WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Maret 22, 2012

PERJUANGAN SUWAJI, MEMPERTAHANKAN LAHAN GARAPAN (2/HABIS)

Berjuang hingga Titik Nadir, Demi Masa Depan.

Di sini negeri kami,tempat padi terhampar.Samudranya kaya raya,negeri kami subur Tuhan.Di negeri permai ini,berjuta rakyat bersimbah luka.Anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja. Mereka dirampas haknya,tergusur, dan lapar.
Alat berat PT.SAML yang siap mengusur lahan pertanian Petani Desa Nusantara (foto Walhi Sumsel)

Sebagian lirik di atas adalah lagu Darah Joeang karya Tan Malaka. Lagu ini dengan lantang dinyanyikan Suwaji dan ratusan kepala keluarga dari Desa Nusantara,Jalur 27,Air Sugihan, OKI.Kala itu, pertengahan Desember 2011 mereka berdemonstrasi menentang pengalihan lahan sawah garapan mereka menjadi kebun sawit.

Bait-bait lagu itu terasa begitu menghunjam di sanubari mereka,karena dirasa cukup menggambarkan penderitaan mereka saat ini. Lahan persawahan seluas 1.200 hektare (ha) yang selama ini menjadi topangan hidup dia dan warga lainnya, tiba-tiba tak bisa lagi mereka garap,persis saat bulir-bulir padi itu mulai menguning,tanda siap dipanen.Tanah subur itu bakal beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.

Awalnya tanah itu hanya berupa sarang hama dan binatang buas.Pada 1980,warga datang dari Jawa dan mulai bercocok tanam di areal itu hingga pada 2005 upaya mereka menyulap ladang gersang menjadi subur dan menghasilkan. Belum puas menikmati hasil jerih payah mereka,pada 2007 tiba-tiba muncul beberapa orang yang mengaku dari sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dengan berpegang pada izin prinsip yang diberikan pemerintah kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI),mereka datang dan membawa sejumlah alat berat,siap menggusur sawah milik para petani Desa Nusantara. ”Kami sempat mengalami kerugian besar,ketika alat berat merusak padi kami yang sedang bunting (berisi).Namun, kami sempat melakukan perlawanan demi mempertahankan padi kami,”kata Suwaji.

Dua kali coba dilakukan mediasi pihak Pemkab OKI, warga tetap bersikukuh menolak kehadiran perusahaan, karena khawatir bakal kehilangan mata pencahariannya sebagai petani padi. “Kami mohon pemerintah, untuk mendengarkan keluhan dan permohonan kami warga petani Desa Nusantara ini. Pemprov,kami harapkan dapat menjadi dewa penyelamat bagi warga desa.Sebab,apapun yang terjadi kami akan tetap mempertahankan lahan ini,demi masa depan anak cucu kami,”ujarnya.

Suwaji menambahkan, pihaknya bukan menolak keberadaan perusahaan,malah sangat mendukung keberadaan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.Tetapi, saat warga baru mulai bisa menikmati hasil pertanian berupa beras di lahan tersebut, masih sangat membutuhkan hasil panen mereka sebagai penopang kehidupan anak dan cucunya,sementara pemerintah juga masih sangat membutuhkan beras sebagai komoditas utama pangan negara ini.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menilai,1.200 ha tanaman padi warga terancam dengan kehadiran PT SAML (Selatan Agro Makmur Lestari). ”Tidak sedikit bentuk intimidasi yang dilakukan PT SAML,untuk mengusir warga. Namun,warga memilih bertahan dan ingin memperjuangkan apa yang diusahakan sejak lama,”ungkap Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat.

Sadat menambahkan,selain menurunkan alat berat yang merusak tanaman padi, perusahaan juga melibatkan aparat untuk menakuti warga. Tujuannya sama,yakni mengganggu kenyamanan sehingga membuat penduduk memilih pindah lokasi tanam ke tempat lain. ”Kita mengetahui,negara melalui Undang-undang No 22/2011,juga mengatur perlindungan lahan pangan berkelanjutan. Itu sebabnya kami hadir dan mengadukan nasib ke pemerintah provinsi hingga DPRD Sumsel,dengan harapan bisa mendapatkan kembali lahan warga,”kata Sadat.

Menurut Sadat,berdasarkan rapat dengar pendapat di Pemprov Sumsel yang dihadiri Kepala Kanwil Badan Pertanahan Negara (BPN) Sumsel, September 2011,diketahui bahwa PT SAML pada dasarnya tak memiliki HGU (hak guna usaha),sehingga pihaknya bersama para petani di Desa Nusantara,Air Sugihan, OKI,yakin lahan yang sudah diusahakan warga secara turun menurut itu dapat di inklaf nantinya.

Apapun hasilnya nanti,jelas apa yang terjadi terhadap warga Desa Nusantara,Air Sugihan, OKI,Sumsel ini bertentangan dengan program yang baru dicanangkan pemerintah pusat terkait peningkatan  produksi pangan Indonesia.  

Sumber : Seputar-Indonesia.com



Artikel Terkait:

0 komentar: