Ilegal Loging dengan cara menebang.
Dalam menjalankan kegiatannya, penebangan liar dalam di hulu Sungai Merang dilakukan oleh pembalak liar. Kayu umumnya berbentuk balok bulat dan balok kaleng atau persegi. Kayu balok tersebut dikeluarkan dari hutan menggunakan ongkak dan parit. Selanjutnya kayu balok yang telah ditebang dikeluarkan dari hutan,dirakit atau dilanting.Kemudian ditarik melalui Sungai Merang menggunakan tug boat ke desa Muara Merang dan Kepayang dimana terdapat sawmill (cyrcle).
”Kayu balok yang sudah sampai disawmill diolah menjadi papan dan persegi dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan pasar. Jenis kayu yang ambil pada umumnya adalah kayu yang mempunyai harga tinggi seperti meranti, punak,dan manggris,”ungkap dia. Investigator Walhi Sumsel Paisal menambahkan, jumlah penebang di dalam hutan hulu Sungai Merang diperkirakan mencapai 1.500 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok.
”Setiap kelompok terdiri dari lima orang dengan satu orang kepala kelompok,” ungkapnya. Tak jarang, mereka dikepalai satu cukong (bos) balok yang membawahi paling sedikit 30 orang anak kapak, atau enam kelompok. Bahkan ada cukong yang mempunyai 100 orang anak kapak. ”Dihulu sungai Merang saat ini ada 11 orang cukong besar dan mempunyai lebih dari satu parit serta ongkak.
Tujuan penampungan kayu ilegal asal Merang-Kepayang adalah depot-depot kayu yang ada di Sumsel, seperti di Betung, Palembang, dan tempattempat lain.Ada juga kayu olahan yang dibawa langsung ke Jakarta melalui jalur-jalur tertentu,” ungkap Paisal.
Adapun jalur pengangkutan kayu dari Merang-Kepayang tujuan Jakarta diangkut menggunakan perahu jukung yang berkapasitas daya angkut 60m3 – 80m3 melalui Sungai Lalan dengan tujuan Gasing. ”selanjutnya kayu dipindahkan kemobil truk tronton lalu dibawah ke Jakarta,”pungkasnya.
Secara Geografis Termasuk Wilayah Rawan
Sunday, 28 February 2010
BENCANA alam silih berganti menerpa Indonesia. Begitu juga di Sumsel yang akhir-akhir ini dilanda banjir hingga merusak ribuan hektare sawah dan ratusan ribu manusia harus diungsikan.
Secara geografis, Sumsel termasuk daerah rawan bencana gempa bumi, longsor dan banjir. Bencana yang datang sulit diprediksi dan bisa terjadi kapan saja.Wilayah Sumsel yang banyak sungai sangat rawan banjir jika terjadi luapan sungai. Begitu juga perbukitan dan Gunung Dempo di wilayah Pagaralam dan Lahat yang dinilai rawan longsor.
Sumsel juga masuk dalam patahan lempengan yang rawan terjadi gempa bumi. Setiap tahun kabupaten/kota di Sumsel mencatat jumlah bencana yang terjadi.Seperti di Kabupaten OKI bencana alam yang mengancam diantaranya kekeringan, banjir dan angin puting beliung. Terdapat enam kecamatan yang rawan yakni Lempuing, Sungai Menang, Mesuji induk, Pedamaran Timur dan Kota Kayuagung.
Sedangkan tiga kecamatan rawan puting beliung yakni Kecamatan Jejawi,Tanjung Lubuk, dan Pedamaran. Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinsos OKI Deni Bernadi menegaskan, sepanjang tahun 2009 sudah terjadi 34 bencana alam yang terdiri dari banjir, kebakaran dan angin puting beliung.
Seperti banjir terjadi di 6 desa seperti Desa Sungai Tepuk,Ceper, Kelurahan Cinta Raja,Sidomakmur dan Desa Embacang. Sedangkan kebakaranterjadi24kalisertaangin puting beliung terjadi 4 kali di Desa Sukadarmo, Pulau Gemantung, Jukdada dan Teluk Lubuk. ”Meski secara rinci bantuan bencana bersifat darurat dan tidak dianggarkan secara khusus.
Kami tetap siapkan pos bantuan jika sewaktu- waktu terjadi bencana alam. Bantuan langsung bisa berupa sembako, selimut, pakaian dan sebagainya. Bantuan bisa dianggarkan dari pemda setempat, provinsi maupun pemerintah pusat jika kerusakan akibat bencana alam dirasakan cukup terasa,”paparnya. Bupati OKI, H Ishak Mekki menuturtkan, pelaksanaan tanggap darurat bencana melibatkan seluruh kecamatan di OKI dan seluruh perangkat desa.
Posko bencana disiapkan diseluruh kecamatan untuk tempat pengungsian. ”Di OKI sendiri 70% lahan me-rupakan lahan rawa dan gambut sehingga rawan terhadap bahaya banjir. Meski kebanyakan warga memiliki rumah model panggung,”katanya. Karena itu, dia meminta jajarannya bersikap antisipatif terhadap bencana.
Adapun upaya yang dilakukan Pemkab OKI diantaranya membuat codetan atau saluran air maupun normalisasi sungai serta penyuluhan kepada petani untuk mengatur pola tanam.”Namun sekali lagi,kondisi alam dengan tingkat curah hujan yang tinggi membuat sungai tidak mampu menampung air hujan hingga meluap. Namun kerusakan tanaman padi dan banjirnya pemukiman tidak separah tahun-tahun sebelumnya dan hal ini artinya sudah bisa diminimalisir,” katanya lagi.
Sempat Patungan Makanan
Sementara itu, korban pengungsian banjir di Desa Tanjung Beringin lokasi transmigrasi terpaksa makan seadanya.Dua tenda pengungsian dari bantuan Pemkab OKI dan dapur umum dirasakan belum memadai.Warga pun sempat patungan atau menggunakan dana sendiri untuk mencari lauk pauk seperti beras, tahu, sayur atau kecambah.
Dia mengaku, saat dipengungsian terkadang hanya makan dua kali sehari. ”Makan seadanya saja, untung ada dapur umum,nasi ditambah sayursayuran yang ada. Atau ada juga makan nasi plus garam,” kata Udin,warga dipengungsian Desa tanjung beringin. Sedangkan sebelum bantuan datang, warga terpaksa menumpang di rumah warga yang rumahnya tidak terendam.
Ibu-ibu yang memiliki anak bayi terlebih dahulu dievakuasi ketempat lebih aman sebelum air tambah tinggi. Meski sejak kemarin air sudah mulai surut,warga tampaknya kesulitan memperoleh air bersih untuk mandi, cuci dan kakus karena air sumur sudah bercampur tanah dan berbau.
Wicaksono, 46, warga trans mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan air bersih warga yang selama ini mengalami kesulitan. Belum lagi kondisi rumah warga yang terbuat dari kayu bakal lapuk dan busuk akibat terendam banjir. ”Kami korban pengungsian karena banjir mengharapkan bantuan bahan bangunan karena lantai rumah dan tiang rumah pasti busuk terendam air. Pondasi rumah rapuh dan membahayakan akibat terendam banjir,”jelasnya.
Banjir - Longsor Masih Mengancam
Sunday, 28 February 2010
PALEMBANG (SI) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kenten Palembang memprediksi ancaman banjir, longsor yang bertubi-tubi menerpa beberapa daerah di Sumsel akan terus berlanjut.
Pasalnya curah hujan di Sumsel cenderung tinggi sampai bulan Maret mendatang. Kepala BMKG Kenten, Mohammad Irdam mengatakan banjir dan longsor yang terjadi di Martapura dan Kabupaten Empat Lawang dipicu beberapa faktor dominan. Salah satunya hutan yang mulai gundul diwilayah tersebut.
Sehingga saat curah hujan tinggi, tanah yang notabene banyak perbukitan di kawasan tersebut tak memiliki penyangga yang kuat. Akibatnya tanah dengan mudah turun kebawah menjadi longsor. ”Mayarakat sudah sering kita imbau menjaga kelestarian hutan, terutama yang ada di sekitar daerah perbukitan. Karena jika hutan gundul, banjir yang datang tidak maksimal diserap tanah,”ujarnya.
Ancaman banjir dan tanah longsor,kata Irdam,sangat potensial mengancam wilayah Sumatera bagian barat. Daerah-daerah tersebut diantaranya sebagian kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kabupaten Lahat, Pagaralam, Lubuk Linggau,dan Muaraenim. ”Daerah ini dianggap berbahaya karena terletak disekitar wilayah perbukitan,”tuturnya. Sesuai prediksi, puncak cuaca terjadi Januari-Maret.
Kondisi ini menurutnya dipengaruhi panjangnya musim hujan di kawasan Sumatera yang terjadi hingga bulan Mei mendatang.”Kondisi ini biasanya dapat meningkat drastis saat terjadi bulan Purnama,karena kondisi permukaan laut menjadi cembung akibat makin dekatnya permukaan bumi dengan bulan,”tukasnya. Irdam menegaskan, bukan saja masyarakat di daerah perbukitan yang harus waspada,masyarakat yang berdiam didataran tinggi juga patut siaga mengantisipasi hujan.
Luas Hutan Kritis Terus Bertambah
Sunday, 28 February 2010
Luas hutan kritis di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terus bertambah.Selain berubah fungsi menjadi perkebunan,aksi tangan-tangan jahil yang kerap menjarah isi hutan,turut mempercepat kerusakan ekosistem lingkungan.
DATA Dinas Kehutanan Kabupaten Muba menyebutkan,luas hutan suaka alam kini tinggal 58.578 hektare (ha), hutan lindung 19.229 ha, hutan produksi terbatas 98.897 ha, hutan produksi 418.187 ha,dan hutan produksi konversi seluas 127.585 ha. Lokasi hutan yang jauh dan sulit dijangkau melalui jalur darat, menjadi salah satu kelemahan petugas dalam melakukan pengawasan.
Apalagi,para pencuri kayu biasanya menggunakan jalur air dalam mengangkut semua hasil jarahannya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Demokrasi Rakyat Muba Ismail mengungkapkan, pencurian kayu di Muba terus terjadi. Di lain pihak, petugas hanya sebatas melakukan pengejaran terhadap para pelaku tanpa memberikan tindakan tegas.
“Petugas belum memberikan tindakan tegas, sehingga pelaku illegal logging bebas melenggang,” ungkapnya seraya menambahkan, dalam sebulan terakhir, pihaknya mencatat Polres Muba telah menyita ribuan kubik kayu tak bertuan. Ismail menilai kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat hingga kini belum berdampak positif. “Pengawasan hutan masih belum optimal.
Tanpa pengawasan, ada peluang bagi semua pihak untuk melancarkan aksinya,” kata Ismail. Jika semua hutan habis ditebang, bukan tidak mungkin,bencana bisa datang kapan pun,mulai dari tanah longsor, banjir hingga kesulitan air saat musim kemarau. Semua hal itu merupakan dampak penebangan hutan secara ilegal. Kerusakan hutan di Muba semakin parah dan sulit dikendalikan, meskipun banyak cara yang telah ditempuh.
Salah satunya membentuk tim illegal logging.Namun, tetap saja aksi perambahan hutan secara ilegal sulit dikendalikan. Kepala Dinas Kehutanan Muba Djazim Arifin berharap, seluruh elemen masyarakat dapat berperan serta dalam Program Satu Orang Satu Pohon. Cara itu diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap hutan-hutan di Indonesia.
Sebab, semakin banyak hutan yang dijaga, dampak pemanasan global dunia bisa berkurang.Muba yang memiliki wilayah hutan cukup luas, diharapkan dapat menjadi salah satu daerah percontohan dalam menyelesaikan permasalahan hutan. Sebagai salah satu pemilik hutan terbesar di Indonesia,wajar jika pemerintah pusat memprioritaskan Muba untuk melakukan reboisasi hutan,serta mengampanyekan pemanfaatan tanpa merusak hutan demi kesejahteraan masyarakat.
Mengatasi kerusakan hutan yang terus terjadi,pada 22 Januari 2010 lalu,Muba menjadi satu-satunya daerah di bagian barat Indonesia yang memiliki hutan desa. Sedangkan untuk wilayah timur Indonesia, yaitu Kalimantan. Dengan demikian, di Indonesia, hanya ada dua hutan desa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tentunya dengan tanaman seperti karet dan beberapa tanaman hutan lainnya tanpa perlu merusak ekosistem hutan.
Keputusan Menteri Kehutanan tentang Hutan Desa No 54/Menhut- II/2010 ini diserahkan langsung Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono kepada Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin di Istana Wakil Presiden belum lama ini. Menurut Djazim, lokasi yang ditetapkan menjadi hutan desa di Muba terletak di Dusun Pancuran Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir.
Kawasan hutan yang dialokasikan menjadi hutan desa ini sebagian besar kawasan hutan gambut.“Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.Izin kelola kepada masyarakat merupakan amanat dari ketentuan UU No 41/1999 Permenhut P.49/2008,”jelas dia.
Camat Bayung Lencir M Zapran menjelaskan, program hutan desa merupakan salah satu upaya peningkatan fungsi hutan bagi masyarakat, tanpa harus merusak hutan tersebut.Selain itu,adanya hutan desa bisa mencegah kegiatan pembalakan liar. Pihaknya sangat menyadari pentingnya keberadaan dan fungsi hutan dalam mengatasi masalah pemanasan.
Selain itu,semakin banyak hutan, dapat mengatasi bencana alam, seperti banjir dan longsor, mengingat Muba terdiri dari rawa-rawa. Sementara itu, Kapolres Muba AKBP Kasihan Rahmadi menegaskan, pencurian hasil hutan adalah perbuatan melanggar hukum.
Pihaknya mengklaim telah beberapa kali melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan pembalakan liar. Ke depan, hal tersebut akan semakin ditingkatkan guna mencegah kerusakan hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. “Kita terus membantu pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pembalakan hutan,”katanya.
Salah Pengertian
Dari Banyuasin,Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin Hasanuddin menilai, masih banyak terjadi salah pengertian mengenai pemahaman illegal logging di instansi pemerintah, mulai penyidik hingga masyarakat. “Illegal loggingkan diartikan sebagai usaha mengambil hasil hutan di kawasan hutan.
Jika diambil di kawasan bukan hutan, seperti di lahan mereka sendiri, itu bukan illegal logging,”terang Hasanuddin. Namun,tim penyidik dari kepolisian sering kali mengartikan illegal loggingakibat tidak lengkapnya data adminitrasi yang mengiringi produk hutan. Sebenarnya, kategori tersebut tidak bisa digolongkan sebagai illegal logging.
Data Polres Banyuasin, selama 2008, sebanyak 9 kasus illegal logging telah diselesaikan. Kasus-kasus tersebut bukan hanya di tahun 2008,namun akumulasi dari tahuntahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2009,tidak pernah ditemukan kasus illegal logging di Banyuasin. Kapolres Banyuasin AKBP Susilo RI mengakui, kasus illegal logging sesungguhnya jarang terjadi di Banyuasin.Hanya saja,pihaknya sering menemukan kayu yang tak lengkap administrasi.Namun, ketika diselidiki, bukan illegal logging, karena berasal dari kawasan bukan hutan.
Berita Berita diatas diambil di Koran Seputar Indonesia pada laporan Khusus tentang Banjir pada Tanggal 1 Maret 2010.
0 komentar:
Posting Komentar