Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:31 WIB
PALEMBANG, KOMPAS - Pengesahan rencana tata ruang wilayah Provinsi Sumatera Selatan molor hingga akhir 2010. Kurangnya koordinasi internal antardinas, aspirasi masyarakat, dan lemahnya basis data spasial ditengarai menjadi penyebab.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Penataan Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Selatan Regina Ariyanti mengakui hal itu pada diskusi publik ”Mewujudkan Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Selatan yang Berbasiskan Keselamatan Rakyat dan Lingkungan” Jumat (29/1) di Wisma Maharani, Kota Palembang.
”Seharusnya, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTRW provinsi harus disahkan selambatnya akhir 2009. Sebab, tahun 2010, RTRW provinsi akan dijadikan acuan untuk menyusun RTRW kabupaten dan kota,” kata Regina seusai diskusi.
Penyebab molornya pengesahan RTRW Sumsel terutama karena lemahnya koordinasi antardinas dan instansi pemerintah. Menurut Regina, beberapa dinas seolah tak terbuka terhadap rencana kerja mereka yang berkaitan penggunaan wilayah. Bappeda Sumsel mengonfirmasi rencana kerja dinas itu sejak Januari.
Penyebab lain adalah kurangnya sosialisasi publik mengenai RTRW sehingga banyak aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi dalam rancangan RTRW Sumsel. Masalah itu akan diatasi dengan cara menggiatkan konsultasi publik di tingkat kabupaten kota.
Tak berpihak
Pemutakhiran data spasial berupa peta wilayah, foto udara, dan citra satelit juga menjadi masalah. Jumlah data masih minim sehingga berpengaruh terhadap kedetailan teknis penyusunan RTRW.
”Kami sudah bekerja sama dengan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai penyedia data. Semoga tahun ini pemutakhiran data bisa terwujud,” kata Regina.
Regina berjanji akan menuntaskan RTRW akhir tahun 2010 seoptimal mungkin. Namun, menurut Raflis, anggota Transparancy International Indonesia, kemunduran pengesahan RTRW justru akan membuka peluang terhadap investasi yang tak berpihak pada kepentingan publik maupun lingkungan hidup.
Salah satu contoh adalah wacana alih fungsi lahan Gedung Olahraga Sriwijaya di Kota Palembang menjadi pusat perbelanjaan dan hotel. Padahal, dalam RTRW yang masih berlaku, kawasan itu seharusnya menjadi ruang terbuka hijau.
”Pemerintah daerah harus konsisten. Seluruh izin pembangunan harus distop sampai ada rencana yang detail,” katanya.
Dosen arsitektur Universitas Muhammadiyah Palembang, Zuber Angkasa, mengatakan, para akademisi siap membantu Pemprov Sumsel menyusun RTRW. ”Kami siap membantu sesuai keahlian masing-masing,” ujar Zuber. (YOP)
PALEMBANG, KOMPAS - Pengesahan rencana tata ruang wilayah Provinsi Sumatera Selatan molor hingga akhir 2010. Kurangnya koordinasi internal antardinas, aspirasi masyarakat, dan lemahnya basis data spasial ditengarai menjadi penyebab.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Penataan Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Selatan Regina Ariyanti mengakui hal itu pada diskusi publik ”Mewujudkan Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Selatan yang Berbasiskan Keselamatan Rakyat dan Lingkungan” Jumat (29/1) di Wisma Maharani, Kota Palembang.
”Seharusnya, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTRW provinsi harus disahkan selambatnya akhir 2009. Sebab, tahun 2010, RTRW provinsi akan dijadikan acuan untuk menyusun RTRW kabupaten dan kota,” kata Regina seusai diskusi.
Penyebab molornya pengesahan RTRW Sumsel terutama karena lemahnya koordinasi antardinas dan instansi pemerintah. Menurut Regina, beberapa dinas seolah tak terbuka terhadap rencana kerja mereka yang berkaitan penggunaan wilayah. Bappeda Sumsel mengonfirmasi rencana kerja dinas itu sejak Januari.
Penyebab lain adalah kurangnya sosialisasi publik mengenai RTRW sehingga banyak aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi dalam rancangan RTRW Sumsel. Masalah itu akan diatasi dengan cara menggiatkan konsultasi publik di tingkat kabupaten kota.
Tak berpihak
Pemutakhiran data spasial berupa peta wilayah, foto udara, dan citra satelit juga menjadi masalah. Jumlah data masih minim sehingga berpengaruh terhadap kedetailan teknis penyusunan RTRW.
”Kami sudah bekerja sama dengan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai penyedia data. Semoga tahun ini pemutakhiran data bisa terwujud,” kata Regina.
Regina berjanji akan menuntaskan RTRW akhir tahun 2010 seoptimal mungkin. Namun, menurut Raflis, anggota Transparancy International Indonesia, kemunduran pengesahan RTRW justru akan membuka peluang terhadap investasi yang tak berpihak pada kepentingan publik maupun lingkungan hidup.
Salah satu contoh adalah wacana alih fungsi lahan Gedung Olahraga Sriwijaya di Kota Palembang menjadi pusat perbelanjaan dan hotel. Padahal, dalam RTRW yang masih berlaku, kawasan itu seharusnya menjadi ruang terbuka hijau.
”Pemerintah daerah harus konsisten. Seluruh izin pembangunan harus distop sampai ada rencana yang detail,” katanya.
Dosen arsitektur Universitas Muhammadiyah Palembang, Zuber Angkasa, mengatakan, para akademisi siap membantu Pemprov Sumsel menyusun RTRW. ”Kami siap membantu sesuai keahlian masing-masing,” ujar Zuber. (YOP)
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar