WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Rabu, Maret 28, 2012

Khawatir Kasus Sodong Terulang

SEKAYU– Ratusan massa dari Desa Sinar Harapan,Kecamatan Tungkal Jaya, Muba, yang diwadahi tiga organisasi,yakni Serikat Hijau Indonesia (SHI), Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), dan Walhi Sumsel, berunjuk rasa ke Kantor Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Muba kemarin.
Massa mendesak tanah mereka yang dikelola perkebunan kelapa sawit dan karet segera dikembalikan. Jika tidak, mereka khawatir kasus Sodong akan terulang di Muba. Massa yang datang menggunakan enam truk ini terus berorasi sambil membentangkan spanduk. Dalam orasinya, Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, Pemkab diminta turut menyelesaikan permasalahan warga.

Aksi unjuk rasa ini merupakan yang pertama kali. Dua bulan sebelumnya, mereka sudah melayangkan surat kepada Pemkab Muba untuk minta kasus ini segera diselesaikan. Namun,hingga kini tak kunjung ada tanggapan. “Sekitar tiga ribu warga di desa tersebut, yang mata pencahariannya adalah petani,mencari makan dari tanah seluas 2 hektare per kepala keluarga (KK),” ujar Anwar.

Selama ini, lahan yang diklaim pihak perusahaan dijaga oknum anggota Brimobda Sumsel. Bahkan, beberapa warga sempat diusir dan ditangkap saat mengolah lahan sendiri. Permasalahan lain, terjadi kepemilikan ganda sertifikat lahan di wilayah ini antara warga dan perusahaan. Kondisi ini membuat warga menjadi bingung.

Masalah ini juga yang menjadi permasalahan warga di lapangan atas klaim kepemilikan lahan tersebut. ”Kalau ini dibiarkan, bisa seperti Sodong kedua,”kata koordinator aksi Dedek Chaniago. Diancam akan terulangnya kasus Sodong II, Plt Sekda Muba Yuliansyah sempat naik pitam. Pernyataan tersebut langsung dicatat pihak Polres Muba atas perintah Sekda. ”Polres, catat pernyataan tersebut bahwa akan ada aksi Sodong II,” ujar Sekda dengan nada tinggi.

Pertemuan perwakilan warga Desa Sinar Harapan, Kecamatan Tungkal Jaya, ini berjalan alot. Satu per satu perwakilan memberikan pernyataan terkait perampasan lahan dari dua perusahaan. Pertemuan sedikit mencair setelah salah seorang perwakilan berjanji tidak akan anarkis. ”Kami takutnya, kalau tidak ada penyelesaiannya,warga akan bertindak anarkistis. Itu yang kami takutkan. Jadi, kalau bisa, cepat diselesaikan terkait perampasan lahan yang sierra syailendra _menjadi hak kami,” ujar perwakilan tersebut.
Selengkapnya...

ORI Fokus Sengketa Lahan-Tujuh Kasus Segera Dituntaskan

PALEMBANG – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) selaku lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik segera menuntaskan tujuh laporan terkait kasus sengketa lahan yang terjadi di Sumsel.

Ketua ORI Danang Giriwardhana mengungkapkan telah menerima laporan terkait beberapa kasus sengketa lahan dan menjadi prioritas Ombudsman bersama Pemprov Sumsel untuk diselesaikan. “Dalam waktu dekat, kita memanggil perwakilan masyarakat yang menjadi korban, termasuk penyelenggara pemerintah kabupaten/kota bersangkutan, perusahaan perkebunan inti plasma, hingga kepala daerah, dan membentuk tim inventarisasi,”katanya di sela-sela sosialisasi ORI bertajuk “Optimalisasi Pelayanan Publik”yang bekerja sama dengan Pemprov Sumsel dan Kementerian Hukum dan HAM RI di Aula Bina Praja Pemprov Sumsel kemarin.

Danang mengungkapkan, penyelesaiannya kasus sengketa lahan di Sumsel menjadi prioritas lembaga ORI, khususnya tindakan pencegahan. “Sebab, masalah pertanahan merupakan masalah besar di Sumsel dan rawan menjadi pemicu konflik horizontal,” katanya. Danang menjelaskan, tahun ini segera menempatkan satu kantor perwakilan ORI cabang Sumsel yang diperkirakan berada di Kota Palembang.

Sumsel adalah salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang menjadi target awal ORI mendirikan kantor cabang. “Karena Sumsel merupakan ikon pertumbuhan ekonomi Indonesia, selanjutnya kita targetkan hingga 2013 telah memiliki kantor cabang di 33 provinsi di Indonesia,” ucapnya. Sementara itu,Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang semula dijadwalkan hadir sebagai salah satu narasumber pada acara sosialisasi batal hadir.

“Semula Wakil Menteri Hukum dan HAM hadir pada acara ini. Beliau sudah berangkat ke airport pagi tadi (kemarin) tetapi batal terbang karena mendapat telepon dari wapres supaya tidak meninggalkan Jakarta,” ungkapnya. Pada kesempatan yang sama,Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf mengungkapkan, perekonomian Sumsel meningkat pesat karena dipicu pertumbuhan sektor perkebunan rakyat, khususnya karet.

“Tapi, jika pelayanan publik terus-menerus dirasakan merugikan rakyat, akan muncul aksi protes besar-besaran dari masyarakat. Apalagi, rekomendasi Ombudsman dapat memberikan sanksi tegas hingga pemecatan bagi pejabat,”katanya. 
 
Sumber : Seputar-insonesia.com
Selengkapnya...

Diancam Kasus "Sodong Dua" Sekda Muba Naik Pitam

Ratusan Petani desa Sinar Harapan saat aksi dideapan kantor Bupati MUBA, Tuntut lahan mereka dikembalikan dari PT. BPP /sinar Mas (Foto Dok Walhi sumsel)
SEKAYU—Diancam akan ada “Sodong Dua”, membuat Plt Sekda Pemkab Muba, Drs Yuliansyah naik pitam saat perwakilan dari pendemo melakukan pertemuan di ruang rapat setda, Selasa (27/3/2012) siang. Pernyataan tersebut langsung dicatat oleh pihak Polres Muba atas perintah Setda.

Awalnya, pertemuan dengan perwakilan dari Desa Sinar Harapan, Kecamatan Tungkal Jaya tersebut berjalan lancar meski sedikit alot. Satu per satu perwakilan memberikan pernyataan terkait perampasan lahan dari dua perusahaan atas tanah hak mereka seluas 920 hektare dari PT Bumi Persada Permai (BPP) dan PT Sinar Mas seluas 72 hektare.

Namun, saat Koordinator Aksi, Dedek Chaniago memberikan pernyataan, tentang ancaman kasus seperti di Sodong Dua, membuat naik pitam Plt Setda Pemkab Muba itu. ”Akan ada aksi Sodong Dua jika kasus ini tidak selesai,” ujar Dedek Chaniago saat pertemuan tersebut.

Mendengar pernyataan ini, Sekda langsung meminta perwakilan Polres Muba untuk mencatat pernyataan Koordinator Aksi ini. ”Polres, catat pernyataan tersebut bahwa akan ada aksi Sodong Dua,” pinta Setda bernada marah. Sehingga, suasana pertemuan menjadi panas walaupun berpendingin udara.

Namun, pertemuan ini sedikit mencair saat salah seorang perwakilan menjelaskan bahwa pernyataan tersebut tidak mengenai aksi anarkis yang akan dilakukan seperti di Sodong. ”Kami takutnya, kalau tidak ada penyelesaiannya, warga akan bertindak anarkis, itu yang kami takutkan, jadi kalau bisa cepat diselesaikan terkait perampasan lahan yang menjadi hak kami,” ujar perwakilan tersebut.

Aksi unjuk rasa ini, merupakan aksi pertama seteah dua bulan sebelumnya melayangkan surat ke Muba yang ditujukan kepada bupati Pahri Azhari untuk meminta penyelesaiannya.

Namun, hingga saat ini tidak ada tanggapan dari Pemkab Muba, sehingga warga berjumlah 400 orang yang semuanya transmigran ini, langsung datang ke Pemkab Muba. Mereka datang menumpang enam truk pengangkut untuk melakukan aksi unjuk rasa.

Aksi ini dilakukan oleh tiga organisasi yakni, Serikat Hijau Indonesia (SHI) dan Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) serta Walhi Sumsel yang didatangi secara langsung oleh Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat. Mereka mendesak agar hak tanah mereka dikembalikan untuk dikelola.

”Tanah tersebut merupakan tanah warga dan harus dikembalikan, karena mereka punya anak dan istri yang harus dihidupi,” teriak Anwar Sadat dalam orasinya.

Anwar Sadat menjelaskan, di lapangan, tanah warga yang diklaim jadi milik perusahaan, dijaga oleh beberapa oknum anggota Brimobda Sumsel. Bahkan, warga pernah diusir dan ditangkap saat mengolah tanah di tempat mereka sendiri.

”Ada tiga ribu warga di desa tersebut yang mata pencahariannya sebagai petani yang mencari makan dari tanah seluas dua hektare per kepala keluarga. Kami minta keadilan,” ujarnya.

Selain itu, permasalahan lainnya yakni, ada kepemilikan dua sertifikat tanah di wilayah mereka yakni, milik warga dan milik perusahaan. Sehingga, membuat warga menjadi bingung dengan adanya dua sertifikat tersebut. Ini juga yang menjadi permasalahan warga dilapangan atas klaim kepemilikan lahan.

Sumber: sripoku.com
Selengkapnya...

Kamis, Maret 22, 2012

PERJUANGAN SUWAJI, MEMPERTAHANKAN LAHAN GARAPAN (2/HABIS)

Berjuang hingga Titik Nadir, Demi Masa Depan.

Di sini negeri kami,tempat padi terhampar.Samudranya kaya raya,negeri kami subur Tuhan.Di negeri permai ini,berjuta rakyat bersimbah luka.Anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja. Mereka dirampas haknya,tergusur, dan lapar.
Alat berat PT.SAML yang siap mengusur lahan pertanian Petani Desa Nusantara (foto Walhi Sumsel)

Sebagian lirik di atas adalah lagu Darah Joeang karya Tan Malaka. Lagu ini dengan lantang dinyanyikan Suwaji dan ratusan kepala keluarga dari Desa Nusantara,Jalur 27,Air Sugihan, OKI.Kala itu, pertengahan Desember 2011 mereka berdemonstrasi menentang pengalihan lahan sawah garapan mereka menjadi kebun sawit.

Bait-bait lagu itu terasa begitu menghunjam di sanubari mereka,karena dirasa cukup menggambarkan penderitaan mereka saat ini. Lahan persawahan seluas 1.200 hektare (ha) yang selama ini menjadi topangan hidup dia dan warga lainnya, tiba-tiba tak bisa lagi mereka garap,persis saat bulir-bulir padi itu mulai menguning,tanda siap dipanen.Tanah subur itu bakal beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.

Awalnya tanah itu hanya berupa sarang hama dan binatang buas.Pada 1980,warga datang dari Jawa dan mulai bercocok tanam di areal itu hingga pada 2005 upaya mereka menyulap ladang gersang menjadi subur dan menghasilkan. Belum puas menikmati hasil jerih payah mereka,pada 2007 tiba-tiba muncul beberapa orang yang mengaku dari sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dengan berpegang pada izin prinsip yang diberikan pemerintah kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI),mereka datang dan membawa sejumlah alat berat,siap menggusur sawah milik para petani Desa Nusantara. ”Kami sempat mengalami kerugian besar,ketika alat berat merusak padi kami yang sedang bunting (berisi).Namun, kami sempat melakukan perlawanan demi mempertahankan padi kami,”kata Suwaji.

Dua kali coba dilakukan mediasi pihak Pemkab OKI, warga tetap bersikukuh menolak kehadiran perusahaan, karena khawatir bakal kehilangan mata pencahariannya sebagai petani padi. “Kami mohon pemerintah, untuk mendengarkan keluhan dan permohonan kami warga petani Desa Nusantara ini. Pemprov,kami harapkan dapat menjadi dewa penyelamat bagi warga desa.Sebab,apapun yang terjadi kami akan tetap mempertahankan lahan ini,demi masa depan anak cucu kami,”ujarnya.

Suwaji menambahkan, pihaknya bukan menolak keberadaan perusahaan,malah sangat mendukung keberadaan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.Tetapi, saat warga baru mulai bisa menikmati hasil pertanian berupa beras di lahan tersebut, masih sangat membutuhkan hasil panen mereka sebagai penopang kehidupan anak dan cucunya,sementara pemerintah juga masih sangat membutuhkan beras sebagai komoditas utama pangan negara ini.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menilai,1.200 ha tanaman padi warga terancam dengan kehadiran PT SAML (Selatan Agro Makmur Lestari). ”Tidak sedikit bentuk intimidasi yang dilakukan PT SAML,untuk mengusir warga. Namun,warga memilih bertahan dan ingin memperjuangkan apa yang diusahakan sejak lama,”ungkap Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat.

Sadat menambahkan,selain menurunkan alat berat yang merusak tanaman padi, perusahaan juga melibatkan aparat untuk menakuti warga. Tujuannya sama,yakni mengganggu kenyamanan sehingga membuat penduduk memilih pindah lokasi tanam ke tempat lain. ”Kita mengetahui,negara melalui Undang-undang No 22/2011,juga mengatur perlindungan lahan pangan berkelanjutan. Itu sebabnya kami hadir dan mengadukan nasib ke pemerintah provinsi hingga DPRD Sumsel,dengan harapan bisa mendapatkan kembali lahan warga,”kata Sadat.

Menurut Sadat,berdasarkan rapat dengar pendapat di Pemprov Sumsel yang dihadiri Kepala Kanwil Badan Pertanahan Negara (BPN) Sumsel, September 2011,diketahui bahwa PT SAML pada dasarnya tak memiliki HGU (hak guna usaha),sehingga pihaknya bersama para petani di Desa Nusantara,Air Sugihan, OKI,yakin lahan yang sudah diusahakan warga secara turun menurut itu dapat di inklaf nantinya.

Apapun hasilnya nanti,jelas apa yang terjadi terhadap warga Desa Nusantara,Air Sugihan, OKI,Sumsel ini bertentangan dengan program yang baru dicanangkan pemerintah pusat terkait peningkatan  produksi pangan Indonesia.  

Sumber : Seputar-Indonesia.com
Selengkapnya...

Perjuangan Suwaji, Mempertahankan Lahan Garapan (1-bersambung)

Petani Desa Nusantara saat melakukan aksi bersama (27/12) di Halaman Gubernur dan MAPOLDA Sumsel,Dengan membawa Poster gambar aparat yang melakukan intimidasi dilahan mereka.(Foto Walhi Sumsel)
Tanah tanah suburmu, sudah menjadi ranjang industri,menjadi ayunan ambisi-ambisi demi gengsi demi aksi.Untuk apa sawah-sawah? Pak taniku sudah pergi,menjadi pejalan kaki yang sepi.

Sepenggal bait dari lagu “Mencetak Sawah”milik Iwan Fals tersebut mungkin cocok untuk menggambarkan kondisi tanah pertanian di Indonesia, termasuk di Sumsel.Saat ini sejumlah petani tak lagi memiliki sawah untuk digarap,karena lahan pertanian mereka sudah berubah menjadi kawasan industri atau lahan perkebunan yang lebih menguntungkan.

Pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan produksi pangan Indonesia pada 2014.Kebijakan ini didukung pula dengan keluarnya Undang Undang (UU 41/2009,tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang membatasi pengalihfungsian lahan produksi pangan (sawah).

Sayangnya,kebijakan pemerintah pusat ini,tampaknya diacuhkan oleh beberapa pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Selatan (Sumsel).
Banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan. Salah satu contohnya, lahan sawah seluas 1.200 hektare (ha) di Desa Nusantara,Air Sugihan,Ogan Komering Ilir (OKI).Lahan yang dulunya sawah kini berganti menjadi kebun kelapa sawit milik PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML).

Kondisi ini tentu saja membuat para petani resah.Suwaji, salah satunya.Ketua Forum Petani Nusantara ini menggalang kekuatan untuk mendapatkan kembali sawahnya.Hingga pada Desember 2011 silam,Suwaji bersama ribuan warga lain dari sejumlah desa di wilayah Kabupaten OKI dan Musi Banyuasin pun,sepakat menggelar aksi demonstrasi yang dikoordinir Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel,ke Pemerintah provinsi (Pemprov) Sumsel untuk mengadukan nasib mereka.

Suwaji dan para petani melawan, karena mereka sudah miliaran tetes keringat mereka keluarkan untuk membuka lahan ini. Pada 1980 silam,tanah yang kini diperebutkan berupa lahan tidur yang kerap menjadi sarang yang nyaman bagi hama tikus dan babi.

Lantas pada 1996,atas inisiatif warga,lahan yang sebenarnya merupakan kawasan hijau, dan masuk daerah aliran sungai (DAS) ini, dirambah dan dikelola sedemikian rupa,hingga mampu menjadi hamparan sawah, yang akhirnya menghasilkan padi, sebagai penopang mata pencaharian seluruh masyarakat desa, terhitung sejak 2000 silam.

Setelah lahan ini menghasilkan, Pemerintah kabupaten (Pemkab) OKI, mulai mensosialisasikan program penanaman lahan sawit di daerah rawa, sejak 2007 lalu. ”Setelah lahan menjadi hamparan sawah yang telah mulai menghasilkan padi, kami digusur karena dijadikan lahan sawit perusahaan,” kata Suwaji pada acara Panen Raya Rakyat,Desa Nusantara, Air Sugihan, OKI, beberapa waktu lalu.

Dengan kebijakan itu, PT SAML pun hadir, dan, mengklaim memegang izin kepemilikan lahan tersebut. Padahal tanah seluas 1.200 ha tersebut merupakan milik Pemprov Sumsel, yang secara regulasi merupakan kawasan hijau bantaran sungai. Menyikapi hal ini, Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel, Eddy Yusuf pun merasa perlu untuk turun langsung,meninjau kondisi sebenarnya,sekaligus menghadiri panen raya yang digelar masyarakat Desa Nusantara, akhir Januari 2012 lalu.

Pada kesempatan itu,Eddy Yusuf meminta PT SAML, untuk menghentikan sementara aktivitasnya di wilayah Desa Nusantara, Air Sugihan, OKI. Sebab, menurut Wagub, saat ini Pemerintah provinsi (Pemprov) Sumsel tengah mengusulkan rekomendasi inklaf ke pemerintah pusat, atas lahan sawah seluas 1.200 hektar (ha), yang menjadi sengketa antara petani dengan pihak perusahaan.

”Saya meminta kepada perusahaan, untuk menyetop dulu aktivitasnya, jangan sampai membuat resah, hingga memancing keributan apalagi pertumpahan darah,” kata Eddy Yusuf, dalam sambutannya pada acara Panen raya rakyat, Desa Nusantara, Kec Air Sugihan, OKI,kemarin.

Lebih lanjut, Eddy Yusuf menyatakan, melihat kenyataan yang ada serta potensi hasil produksi padi dari para petani di Desa Nusantara,yang menurut Wagub, dapat diandalkan sebagai salah satu sentra penghasil beras di Sumsel,sehingga program Sumsel sebagai lumbung pangan nasional, dapat tetap berjalan.(*) 
 

Sumber : Seputar-indonesia.com
Selengkapnya...

Rabu, Maret 21, 2012

Alih fungsi lahan harus melibatkan masyarakat

Palembang (ANTARA News) - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengingatkan agar pengelolaan lahan dan kawasan hutan harus melibatkan partisipasi masyarakat sekitar, agar tidak muncul permasalahan di kemudian hari.

"Pengembangan kawasan hutan menjadi unit usaha pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya, sehingga memang harus melibatkan mereka dalam pembahasannya," kata Menhut.

Zulkifli juga berjanji akan segera menyelesaikan berbagai kasus sengketa lahan di Sumsel yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kehutanan.

"Kita akan lihat dan pelajari satu persatu permasalahannya, dan jika masyarakatnya keberatan, maka tidak akan dilakukan pembangunan di kawasan tersebut," ujar dia pula.

Seperti diketahui bahwa di berbagai daerah di Sumsel sering terjadi konflik antara warga dan pemerintah daerah terkait lahan kelola dengan pihak perusahaan perkebunan setempat.

Salah satunya di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang akan mengubah kawasan permukiman dan perkebunan rakyat menjadi perkebunan tebu.

Warga setempat menolak rencana tersebut, karena mereka sudah merasa dapat hidup sejahtera dengan kebun karet yang mereka miliki saat ini.

Konflik lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit juga berkali-kali terjadi di Sumsel, Lampung, dan beberapa daerah lain di Sumatera dan Kalimantan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel bersama kelompok LSM pendamping warga, terkait sejumlah konflik lahan di daerahnya yang belum kunjung menemukan solusinya, mendesak pemerintah dan pihak perusahaan serta para pihak dapat segera mencarikan jalan keluar terbaik secara permanen.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadart, berharap pada akhirnya opsi yang dipilih adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat kembali mendapatkan dan mengelola lahan yang selama ini dipersoalkan, mengingat proses alih kelola areal kebun itu umumnya bermasalah.

Sumber : antaranews.com
Selengkapnya...

Jumat, Maret 16, 2012

Naskah Deklarasi Gerakan Rakyat Anti PLTN di Indonesia

Delegasi dari 25 Organisasi dan pakar Nuklir di Indonesia mendeklarasikan Gerakan rakyat Tolak PLTN
Kami, Rakyat Indonesia,  sangat prihatin dengan semakin tingginya minat pemerintah Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di negara ini.  Kami sangat menyayangkan propaganda dan promosi pembangunan PLTN yang sangat gencar dilakukan oleh para promotor PLTN di Indonesia, terutama yang dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), dan Kementerian Riset dan Teknologi.

Kami menyaksikan, satu tahun lalu, kehancuran yang dihadapi oleh saudara kita di  Jepang ketika bahan radioaktif berbahaya dari PLTN  Fukushima Daiichi bocor ke dalam lautan, udara, tanah dan mengkontaminasi pasokan makanan dan air bersih. Kami menjadi saksi bahwa sebuah negara yang terkenal dengan kedisiplinannya, negara yang mempunyai budaya penanganan bencana yang sangat siap serta sistem peringatan dini yang sangat handal, gagal dalam menghadapi salah satu bencan nuklir terdahsyat setelah Chernobyl, Bencana Nuklir Fukushima.

Kami menjadi saksi Bencana Nuklir Terdahsyat sepanjang sejarah umat manusia, 25 tahun lalu, Bencana Nuklir Chernobyl yang kehancuran, dan dampak mematikannya masih  terus dirasakan oleh ratusan ribu orang yang tinggal di Chernobyl  Ukraina sampai detik ini.

Kami, Rakyat Indonesia, menyadari sepenuhnya bahwa negeri ini merupakan negeri yang terletak di cincin api, negeri yang sangat rawan bencana. Dengan potensi kebencanaan yang sangat tinggi, maka rencana Pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN adalah suatu tindakan yang sangat keliru, dan jelas bertentangan dengan akal sehat.

Kami, Rakyat Indonesia, menyadari sepenuhnya bahwa negeri ini dikarunia dengan sumber-sumber energi terbarukan yang berlimpah, aman, dan tersebar diseluruh penjuru nusantara. Sayangnya, sumbe-sumber energi terbarukan yang begitu berlimpah ini masih disia-siakan oleh pemerintah Indonesia.

Dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran diatas, maka hari ini, Minggu, 11 Maret 2012, Kami, Rakyat Indonesia, yang tergabung dalam gerakan masyarakat sipil Indonesia, dan masyarakat yang tinggal di Madura, Jepara, dan Bangka, daerah-daerah yang dijadikan target lokasi pembangunan PLTN oleh Pemerintah Indonesia, mendeklarasikan:

“Kami menolak keras rencana Pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN di negeri ini, kami menentang keras rencana pemerintah  untuk menghadapkan negeri ini pada risiko mematikan PLTN yang bisa setiap saat terjadi di negeri yang rawan bencana serta rentan korupsi ini. Kami meminta pemerintah Indonesia untuk melupakan selamanya fantasi untuk membangun PLTN di Indonesia,
dan segera mengalihkan dana sosialisasi dan propaganda PLTN untuk pengembangan energi terbarukan yang sebesar-besarnya demi keamanan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia”

PangkalPinang, 11 Maret 2012
1. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
2. Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Kep. Bangka Belitung
4. Pakar Nuklir Nasional
5. Masyarakat Rekso Bumi
6. Masyarakat Rajik
7. Masyarakat Permis
8. Masyarakat Sebagin
9. Forum Rakyat Menjelang Anti Nuklir
10. Forum Masyarakat Air Putih Anti Nuklir
11. Komunitas Pencinta Alam Stain Syekh Abdurahan Sidiq
12. Aliansi Masyarakat Madura Penolak Nuklir
13. Komunitas Bangka Belitung Cinta Laut
14. Jurnalis Peduli Bangka Belitung
15. Pemuda Perjuangan Demokrasi
16. Gerakan Muda Peduli Aspirasi Rakyat Bangka Barat
17. Gerakan Anti Maksiat Bangka Barat
18. Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Bangka Barat
19. Persatuan Masyarakat Balong / Koalisi Rakyat dan Mahasiswa Tolak PLTN
20. Muria Institute
21. Forum Matahari Jogja
22. The serumpun Institute
23. Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan
24. Sarikat Hijau Indonesia
24. greenpeace
25. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Bangka Barat

Silahkan download dokumen lebih lengkap : http://goo.gl/zXBbw
Selengkapnya...

Kamis, Maret 15, 2012

Walhi: REDD+ cuma proyek

Jakarta  - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, penerapan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+) hanya sebatas proyek, dan bukan pada penyelamatan hutan dan pengelolaan lingkungan yang berkeadilan.

"Walhi menilai sejauh ini, para pelaku dan pendukung REDD+, tidak memahami kondisi degradasi hutan dan lingkungan yang terjadi, konteks REDD+ hanya sebatas sebuah proyek dengan uang besar bukan pada bagaimana menyelamatkan hutan," kata Manajer Advokasi Hutan dan Perkebunan Skala Besar Eksekutif Nasional Walhi, Deddy Ratih di Jakarta, Kamis.

Menurut Deddy, REDD+ mengabaikan prinsip Free Prior and Informed Consent (FPIC) yaitu instrumen dalam hukum Internasional untuk melindungi hak-hak orang atau komunitas yang potensial terkena pengaruh suatu proyek pembangunan.

Ia mengatakan, pada proyek-proyek REDD+ tidak ada penyampaian awal tentang rencana proyek tersebut sebelum suatu daerah ditetapkan untuk menjadi daerah proyek percontohan REDD+.

"Hak untuk mendapatkan informasi yang memadai serta hak untuk melakukan ketidaksepakatan atas sebuah projek REDD+ di suatu daerah sampai sejauh ini tidak pernah diakomodasi dalam berbagai aktivitas penetapan sebuah kawasan `pilot project` REDD+," katanya.

Ia mengatakan, prinsip keadilan ekologis adalah memastikan adanya ruang-ruang produktif rakyat dengan keadilan distribusi lahan untuk masyarakat, adanya ruang-ruang penyokong sumber-sumber kehidupan rakyat serta terjaminnya akses dan kontrol rakyat atas sumber daya alam tidak menjadi salah satu hal yang diperhatikan.

Ia menambahkan, pelaku dan pendukung REDD+ memandang sebagai sebuah cara untuk mendapatkan uang dengan menjadikan pasar sebagai target utama, penyelamatan hutan menjadi target.

Permasalahan degradasi akut hutan Indonesia disebabkan konversi hutan menjadi kawasan non hutan tidak menjadi salah satu pemikiran penting, demikian juga emisi akibat dari praktek buruk pengelolaan lingkungan mulai dari penggunaan kawasan-kawasan ekologi penting seperti rawa gambut, taman nasional dan hutan lindung menjadi kawasan perkebunan besar dan tambang, katanya.

"Contoh seperti kasus Weda Bay, tambang di kawasan hutan lindung yang disokong oleh Bank Dunia melalui MIGA, lembaga penjaminan investasi yang dimiliki oleh Bank Dunia," ujar Deddy.

Kasus lainnya adalah pembiaran terhadap pembangunan perkebuanan kelapa sawit skala besar di Rawa Tripa, Aceh.

Maka diyakini proyek REDD+ tidak akan pernah menurunkan emisi dan tetap meningkatkan pemenuhan bahan baku industri ekstraktif, katanya.

Sumber :AntaraNews.com
Selengkapnya...

Kabupaten OKI Sumsel akan jadi lumbung gula

Kayuagung, Sumsel, (ANTARA News) - Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan, Ishak Mekki, menyatakan daerahnya akan dijadikan lumbung gula, di tengah kebutuhan gula yang semakin besar di Indonesia.

"Rencananya lahan tidur di daerah ini akan ditanami tebu dan dibangun pabrik gula. Diharapkan nanti akan bisa menyuplai kebutuhan nasional," kata dia, saat berdialog dengan warga OKI, di Kayuagung, Kamis.

Tetapi rencana tersebut ditentang warga, mengingat lahan yang akan dijadikan lokasi perkebunan tersebut merupakan lahan yang didiami warga.

Lahan yang akan dimanfaatkan untuk perkebunan tebu tersebut berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pangkalan Lampam dan Kecamatan Tulung Selapan.

Ketua Serikat Petani OKI, Makmun, menjelaskan bahwa warga menolak rencana bupati tersebut karena tanah itu merupakan lahan yang telah didiami warga sejak turun temurun nenek moyang mereka.

Warga pun akhirnya melakukan aksi demo ke kantor bupati OKI, untuk menuntut agar rencana tersebut dibatalkan.

Ishak Mekki pun akhirnya menyetujui tuntutan warga tersebut.

Menurut Bupati, rencana tersebut merupakan usulan pemerintah pusat yang menginginkan agar warga diberi lahan pekerjaan dengan adanya perkebunan tebu di tanah mereka sendiri. Selengkapnya...

Selasa, Maret 13, 2012

Warga Cabuti Patok PT BSS





KAYUAGUNG –Ratusan patok yang dipasang karyawan PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS) untuk lokasi bakal didirikannya perkebunan tebu akhirnya dicabuti warga selaku pemilik lahan tersebut kemarin.
 
Langkah ini dilakukan warga menindaklanjuti kesepakatan bersama antara masyarakat dan Bupati OKI Ishak Mekki saat menggelar demo di Kantor Bupati,Kamis (8/3). Sesuai kesepakatan bersama, Bupati OKI meminta waktu enam bulan untuk menyelesaikan masalah ini untuk mencabut izin prinsip lokasi PT BSS di 16 desa di Kecamatan Tulung Selapan dan Pangkalan Lampam.

Karena itu,seluruh patok yang dipasang PT BSS dicabut warga sehingga tidak boleh ada aktivitas pengukuran lahan warga selama permasalahan ini belum selesai. Menurut Camat Pangkalan Lampam Herliansyah, memang seluruh warga yang merasa tanahnya dipatok PT BSS telah mencabut semua patokpatok tersebut. “Ini sesuai kesepakatan bersama dengan Bupati OKI yang ditandatangani di Pemkab OKI beberapa waktu lalu, setelah masyarakat menggelar demo,”kata Herliansyah.

Namun,pihaknya tetap mengimbau kepada masyarakat jangan mudah terprovokasi dan lebih sabar menunggu sampai pihak Pemkab OKI dapat menyelesaikan masalah ini. ”Bupati telah berjanji akan menyelesaikan masalah ini dalam waktu 6 bulan dan jika memang tidak berpihak pada masyarakat, izin lokasi tersebut segera dicabut,”ujar dia.

Berdasarkan pantauan pihaknya, di beberapa desa yang masuk izin lokasi wilayah PT BSS memang seluruh warga sudah mencabut semua patok tersebut, kemudian tidak ada lagi aktivitas pengukuran lahan yang dilakukan pihak PT BSS. ”Saat ini di setiap desa yang masuk izin lokasi sudah kondusif, patok sudah dicabut warga, kemudian tidak ada lagi aktivitas pengukuran lahan, itu sesuai dengan isi kesepakatan bersama,”ujar Herliansyah.

Sementara itu, Edi, salah satu warga Desa Toman,Kecamatan Pangkalan Lampam, mengaku memang sudah mencabut patok yang dipasang PT BSS di lahannya.“Sesuai kesepakatan, kita sudah mencabut patok yang dipasang oleh pihak perusahaannya,” kata Edi. Sementara itu,Wakil Ketua DPRD OKI Aksweni mengharapkan, pihak perusahaan dapat mematuhi apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama yang ditandatangani secara bersama-sama.

”Kita akan kawal kasus ini sampai selesai, baik itu pemkab ataupun perusahaan kami harapkan bisa mematuhi kesepakatan tersebut,” kata Aksweni. Untuk sekadar diketahui, sebelumnya sekitar 3.000 masyarakat yang tergabung dari 16 desa dari Kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), didampingi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, mendatangi kantor Bupati OKI.

Mereka menuntut agar Bupati OKI Ishak Mekki segera mencabut izin lokasi PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS). Sebab,menurut mereka,kehadiran perusahaan yang bergerak di perkebunan tebu membuat masyarakat selaku pemilik tanah menjadi resah karena lahan milik mereka terancam digusur perusahaan tersebut.

Walaupun diganti rugi, masyarakat juga tidak akan memberikan lahannya kepada perusahaan tebu tersebut, karena lahan yang sudah menjadi kebun karet itu merupakan satu-satunya sumber mata pencarian masyarakat. 
 
Sumber : Seputar Indonesia
Selengkapnya...

WALHI Sumsel tanda tangani Deklarasi rakyat Tolak PLTN

Kadiv PPER Walhi Sumsel Hadi jatmiko, Saat Menanda tanangi Naskah deklarasi Tolak PLTN
(Pangkal Pinang,11/3) Sebanyak 25 organisasi rakyat dan LSM dan beberapa orang pakar Nuklir yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Y2 Cafe Pangkal pinang pada Minggu (11/3). Mengikuti kegiatan deklarasi Rakyat Tolak PLTN di Indonesia. bertepatan dengan Peringatan bencana Nuklir Fukushima Jepang yang terjadi satu tahun lalu.

Adapun Organisasi yang hadir tersebut, selain WALHI Bangka Belitung yang merupakan panitia acara adalah Walhi Nasional, Marem, Masyarakat Rajik, Masyarakat Permis, Masyarakat Sebagin, Kopassas, BEM UBB, AM2PN, JEC, KBCL, Gempar, Geram, PPDI, Forum Mapan, Forum Ramean,FMPL Babar, Sarekat hijau Indonesia,WALHI Sumsel. Dan beberapa pakar Nuklir lainnya Seperti Iwan kurniawan dan Lilo Sunaryo.

Menurut Hadi jatmiko yang merupakan Perwakilan dari WALHI Sumsel mengatakan, salah satu alasan kuat kami menolak adalah jarak antara propinsi Bangka Belitung atau daerah yang akan dibangun PLTN, sangat berdekatan dengan Sumsel yang hanya berjarak sekitar 25 Km. Sehingga pembangunan PLTN tersebut akan mengancam Keselamatan Rakyat dan lingkungan hidup di Sumatera Selatan.

” Kami menolak rencana pemerintah yang akan membangun PLTN di Indonesia, yang salah satunya akan dibangun di Propinsi Bangka belitung ” ujar Hadi di sela kegiatan tersebut.

Pernyataan perwakilan Walhi sumsel tersebut, dibenarkan oleh Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi, Indonesia tidak butuh PLTN masih banyak energi berkelanjutan yang bisa dimanfaatkan dan tersedia di Indonesia.

”Membangun PLTN di Indonesia sama dengan melakukan bunuh diri masal, hanya pemerintah dan orang orang bodoh yang menyetuji pembangunan PLTN karena disaat negara negara lain ingin meninggalkan PLTN, indonesia malah akan membangunnya”Kata ratno Budi  

Dalam kegiatan ini dilakukan penanda tanganan naskah deklarasi Rakyat Tolak PLTN di Indonesia, nantinya naskah tersebut akan dibawah dan dibacakan oleh perwakilan Indonesia pada pertemuan No Nuke Asia Forum Conference di Seoul, Korea Selatan (Korsel) tanggal 17-24 Maret mendatang.
Selengkapnya...

Ribuan Massa Serikat Petani OKI tuntut Bupati Cabut izin PT. BSS dan status kawasan Hutan


Massa aksi yang tergabung dalam SP-OKI saat berada di Halaman Kantor Bupati OKI
Lebih dari 4500 Petani yang berasal dari 16 desa kecamatan Tulung Selapan dan Pangkalan Lampam yang tergabung dalam organisasi Serikat Petani Ogan Komering Ilir (SPOKI) di dampingi oleh Lembaga Advokasi Walhi Sumsel, datangi kantor Pemkab OKI. Massa yang mengendarai 110 Truk, 100 Motor dan Puluhan sepeda tersebut, menuntut Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Ishak Mekki untuk segera mencabut Izin Prinsip perusahaan Perkebunan Tebu PT. Bumi Sriwijaya Sentosa yang ada di desa mereka.

Selain itu Massa juga menuntut Bupati OKI untuk segera mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan untuk mencabut penetapan status Kawasan hutan (HPKV) terhadap desa desa mereka.  Karena penetapan kawasan hutan tersebut, sangat tidak sesuai dengan fakta lapangan dimana masyarakat telah bertinggal sejak berabad- abad lamanya (Tahun 1800).

”Nenek moyang kami membuka dan memanfaatkan lahan, serta kami berada di sana jauh sebelum negara republik indonesia ini didirikan, sehingga hari ini juga kami minta kepada Bupati untuk merealisasikan tuntutan kami” Kata Makmun ketua SPOKI dalam orasinya. Yang di sambut dengan sorakan ribuan massa aksi lainnya.

Ditambahkan Makmun ” Tindakan Pemkab OKI, sama hal nya dengan MALING, karena itu hari ini kami membawa ratusan kentongan untuk mengusir maling maling yang ada di gedung ini” Pernyataan itupun langsung di sambung warga dengan membunyikan kentogan yang terbuat dari bambu tersebut, secara bersama sama sambil berteriak ”Bupati Maling, Maling Maling.”

Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat, saat berorasi dihadapan Ribuan petani
Setelah kurang lebih 2 jam massa melakukan Orasi di halaman kantor Pemkab OKI yang sempat di warnai dengan kericuhan antara massa dengan pihak kepolisian.Akhirnya perwakilan massa aksi yang terdiri dari 2 orang perwakilan masing masing desa ditemui oleh Bupati di Ruang Pertemuan Bende Seguguk.

Dalam pertemuan ini, Anwar sadat Direktur WALHI Sumsel menegaskan kembali kepada Bupati OKI bahwa Seluruh masyarakat dari 16 desa yang ada di kecamatan tulung selapan dan Pangkalan lampam, menuntut Bupati untuk segera mencabut SK no 418 tahun 2010 yang memberikan izin terhadap PT. BSS diatas lahan milik masyarakat, dan selain itu meminta bupati segera mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan untuk segera mencabut status kawasan hutan.

Menanggapi tuntutan tersebut Bupati OKI menjanjikan akan segera merealisasikannya ” saya berjanji paling lambat 6 bulan kedepan,akan mencabut izin tersebut, dan besok (red: 9/3) saya akan segera ke jakarta untuk menemui menteri kehutanan” kata Ishak mekki.


”Untuk patok patok batas yang telah di tanam oleh perusahaan di 16 Desa tersebut, saya persilahkan untuk masyarakat mencabutnya dan sejak hari ini juga, perusahaan tidak boleh beraktifitas lagi” ujar Ishak mekki yang merupakan ketua DPD Partai Demokrat Sumsel ini.

Atas pernyataan yang disampaikan oleh Bupati tersebut perwakilan masyarakat meminta Bupati untuk segera membuat surat pernyataan secara tertulis, hal inipun langsung di setujui oleh Bupati. Dengan memerintahkan kepala bagian hukum Pemkab OKI untuk segera membuatnya dan ditanda tangani oleh bupati.

”Surat hasil pertemuan hari ini yang saya tanda tangani, dapat masyarakat ambil di bagian hukum pemkab OKI” ungkapnya

Sebelum pertemuan ditutup masyarakat kembali menyampaikan sikapnya dan menginggatkan Bupati agar tidak mengingkari janjinya, ” Jika Bupati tidak merealisasikannya paling lambat 6 bulan ini, maka kami pastikan 10.000 petani akan mengepung kantor ini” kata makmun

Setelah mendapatkan surat tersebut, akhirnya aksi yang dilakukan sejak pagi hari inipun ditutup tepat pukul 18.00 Wib, seiring dengan di selesaikannya pembacaan isi surat pernyataan Bupati oleh Direktur Walhi Sumsel Anwar sadat, dihadapan ribuan massa.
Selengkapnya...

Tuntutan dan pernyataan sikap SPOKI kepada bupati OKI


Nomor  : 01/SP-OKI/i/III/2012
Prihal    : Pernyataan Sikap Aksi


“REVOLUSI Indonesia tanpa Land Reform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi. Melaksanakan Land Reform berarti melaksanakan satu bagian mutlak dari revolusi Indonesia. Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya orang-orang yang disuruh menggarap tanah itu!” (Soekarno, 1960)

Massa Aksi saat lakukan longmarch menuju Kantor Bupati OKI

Semua orang menyadari bahwa tanah merupakan aset penting bagi kehidupan manusia. Terlebih bagi kaum tani, tanah adalah sumber terpokok kehidupan. Tanah tempat petani hidup, tanah tempat petani menafkahi keluarga, tanah tempat petani memiliki kemampuan untuk mampu menyekolahkan anak-anaknya, tanah bagian dari harkat dan martabatnya, dan secara mendasar tanah bagi petani adalah bagian yang tidak tepisahkan dalam kehidupan, darah dan urat nadinya.
Namun sejarah telah mengguratkan, penindasan terhadap kaum tani khususnya berupa penguasaan atau penggusuran lahan secara sefihak yang dilakukan oleh kekuatan modal (asing, BUMN, dan swasta dalam negeri) hingga detik ini terus berlangsung. Parahnya penggusuran tersebut secara terang didukung penuh oleh Pemerintah yang seharusnya melindungi hak atas tanah rakyat. Hal tersebutlah yang menjadikan rakyat petani telah atau selalu hidup dalam gelimang kesengsaraan dan penderitaan.
            Sangat banyak tentunya dapat dijadikan contoh bagaimana praktek kekejaman pemilik modal yang disokong oleh Pemerintah dalam menggusur tanah kehidupan rakyat. Tidak hanya tanah yang hilang, berbagai peristiwa seperti; mendekam dalam penjara, hidup ketakutan, pengkriminalisasian, bahkan kehilangan nyawa selalu dialami rakyat dalam upaya rakyat yang hanya hendak mempertahankan setiap jengkal tanah kehidupannya.
            Terhadap kasus atau persoalan yang saat ini kami sampaikan merupakan sekelumit kasus pertanahan yang ada di Indonesia, di Propinsi Sumatera Selaran, termasuk di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Berangkat dari pemberian izin lokasi Bupati OKI kepada PT. Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS), masyarakat saat ini sangat resah. Di lapangan, terjadi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yakni berupa pengukuran rencana usaha yang dilakukan tidak hanya di tanah perkebunan rakyat bahkan juga terhadap wilayah perkampungan dan pemukiman rakyat. ATAS HAL ITU, RAKYAT MENILAI TIDAK HANYA TANAH ATAU USAHA RAKYAT SAJA YANG AKAN TERGUSUR, TETAPI KAMPUNG HALAMAN-PUN AKAN HANCUR OLEH KEPENTINGAN KAPITALIS PT. BSS. Pada sisi lainnya, secara sefihak Pemerintah-pun kemudian menetapkan tanah dan kampung halaman rakyat sebagai kawasan hutan. HAL ITU SEOLAH INGIN MENGANGGAP BAHWA RAKYAT DI SANA ADALAH PENDUDUK ILEGAL, yang berada di atas tanah Negara. PADAHAL NENEK MOYANG KAMI MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN LAHAN, SERTA KAMI BERADA DI SANA JAUH SEBELUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA INI DIDIRIKAN.
Menurut kami, jika pemerintah benar-benar ingin melihat rakyatnya lebih maju, makmur, sejahtera dan bermartabat, maka yang harus dilakukan adalah berikan bantuan bibit pertanian dan perkebunan kepada rakyat, berikan bantuan permodalan dan teknologi pertanian. Serta hal lainnya yakni bangun pabrik pengolahan karet di wilayah kami. BUKAN MALAH SEBALIKNYA MEMBERIKAN IZIN KEPADA PERUSAHAAN YANG HANYA AKAN MEMPERKAYA DIRI SECARA PERORANGAN NAMUN AKAN MENGHANCURKAN KEHIDUPAN PULUHAN RIBU RAKYAT DI BANYAK DESA di sana!
Kami tidak ingin larut dalam bualan manis baik dari Pemerintah maupun Perusahaan, yang sering mengatakan bahwa investor akan memberikan lapangan kerja, memakmurkan rakyat, membangun kemitraan yang menguntungkan. SEBAB SEMUANYA SUDAH SANGAT JELAS, KENYATAAN TELAH MEMPERLIHATKAN BANYAK RAKYAT MISKIN KARENA TANAHNYA DIGUSUR, BANYAK RAKYAT DI PEDESAAN PINDAH KE KOTA DAN MENJADI PENGANGGUR KARENA TIDAK LAGI PUNYA TANAH, BANYAK RAKYAT DI DESA MENJADI BUDAK DI LUAR NEGERI KARNA TANAHNYA DIRAMPAS, DAN SETERUSNYA, DAN SETERUSNYA YANG PADA INTINYA MEMBUAT RAKYAT TANI MELARAT KARENA KEHILANGAN TANAHNYA.

Dengan mendasarkan atas perihal yang telah kami uraikan di atas, kami yang tergabung dalam kesatuan organisasi tani SP – OKI bersama WALHI Sumatera Selatan dengan dukungan berbagai organisasi massa tani dan organisasi tingkat nasional lainnya, dengan ini menuntut;
  1. Segera cabut izin lokasi PT. Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS) dan menolak keberadaan perusahaan lainnya di wilayah kami;
  2. Bebaskan wilayah kami dari status kawasan hutan (HPKV) karena tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dimana telah berabad-abad masyarakat hidup dan bertempat tinggal di wilayah tersebut;
  3. Tuntaskan konflik-konflik pertanahan di Kabupaten OKI dengan mendasarkan pada azas keadilan bagi rakyat;
  4. Laksanakan keadilan sumber daya alam dan agraria sejati;


Demikianlah untuk diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh Pemerintah Kabupaten OKI dan Pemerintahan terkait lainnya.

OKI, 8 Februari 2012 
Ketua SP – OKI,
Koordinator Aksi,

Makmun
Selengkapnya...

Kamis, Maret 01, 2012

Gerakan Moral 1000 Untuk Dimas


Bertinggal di dekat kediaman elit di Komplek BSI didaerah Macan Lindungan Palembang. Dimas (7 Tahun) harus tabah menerima pil pahit hidupnya.Tumor ganas yg menghinggapi wajahnya sejak lahir (2005) hingga kini semakin membesar.. Tetangga di wilayah BSI pun seolah bungkam. Blm pasti, apakah warga yg tinggal diwilayah tersebut memang tidak mengetahui keberadaan Dimas atau bahkan tdk tahu menahu urusan yg tengah didera tetangganya. Hidupnya terkucilkan, propaganda dunia mengkerdilkan dirinya hingga tak bisa berbuat apa-apa.

Inilah yg mendorong kami yuntuk turut membantu Dimas n keluarganya. Seiring harapan yg semakin menyeruak atas kesembuhan Dimas. Kami sempat mengkonsultasikan ke dokter spesialis bedah.betapa terkejutnya, ketika dr.Roni SpSB menyebutkan dana yang mesti digelontorkan utk operasi Dimas mencapai Rp 100 Juta. Tentu nominal fantastis, yang mesti dirogoh dari kantong kami yang kebanyakan mahasiswa dan aktifis sosial apalagi Keluarga Dimas yang ayahnya bekerja hanya sebagai penjaga Warnet. Akan tetapi hal tersebut tak menenggelamkan keinginan kami untuk membantu kesembuhan Dimas. berbagai upaya yg kami tempuh utk kesembuhan Dimas misalnya mengakses Progran Kesehatan Gratis yang di degung2 oleh Pemprop Sumsel berapa tahun belakangan namun yg kami dptkan hny cerita panjang soal buruknya Birokrasi pemerintah Sumsel, shg hanya membuat kami bertanya BENARKAH ADA PROGRAM PENGOBATAN GRATIS DI SUMSEL?

Dimas (7Th) Penderita Tumor Ganas
Kondisi Dimas yang nyaris seluruh wajahnya digelayuti tumor ganas menjadi penting untuk segera diselamatkan. Mata kirinya nyaris tidak dapat melihat lagi lantaran ditutupi tumor tersebut. Untuk makan atau minumpun, Dimas mesti melalui jalur kiri bibir kecilnya yg memang sudah cukup sulit untuk dibuka secara normal.

Sadar akan kondisi ini, Melalui ”Gerakan 1.000 untuk Dimas” kami pun mencoba mengetuk Hati saudara2, yg kami yakin masih memiliki rasa empati utk membantu sesama,menyumbangkan sebagian rezeki yg didpt sehari2 utk kesembuhan”DIMAS”. Dan saat ini dana yang terkumpul dari Penggalangan Dana Publik di jalanan (ngecrek) yang kami lakukan, telah mencapai kurang Lebih RP. 20.000.000 dari sekitar 100 juta yang diperlukan untuk biaya Operasi (Keterangan Dokter Ahli Bedah)

Bantuan bisa disalurkan melalui rekening BNI 0235051334 AN. Muh. Zainul Arifin, atau kontak kami di 085267049951 An. Dedek chaniago atau 085769159045 a.n Rendi Hariwijaya atau dapat datang langsung ke Posko Peduli Dimas di Jalan Sumatera 1 no 771 kelurahan 26 Ilir kecamatan IB 1 Palembang ( Sekretariat Walhi Sumsel)
Selengkapnya...

Pengobatan Dimas Perlu Dana 100 Juta * Ngidap Tumor Ganas

PALEMBANG (8/2),  Untuk melakukan pengobatan kepada Muhamad Dimas Romadon (8) yang menderita penyakit Tumor Ganas di mata sebelah sebelah kiri membutuhkan biaya paling sedikit 100 juta rupiah. Hal ini diketahui saat beberapa mahasiswa yang mengkonsultasikannya ke dokter spesialis bedah.
Hal ini terungkap ketika LPM Unsri dan Walhi Sumsel menggelar siaran pers  tentang penggalangan  dana untuk biaya pengobatan Dimas di Kantor Walhi Sumsel, Senin (6/2). Muhamad Dimas Romadhon yang akrab disapa dimas ini adalah anak dari pasangan suami istri Dicky Mariansyah dan Titin Rusliawati. Dia menderita tumor ganas sejak lahir.
Menurut perwakilan LPM Unsri, Rendi Hariwijaya, dirinya dan teman teman lainnya telah mendatangi kediaman orang  tua Dimas. Dimana orang tua laki laki Dimas bekerja sebagai penjaga warnet dan orang  tua perempuan bekerja sebagai penjaga kios buah di pasar. Rendi juga mengatakan, penyakit yang diderita Dimas ini memang pernah diobati oleh pihak keluarga pada tahun 2007 lalu, dan pada tahun 2008 juga dilakukan operasi di pipi kirinya, namun penyakit yang ada pada Dimas tak kunjung hilang juga. Maka disarankan dokter untuk dioperasi di Jakarta dan memerlukan biaya sebesar Rp 100 juta. “Untuk biaya sebesar itu keluarga Dimas tidak sanggup dikarenakan pendapatan sehari hari dari kedua orang tuanya hanya cukup untuk makan saja.
Rendi juga menambahkan untuk itulah mereka menggelar siaran pers agar masyarakat Sumsel khususnya dapat membantu biaya pengobatan bagi Dimas. Maka kita juga akan melakukan semacam gerakan peduli Dimas yakni “1000 untuk Dimas”. ‘’Dengan harapan agar Dimas secepatnya dapat segera dioperasi. Untuk saat ini dana yang sudah ada sekitar Rp 7.655.536, tentunya dana ini masih kurang untuk melakukan operasi. Maka dari itu kita akan turun ke jalan guna menggalang dana. Selain itu juga akan dilakukan advokasi Pendampingan keluarga Dimas ke Pemerintah Provinsi Sumsel,” tegas Rendi.

Sumber : SumselPost.com Selengkapnya...