Antara - Selasa, 26 Januari
Palembang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mengingatkan agar rencana operasional Bus Rapid Transit (BRT) Transmusi di Kota Palembang harus dilengkapi lebih dulu dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Manager Pengembangan Sumberdaya Organisasi (PSDO) WALHI Sumsel Hadi Jatmiko mendampingi Direktur Eksekutifnya Anwar Sadat di Palembang, Selasa, mengingatkan, menjadi kewajiban Pemkot Palembang sebagai pemrakarsa BRT Transmusi untuk melengkapi Amdal-nya.
"Dokumen Amdal itu dapat menjadi acuan, sehingga operasional Bus Transmusi tidak akan menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat dan berdampak buruk bagi pelestarian lingkungan di Palembang," ujar Hadi pula.
Menurut dia, hingga saat menjelang peluncuran operasional Bus Transmusi itu ternyata belum diketahui adanya dokumen Amdal tersebut.
Padahal Amdal merupakan syarat mutlak bagi setiap kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup, seperti diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup serta PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
Apalagi, lanjut Hadi, tujuan operasional Bus Transmusi itu adalah untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, mengurangi emisi karbon dari gas buang kendaraan bermotor, serta menciptakan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu bagi masyarakat pengguna kendaraan umum sehingga akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
Karena itu, WALHI Sumsel mendesak Pemkot Palembang untuk menghentikan sementara operasional BRT Transmusi sebelum semua persyaratan Amdal dipenuhi.
Pemkot Palembang juga diminta segera membuat peraturan daerah (perda) tentang pembatasan kepemilikan dan pemakaian kendaraan pribadi sebagai solusi untuk mengatasi polusi udara dan mengurangi kemacetan di jalan.
"Kami juga menuntut agar Pemkot Palembang segera merealisasikan 30 persen ruang terbuka hijau sesuai dengan mandat UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan lingkungan di Palembang ini," demikian Hadi Jatmiko.
Palembang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mengingatkan agar rencana operasional Bus Rapid Transit (BRT) Transmusi di Kota Palembang harus dilengkapi lebih dulu dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Manager Pengembangan Sumberdaya Organisasi (PSDO) WALHI Sumsel Hadi Jatmiko mendampingi Direktur Eksekutifnya Anwar Sadat di Palembang, Selasa, mengingatkan, menjadi kewajiban Pemkot Palembang sebagai pemrakarsa BRT Transmusi untuk melengkapi Amdal-nya.
"Dokumen Amdal itu dapat menjadi acuan, sehingga operasional Bus Transmusi tidak akan menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat dan berdampak buruk bagi pelestarian lingkungan di Palembang," ujar Hadi pula.
Menurut dia, hingga saat menjelang peluncuran operasional Bus Transmusi itu ternyata belum diketahui adanya dokumen Amdal tersebut.
Padahal Amdal merupakan syarat mutlak bagi setiap kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup, seperti diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup serta PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
Apalagi, lanjut Hadi, tujuan operasional Bus Transmusi itu adalah untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, mengurangi emisi karbon dari gas buang kendaraan bermotor, serta menciptakan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu bagi masyarakat pengguna kendaraan umum sehingga akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
Karena itu, WALHI Sumsel mendesak Pemkot Palembang untuk menghentikan sementara operasional BRT Transmusi sebelum semua persyaratan Amdal dipenuhi.
Pemkot Palembang juga diminta segera membuat peraturan daerah (perda) tentang pembatasan kepemilikan dan pemakaian kendaraan pribadi sebagai solusi untuk mengatasi polusi udara dan mengurangi kemacetan di jalan.
"Kami juga menuntut agar Pemkot Palembang segera merealisasikan 30 persen ruang terbuka hijau sesuai dengan mandat UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan lingkungan di Palembang ini," demikian Hadi Jatmiko.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
Siaran Pers
- Siaran Pers : Penegakan Hukum, Bukti Keseriusan Negara Memutus Rantai Kejahatan Korporasi
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Walhi Sumsel Apresiasi Pembentukan Satgas Percepatan penyelesaian Konflik Agraria dan SDA di Muba.
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- 160 Hari Pemiskinan Warga Cawang Gumilir oleh PT. Musi Hutan Persada Negara Dimana?
- Walhi Sumsel : Stop Alih Fungsi dan Reklamasi Rawa Palembang !
- Walhi Sumsel : Penegakan Hukum Perusahaan Pembakar Hutan masih Setengah Hati!
- Kaburnya Hukum dalam Kabut Asap Kasus Karhutla
- Kronologis Penembakan Warga Oleh Aparat Saat Demo Tolak Tambang.
- 5 Tahun Moratorium Menjadi Kamuflase Regulasi Eksploitasi SDA Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar