Palembang, Kompas - DPRD Sumatera Selatan akan mengajukan rancangan peraturan daerah yang mengatur tentang pembakaran lahan. Raperda tersebut dibuat berdasarkan hak inisiatif anggota DPRD.
Ketua Fraksi PKS DPRD Sumsel Yuswar Hidayatullah, Senin (11/1), mengutarakan, Fraksi PKS mengusulkan raperda tersebut karena bahaya yang ditimbulkan akibat kebakaran lahan.
Menurut Yuswar, setiap terjadi kebakaran lahan selalu petani yang diperkarakan. Padahal, petani sudah memiliki budaya membakar untuk membuka lahan. Kearifan lokal tersebut perlu diatur dalam perda.
”Raperda itu juga mengatur perusahaan perkebunan besar. Perusahaan harus mempunyai alat dan personel pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran tidak meluas,” kata Yuswar.
Ia mengungkapkan, dengan adanya perda tersebut, perusahaan besar tidak bisa seenaknya membuka lahan dengan cara membakar. Pemerintah kabupaten/kota juga harus aktif mencegah terjadinya kebakaran lahan.
Yuswar menambahkan, pemerintah kabupaten/kota bertindak selaku koordinator dalam upaya mencegah kebakaran lahan. Pemerintah kabupaten/kota harus mengawasi setiap orang atau perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar.
”Pembakaran lahan jangan sampai menjadi kejadian luar biasa. Apalagi, selalu masyarakat yang disalahkan, tetapi perusahaan tidak pernah disalahkan,” ujarnya.
Menurut Yuswar, perda tersebut juga mendorong dilakukannya program pelatihan petugas pemadam kebakaran lahan.
”Dulu, program seperti itu pernah ada. Tetapi, setelah dananya habis, program tidak dilanjutkan,” kata Yuswar.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Sumsel Bambang Utoyo mengutarakan, perda tersebut sudah pernah dibahas antara Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup Sumsel.
Bambang menuturkan, dalam peraturan Menteri Kehutanan ditegaskan, pembakaran lahan tidak diperbolehkan kecuali untuk penelitian.
Perhatikan petani
Deputi Direktur Walhi Sumsel Muhammad Fadly mengatakan, raperda tersebut harus memerhatikan kepentingan petani. Sebab, petani masih harus membuka lahan dengan cara membakar. Belum ada teknologi untuk membuka lahan tanpa membakar.
”Pembahasan raperda itu terhenti karena Walhi menolak aturan tanpa pembakaran seperti yang diinginkan pemerintah,” kata Fadly.
Ia mengungkapkan, petani sebelum membakar lahan sudah berkoordinasi dengan petani lain yang memiliki lahan di sekitarnya. Petani juga telah membuat sekat bakar untuk mencegah kebakaran lahan meluas. Menurut dia, Riau pernah memiliki perda semacam itu, tetapi dicabut setelah uji materi. (WAD)
Ketua Fraksi PKS DPRD Sumsel Yuswar Hidayatullah, Senin (11/1), mengutarakan, Fraksi PKS mengusulkan raperda tersebut karena bahaya yang ditimbulkan akibat kebakaran lahan.
Menurut Yuswar, setiap terjadi kebakaran lahan selalu petani yang diperkarakan. Padahal, petani sudah memiliki budaya membakar untuk membuka lahan. Kearifan lokal tersebut perlu diatur dalam perda.
”Raperda itu juga mengatur perusahaan perkebunan besar. Perusahaan harus mempunyai alat dan personel pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran tidak meluas,” kata Yuswar.
Ia mengungkapkan, dengan adanya perda tersebut, perusahaan besar tidak bisa seenaknya membuka lahan dengan cara membakar. Pemerintah kabupaten/kota juga harus aktif mencegah terjadinya kebakaran lahan.
Yuswar menambahkan, pemerintah kabupaten/kota bertindak selaku koordinator dalam upaya mencegah kebakaran lahan. Pemerintah kabupaten/kota harus mengawasi setiap orang atau perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar.
”Pembakaran lahan jangan sampai menjadi kejadian luar biasa. Apalagi, selalu masyarakat yang disalahkan, tetapi perusahaan tidak pernah disalahkan,” ujarnya.
Menurut Yuswar, perda tersebut juga mendorong dilakukannya program pelatihan petugas pemadam kebakaran lahan.
”Dulu, program seperti itu pernah ada. Tetapi, setelah dananya habis, program tidak dilanjutkan,” kata Yuswar.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Sumsel Bambang Utoyo mengutarakan, perda tersebut sudah pernah dibahas antara Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup Sumsel.
Bambang menuturkan, dalam peraturan Menteri Kehutanan ditegaskan, pembakaran lahan tidak diperbolehkan kecuali untuk penelitian.
Perhatikan petani
Deputi Direktur Walhi Sumsel Muhammad Fadly mengatakan, raperda tersebut harus memerhatikan kepentingan petani. Sebab, petani masih harus membuka lahan dengan cara membakar. Belum ada teknologi untuk membuka lahan tanpa membakar.
”Pembahasan raperda itu terhenti karena Walhi menolak aturan tanpa pembakaran seperti yang diinginkan pemerintah,” kata Fadly.
Ia mengungkapkan, petani sebelum membakar lahan sudah berkoordinasi dengan petani lain yang memiliki lahan di sekitarnya. Petani juga telah membuat sekat bakar untuk mencegah kebakaran lahan meluas. Menurut dia, Riau pernah memiliki perda semacam itu, tetapi dicabut setelah uji materi. (WAD)
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar