WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, April 25, 2013

ICW Segera Laporkan PTPN VII Cinta Manis ke KPK

 

Emerson Yuntho (ICW) saat menghadiri sidang anwar sadat Direktur Walhi Sumsel yang di jadikan TAPOL Agraria oleh Polisi karena membela Petani yang lahannya di Rampas PTPN VII (Foto : http://twitpic.com/clqf0c )

Palembang: Indonesia Corruption Wach (ICW) segera melaporkan dugaan korupsi PTPN VII unit Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan (Sumsel) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini dijelaskan  Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Juntho, Rabu (24/4) di Palembang.

"Kami memang sejak tiga tahun terakhir fokus investigasi terhadap usaha perkebunan dan PTPN itu akan kami laporkan ke KPK Minggu depan," jelasnya.

ICW mencurigai adanya indikasi korupsi dan kerugian negara atas tindakan prasyarat perusahaan perkebunan yang tidak dipatuhi.

"Kami melihat ada indikasi ke sana dan perusahaan yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal)," ujarnya.

Namun ICW belum menemukan kasus suap yang mungkin terjadi antara berbagai pihak termasuk suap terhadap pejabat daerah atau negara.

Selain melaporkan hasil investigasi tersebut ICW juga akan melaporkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), karena dinilai melakukan pembiaran terhadap perusahaan yang tidak memenuhi prasyarat tersebut.

"Ada indikasi kerugian negara penerimaan negara bukan pajak dan pajak yang harus di setorkan oleh perusahaan itu. Dan harus ditelisik lagi bahwa ada tindakan yang tidak membayarkan kewajiban perusahan," ungkapnya.

Ia menambahakan 22 perusahan perkebunan sawit lokal dan milik luar negeri di Kalimantan Barat dan Timur telah merugikan negara Rp9,8 triliun dari pelanggaran prasyarat perusahaan.

Namun, dari hasil investigas yang dilakukan terhadap perusahaan gula PTPN VII unit Cinta Manis,  sementara baru diketahui Rp1 miliar lebih kerugian negara.

"Temuan awal invetigasi ICW ada kerugian sebesar Rp1 miliar lebih, namun kami masih mendalami penghitungana atas kerugian tersebut. Ini merupakan telisik pertama untuk perusahaaan negara," tutupnya. Selengkapnya...

Rabu, April 24, 2013

ICW dan Walhi Siap Laporkan PTPN VII Ke KPK

PALEMBANG-Indonesia Coruption Wacth (ICW) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) tengah mempersiapkan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh PTPN VII.

"Kita tengah mempersiapkan laporan ke KPK terkait dugaan korupsi yang dilakukan oleh PTPN VII. Minggu depan akan kita sampaikan langsung berkasnya," ungkap Emerson Yuntho dari ICW, Rabu (24/42013) pada media briefing yang digelar di Palembang.

Dugaan korupsi terkait adanya potensi kehilangan penerimaan negara dari produksi PTPN VII, serta patut diduga beroperasi secara ilegal.

Dugaan ini terkait dengan keberadaan luasan lahan produksi yang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU),dan operasional yang ilegal terkait legalitas pengelolaan lahan tersebut.

Jumlah lahan yang PTPN VII yang memiliki HGU mencapai sekitar 6 ribu hektar, sementara luasan toal mencapai lebih dari 20 ribu hektar. Lahan yang tersisa sekitar 13 ribu hektar lebih tidak memiliki HGU. Selisih areal lahan ini yang kemudian menjadi potensi kerugian negara dari sektor pajak.

sumber : http://sumsel.tribunnews.com/2013/04/24/icw-dan-walhi-siap-laporkan-ptpn-vii-ke-kpk?utm_source=twitterfeed&utm_medium=facebook Selengkapnya...

Sabtu, April 20, 2013

Kuasa Hukum Sadat dan Dedek Tetap Meminta Majelis Hakim Hadirkan Pagar

Sidang Anwar sadat dan Dedek caniago (Foto Walhi Sumsel)

-Ditolak Majelis Hakim karena pagarnya sudah berfungsi-

PALEMBANG, - Sidang lanjutan dengan terdakwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago dalam kasus pengrusakkan pagar gerbang Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) pada akhir Januari 2013, Kamis (18/4/2013), di Pengadilan Negeri Klas IA Palembang ditunda.
Selain Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa saksi yang sedianya memberi keterangan pada sidang kali ini, ternyata tidak dapat hadir dikarenakan saksi sedang berdinas untuk pengamanan Pilgub Sumsel. Kuasa Hukum terdakwa juga baru bisa menghadirkan saksi mereka pada sidang lanjutan Senin (22/4/2013) depan.
Menanggapi keterangan JPU tersebut, Hakim Ketua M. Yunus, SH menegaskan, bahwa sesuai kesepakatan pada sidang 15 April 2013 lalu, apabila JPU  tidak dapat menghadirkan saksi, maka sudah tidak ada lagi saksi yang diajukan JPU.
Selanjutnya Hakim Ketua meminta Kuasa Hukum terdakwa untuk segera menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa. Dalam kesempatan itu, Kuasa Hukum Terdakwa Munhur Satyahaprabu, SH menjelaskan, akan menghadirkan 7 orang saksi, dimana ada lima saksi fakta dan 2 saksi ahli dari UGM dan IPB.
Kuasa Hukum juga meminta agar Majelis Hakim untuk menghadirkan barang bukti berupa pagar Polda Sumsel yang rusak. Namun ditegaskan oleh Hakim Ketua, bahwa barang bukti berupa pagar Polda Sumsel cukup melalui bukti otentik foto. Tidak mungkin pagar tersebut dibawa ke dalam persidangan, karena selain berat juga posisi pagar sudah terpasang rapi.
“Bila Kuasa Hukum ingin melihat barang bukti tersebut (pagar Polda Sumsel –red) silahkan datang kesana,” ujarnya
Sidang akan dilanjutkan pada 22 April 2013 untuk mendengarkan keterangan saksi yang meringankan

Sumber : http://beritanda.com/nusantara/sumatera/sumatera-selatan/12934-kuasa-hukum-sadat-dan-dedek-tetap-meminta-majelis-hakim-hadirkan-pagar.html
Selengkapnya...

LPSK Pantau Persidangan Aktivis Walhi Sumatera Selatan

 

Menolak Bungkam (Foto: Walhi Sumsel )

TEMPO.CO, Palembang - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memantau secara langsung jalannya persidangan terhadap terdakwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago di Pengadilan Negeri Palembang. Direktur dan Staf Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan itu terlibat kasus perusakan pagar Markas Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.

"Kedua terdakwa sebenarnya korban. LPSK akan menelusuri penyimpangan-penyimpangan yang bisa mengarah pada kriminalisasi terhadap terdakwa," kata tenaga ahli LPSK, Maharani Siti Shopia, Kamis, 18 April 2013.

Menurut Maharani, hari ini Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai akan memutuskan bentuk perlindungan yang akan diberikan kepada kedua terdakwa. "Nanti sore Pak Ketua akan memberikan keterangan lengkapnya kepada wartawan," ujarnya.

Jaksa penuntut umum, K.G.S. Mashun, dalam dakwaannya memaparkan bahwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago merancang aksi unjuk rasa petani di depan Mapolda Sumatera Selatan di Palembang pada 29 Januari 2013.

Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 170 KUHP (melakukan perusakan) dan Pasal 160 KUHP (melakukan penghasutan) dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara. Namun, persidangan dilanjutkan pekan depan karena jaksa tidak bisa menghadirkan saksi.

Persidangan terhadap Anwar dan Dedek, dua dari tiga aktivis yang ditangkap oleh aparat Polda Sumatera Selatan, sudah dimulai sejak 4 Maret lalu. Adapun penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pencari Fakta Walhi Sumatera Selatan membantah bahwa Anwar dan Dedek melakukan perusakan pagar Polda Sumatera Selatan.

“Minggu depan kami akan hadirkan dua saksi ahli dari IPB dan UGM serta lima orang dari Walhi untuk meringankan terdakwa,” ucap salah seorang anggota Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta, Munhur Satyahaprabu.

Munhur menegaskan, semua dakwaan jaksa penuntut umum dinilai tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenarnya.

sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/04/18/058474247/LPSK-Pantau-Persidangan-Aktivis-Walhi-Sumatera-Selatan Selengkapnya...

Rabu, April 17, 2013

Sidang Sadat dan Dedek, Saksi Tidak Melihat Terdakwa Beri Komando

PALEMBANG, BeritAnda - Sidang lanjutan atas kasus dugaan pengrusakan pintu pagar Polda Sumsel oleh aktivis lingkungan hidup Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago, pada tanggal 29 Januari 2013 lalu, Senin (15/4/2013) kembali digelar di Pengadilan Negeri Klas I Palembang.

Sidang yang dipimpin M. Yunus, SH (Hakim Ketua), Zahri, SH dan Arnelia, SH (Hakim anggota) ini masih mendengarkan keterangan saksi yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menghadirkan tiga saksi dari masyarakat, sekaligus peserta demo pada saat kejadian yaitu Suhartiono (supir mobil), Sukir (peserta demo/petani karet warga Muba) dan Suhardi (peserta demo/petani karet warga Muba).
Dalam persidangan tersebut, secara umum ketiga saksi menyatakan tidak mengetahui siapa pemberi komando untuk merobohkan pagar Polda Sumsel, dan mereka mengakui tidak melihat kedua terdakwa berada di depan massa saat insiden tersebut terjadi.
Sidang akan dilanjutkan pada 18 April 2013 dengan menghadirkan 2 orang saksi dari JPU dan 2 orang dari Kuasa Hukum. (Iir)
sumber : http://beritanda.com/nusantara/sumatera/sumatera-selatan/12844-sidang-sadat-dan-dedek-saksi-tidak-melihat-terdakwa-beri-komando.html

Selengkapnya...

Tolak Hadirkan BB, Kuasa Hukum Sadat dan Dedek Siap Laporkan Hakim ke KY

Anwar sadat dan dedek caniago saat memasuki ruang sidang yang di sambut puluhan pimpinasn Organisasi Petani di Sumsel
Palembang - Dalam sidang lanjutan kasus perobohan pagar Polda Sumatera Selatan, dengan terdakwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago, tim kuasa hukum terdakwa menilai ada keganjilan, karena saat kuasa hukum terdakwa meminta Majelis Hakim (MH) untuk menghadirkan barang bukti (BB) berupa pagar yang diklaim telah dirusak oleh kedua tersangka, ditolak oleh MH yang dipimpin oleh M Yunus SH, (Hakim Ketua), Arnelia SH (Hakim anggota), dan Zahri SH (Hakim anggota).
Penolakan hakim untuk menghadirkan BB inilah yang dianggap oleh kuasa hukum terdakwa tidak relevan. Oleh karena itu, kuasa hukum terdakwa dalam waktu dekat ini akan melaporkan MH ke Komisi Yudisial (KY).
Hal ini disampaikan oleh salah satu tim kuasa hukum terdakwa, Muhnur Satyahaprabu. SH, Senin (15/4/2013) saat diwawancarai seusai persidangan.
Menurutnya, saat di persidangan, BB haruslah diperlihatkan secara nyata, bukan hanya gambar atau fotonya saja, karena kalau berdasarkan gambar atau foto, bisa saja direkayasa dan tidak ada alasan bagi MH untuk tidak menghadirkan BB tersebut.
"Apapun alasan MH untuk tidak menghadirkan BB, bagi kami tindakan tersebut tidak rasional, karena seyogyanya apa yang menjadi tuduhan terhadap terdakwa haruslah diperkuat dengan keterangan saksi dan bukti-bukti," ujarnya.
Atas dasar inilah, lanjutnya, maka kami akan melaporkan tindakan hakim tersebut ke KY dalam waktu dekat ini, dengan harapan KY dapat melihat ataupun menilai kinerja-kinerja hakim yang berada di daerah. Selain itu, hal ini kami lakukan untuk tegaknya supremasi hukum yang seadil-adilnya.
"Jangan kan cuma pagar, banyak juga di persidangan-persidangan lainnya menghadirkan mobil truck dan itu bisa dihadirkan, tapi kenapa kok hakim sepertinya enggan memperlihatkan bukti adanya pengrusakan pada pagar Polda Sumsel tersebut," tutup Muhnur Satyahaprabu. (Iir)
sumber : http://beritanda.com/nusantara/sumatera/sumatera-selatan/12842-tolak-hadirkan-bb-kuasa-hukum-sadat-dan-dedek-siap-laporkan-hakim-ke-ky.html
Selengkapnya...

Sadat: Banyak Keterangan Saksi Tidak Benar

PALEMBANG, - Sidang lanjutan perkara Anwar Sadat dan Dedek Chaniago saat ini telah memasuki agenda keterangan saksi. Bertempat di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (1/4/2013), beberapa saksi dari pihak kepolisian telah memberikan keterangannya di hadapana majelis hakim yang dipimpin langsung oleh A. Yunus.

Dari keterangan-ketarangan yang diberikan oleh para saksi tersebut, menurut terdakwa Anwar Sadat banyak yang direkayasa, seperti dirinya dan Dedek Chaniago dianggap ikut dalam aksi dorong-mendorong pagar Markas Besar Polisi Daerah (Mapolda) Sumatera Selatan, sehingga menyebabkan adanya kerusakan yang terjadi terhadap pagar Mapolda tersebut.
“Dari keteragan-ketarangan para saksi tadi ada yang benar, dan ada yang tidak benar, seperti halnya ketika terjadinya dorongan terhadap pagar tersebut. Saksi mengatakan bahwa Dedek Chaniago mengenakan pakaian putih, padahal pada saat itu Dedek mengenakan kaos berwarna hitam, kemudian saya dan Dedek dikatakan ikut dalam aksi mendorong pagar, padahal saya pada waktu itu tidak ikut dalam mendorong pagar Mapolda Sumsel,” terang Sadat saat di wawancarai wartawan seusai persidangan.
Sementara itu, Dedek Chaniago di dalam persidangan, juga sempat membantah ketika saksi mengatakan dirinya ikut merobohkan pagar Mapolda Sumsel.
Menurutnya, dirinya hanya melakukan orasi-orasi biasa saja, dan tidak pernah memprovokasi massa aksi untuk mendorong pagar Polda. “Apa yang dikatakan oleh para saksi tadi, tidak semuanya benar, ada juga yang salah. Pada waktu aksi yang kedua kami lakukan, saya hanya melakukan orasi-orasi biasa saja, dan tidak ada perintah untuk merobohkan pagar Mapolda Sumsel, dan ketika massa aksi mendorong pagar Mapolda Sumsel, saya dan Sadat (Anwar Sadat -red) tidak ikut mendorong pagar tersebut, tidak seperti apa yang disampaikan saksi tadi,” tutup Dedek Chaniago.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Senin (8/4/2013) mendatang, masih mendengarkan keterangan saksi. 

Sumber :  http://beritanda.com/nusantara/sumatera/sumatera-selatan/12640-sadat-banyak-keterangan-saksi-tidak-benar-.html
Selengkapnya...

Walhi dan Sopir Truk Jadi Saksi

PALEMBANG - Begitu Anwar Sadat dan Dedek Chaniago tiba di PN Palembang, sidang keterangan saksi terhadap kedua terdakwa pengerusakan pagar Mapolda Sumsel itu dimulai di PN Palembang, Senin (15/4/2013).

Adapun saksi yang dipanggil adalah dari Walhi dan sopir truk yang mengangkut para pendemo.

Dari keterangan para sopir, mereka mengaku tidak tahu apa yang terjadi saat Walhi Sumsel dan ratusan petani menggelar orasi di Polda Sumsel.

Mereka mengatakan, saat orasi berlangsung, mereka parkir sekitar 500 meter dari Polda Sumsel.

"Sebab itu, saya sama sekali tidak melihat apa yang terjadi dan tidak mendengar apa yang mereka katakan," kata Wahitno, salah satu sopir.

Sama halnya dengan Sudir. Sudir hanya tahu, ia mengantar petani untuk orasi di Polda Sumsel bersama Walhi Sumsel.

"Namun, saya sempat mendengar sedikit teriakan 'Hidup Petani' dari para pendemo. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan," kata Sudir.

Sebelum sidang dimulai, Anwar dan Dedek langsung disambut masa Walhi dan puluhan petani yang sudah menanti sidang di ruang sidang. Mereka langsung menjabat tangan dan memeluk Anwar dan Dedek

sumber : http://palembang.tribunnews.com/2013/04/15/walhi-dan-sopir-truk-jadi-saksi
Selengkapnya...

Jumat, April 12, 2013

LSPK berikan perlindungan direktur Walhi Sumsel


Anwar Sadat Direktur Walhi Sumsel sesaat Setelah Sidang ( Foto ; Walhi Sumsel )
Palembang (ANTARA Sumsel) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan memberikan perlindungan kepada Direktur Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago yang kini menjadi terdakwa perkara pengerusakan pagar mapolda setempat.

Kedua aktivis Walhi Sumsel itu mengajukan perlindungan kepada LSPK karena merasa kurang nyaman dalam proses menjalani sidang perkara tersebut, kata Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili P Siregar ketika melakukan kunjungan ke Palembang, Selasa.

Menurut dia, beberapa pekan lalu kedua aktivis walhi Sumsel mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK karena merasa kurang nyaman dalam menjalani sidang perkara terkait aksi unjuk rasa petani Ogan Ilir memperjuangkan lahan mereka yang bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, di depan mapolda di Palembang pada 29 Januari 2013 yang berakhir ricuh.

"Kedatangan kami ke lembaga pemasyarakatan tempat aktivis itu ditahan,untuk menindaklanjuti pengaduan mereka yang disampaikan tiga pekan lalu dan mendengarkan alasan mereka secara langsung mengapa sampai memerlukan perlindungan LPSK," ujar Lili.

Dijelaskannya, berdasarkan alasan dan data dari aktivis Walhi yang selama ini gencar membantu petani dan warga Ogan Ilir menyuarakan kasus-kasus PTPN VII, yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan seperti diberikan kepada para korban kekerasan dan penembakan Brimob yang terjadi di Desa Limbang Jaya pada 27 Juli 2012.

Dengan diberikannya perlindungan kepada kedua aktivis itu,  semua pejuang hak petani di Ogan Ilir itu selama menjalani proses hukum harus bersama LPSK, katanya.

Sementara tim advokasi hukum dan pencari fakta (Tahta) Walhi Sumsel berharap kedatangan Komisioner LPSK ke Palembang ini menjadi titik terang bagi penegakan hukum baik yang terjadi di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir yang mengakibatkan seorang bocah Angga bin Darmawan meninggal dunia maupun yang dialami kedua aktivis itu.

"Kami selaku kuasa hukum berharap banyak kepada LPSK, karena penembakan  yang terjadi di Limbang Jaya serta kasus terdakwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago sebagai wujud arogansi polisi dan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan," ujar koordinator Tahta Walhi Sumsel Mualimin
Selengkapnya...

Saksi sidang aktivis Walhi Sumsel terkesan rekayasa

Foto ; Walhi Sumsel
Palembang (ANTARA Sumsel) - Tim kuasa hukum Walhi Sumatera Selatan menilai beberapa saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Palembang, Senin, dengan terdakwa aktivis lingkungan Anwar Sadat dan Dedek Chaniago terkesan direkayasa

"Terdapat banyak kejanggalan atas apa yang disampaikan para saksi dalam persidangan terkait aksi unjuk rasa berakhir ricuh yang digelar di pengadilan pekan lalu dan hari ini," kata Koordinator Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta (Tahta) Walhi Sumsel Mualimin Pardi, seusai mendampingi terdakwa dalam sidang lanjutan itu.

Menurut dia, saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntun umum (JPU) dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ahmad Yunus semuanya dari anggota Polda Sumsel.

Keterangan para saksi tersebut memberatkan kedua terdakwa dan dinilai menyesatkan karena tidak masuk dalam logika berpikir.

Beberapa keterangan saksi yang tidak relevan seperti soal warna baju yang dipakai terdakwa mendampingi petani Ogan Ilir memperjuangkan lahannya yang bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda Sumsel, Palembang 29
Januari 2013 yang berakhir ricuh.

Kemudian keterangan para saksi yang menyatakan jarak atau posisi mereka dengan pintu pagar gerbang Mapolda yang roboh didorong massa sekitar dua meter dinilai mengada-ada karena faktanya tinggi pagar sekitar empat meter yang secara logka jika roboh menimpa dan melukai saksi, katanya.

Dijelaskannya, melihat terdapat banyak kejanggalan dalam proses persidangan kliennya Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat dan seorang stafnya Dedek Chaniago, tim Tahta akan mengambil tindakan hukum dan melaporkan ke Mabes Polri

"Kami mengingatkan saksi-saksi dari pihak Polda Sumsel yang dihadirkan pada sidang, agar tidak menjadi saksi boneka yang diatur oleh komandannya karena tindakan itu salah secara hukum, serta merupakan wujud rekayasa hukum dan kriminalisasi terhadap aktivis Walhi yang berupaya mendampingi petani memperjuangkan lahan mereka yang dikuasai PTPN VII untuk perkebunan tebu dan pabrik gula Cinta Manis," ujarnya.

Jika para saksi yang dihadirkan dalam proses persidangan dua aktivis Walhi Sumsel itu tetap melakukan kebohongan dan rekayasa akan dilaporkan ke Mabes Polri.

Untuk memberikan dukungan moral kepada aktivis Walhi Sumsel, dalam sidang lanjutan itu dihadiri sejumlah pengurus Walhi dari berbagai provinsi di Sumatera di antaranya Direktur Walhi Sumatera Utara Kusnadi, Direktur Walhi Sumatera Barat Ani Elza Rahmi, Direktur Walhi Riau Heriansyah
Usman, Direktur Walhi Jambi Musri Nauli, termasuk Walhi provinsi kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi dan tim advokasi Walhi pusat Munhur Satyahaprabu, kata Mualimin pula Selengkapnya...

Kamis, April 11, 2013

Konflik Lahan : Banyak warga dijadikan Tersangka

Direktur Walhi Se- Sumatera sesaat selesai menghadiri Sidang Anwar sadat Direktur dan dedek Caniago Staf Walhi Sumsel (Foto; Walhi Sumsel 8/4)
PALEMBANG, - Jumlah warga dan aktivis pendamping warga yang dijadikan tersangka dalam konflik lahan dan tambang terus meningkat. Hal ini dinilai sebagai bentuk tak adanya keberpihakan aparat hukum terhadap kepentingan masyarakat dalam sengketa lahan dengan perusahaan.

Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) Hadi Jatmiko mengatakan, selama Januari-April tahun ini sudah sekitar 200 warga dan aktivis dipanggil kepolisian terkait konflik tersebut.

”Dari 200 orang itu ada yang sudah ditahan, ditetapkan sebagai tersangka, ataupun dipanggil dalam proses penetapan tersangka. Ini merupakan kriminalisasi warga yang memperjuangkan hak mereka,” katanya, di Palembang, Sumsel, Rabu (10/4).

Kondisi ini menjadi sorotan dalam pertemuan Walhi se-Sumatera dan Bangka Belitung yang berlangsung di Palembang, pekan ini. Pertemuan tersebut dihadiri pimpinan Walhi se-Sumatera dan Bangka Belitung.

Awal 2013, angka tertinggi terdapat di Sumsel. Sebanyak 55 orang, terdiri dari 52 warga dan 2 aktivis Walhi Sumsel, ditetapkan sebagai tersangka dalam konflik lahan.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat merupakan salah seorang yang ditahan sejak akhir Januari lalu dengan tuduhan melakukan penghasutan dan perusakan pagar Markas Kepolisian Daerah Sumsel dalam unjuk rasa yang berakhir ricuh.

Unjuk rasa itu berlatar belakang sengketa lahan warga Kabupaten Ogan Ilir dengan PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis. Warga Ogan Ilir, Kamaludin, dan aktivis Walhi Sumsel, Dedek Chaniago, ditahan terkait peristiwa yang sama.

Diadukan perusahaan

Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, tiga warga dari Desa Nusantara dan Margatani, yaitu Sukirman (43), Saiful (41), dan Tursiman (54), ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian Ogan Komering Ilir. Penetapan mereka sebagai tersangka didasarkan atas pengaduan PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML). Warga Desa Nusantara bersengketa lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit itu sejak 2009.

”Kami dituduh membuat resah perusahaan dengan melakukan pendudukan tanpa hak pada lahan HGU PT SAML,” kata Sukirman.

Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli mengatakan, konflik lahan di Sumatera terus bertambah seiring dengan meningkatnya investasi sumber daya alam ke Sumatera. Warga yang selama ini menggarap lahan kian tergusur.

Direktur Walhi Se- Sumatera (Foto ; Walhi Sumsel 7/4)


Sumber : http://regional.kompas.com/read/2013/04/11/09120944/Banyak.Warga.Dijadikan.Tersangka
Selengkapnya...

Banyak Kejanggalan, Tim Pengacara Sadat Ancam Pidanakan Saksi

Saksi Kepolisian saat di minta keterangan oleh Hakim yang diduga memberikan keterangan Palsu (Foto : Walhi Sumsel )

Tak hanya keterangan saksi yang diduga penuh rekayasa dan keanehan, majelis hakim pun membatasi pengacara Sadat mengajukan pertanyaan kepada para saksi JPU.
Sidang aktivis lingkungan  hidup dari Walhi Sumatera Selatan (Sumsel), Anwar Sadat, dan Dedek Chaniago, memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi memberatkan. Pada Senin(8/4/13), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dari anggota kepolisian daerah Sumsel, Ujang Thabrani dan Indra Gunawan. Tim advokasi dan pencari fakta (Tahta) menemukan, dari keterangan para saksi banyak kejanggalan. Bahkan,  saat menjawab, saksi mendapat semacam arahan dari polisi yang berdiri di belakang majelis hakim.
Mualimin Pardi, Koordinator Tahta sekaligus penasehat terdakwa menyayangkan keterangan saksi-saksi membingungkan dan ada beberapa tidak relevan. “Setelah kita cocokkan dengan bukti di lapangan cocok. Salah satu keterangan soal warna baju terdakwa,” katanya, Senin(8/4/13) dalam keterangan kepada media.
Dia mengatakan, ada banyak lagi keterangan-keterangan menyesatkan dan tidak masuk logika berpikir, seperti keterangan jarak antara saksi dengan pagar hanya dua meter. “Padahal kita lihat tinggi pagar empat meteran, tapi saksi tidak luka. Inilah yang menyesatkan dan mengada-ngada,” ujar dia.
“Kami harus tegas kepada para saksi pada sidang besok. Kami akan pastikan tidak akan ada lagi saksi boneka yang diatur-atur komandan karena itu salah secara hukum. Itu juga wujud rekasaya hukum dan kriminalisasi pada klien kami” ujar Tomy Indrayan, pengacara Sadat yang lain.
Kejadian-kejadian dalam sidang itu, menyebabkan Tahta akan mengambil tindakan hukum salah satu, laporan pidana. “Kami mengingatkan saksi-saksi yang akan dihadirkan Senin besok, kalau masih ada kebohongan dan rekayasa, berdasarkan pasal 242 KUHP kami akan laporkan ke Mabes Polri,”  ucap Mualimin.
Ungkapan senada dari Muhmur Satyahaprabu, dari Tahta. Dikutip dari Beritanda.com, dia mengatakan, ada kesimpangsiuran keterangan antara saksi pertama dan saksi kedua pada sidang Senin(8/4/13). Menurut keterangan saksi pertama, posisi terdakwa pada saat itu orasi bersamaan dengan roboh pagar Polda Sumsel. “Artinya tidak ada kesempatan bagi terdakwa ikut mendorong pagar Polda Sumsel hingga terjatuh.”
Saksi kedua, Indra Gunawan, mengungkapkan, setelah orasi, terdakwa turun dari mobil komando dan ikut mendorong. “Ini sudah jelas, keterangan saksi-saksi inilah yang kami anggap tidak sinkron, karena dapat dilihat dalam posisi waktu yang sama tetapi ada dua versi keterangan,” ujar dia.
Kedua materi saksi, katanya, membuktikan tidak ada pencegahan oleh kepolisian. Semestinya, jika ada dugaan massa aksi akan merobohkan pagar, kepolisian mengantisipasi karena ada satu pleton Sabhara dari Polresta Palembang ditambah anggota Polda Sumsel. “Kami nilai ada kesengajaan atau patut diduga klien kami  sengaja dijebak. Sebab, tuntutan massa aksi waktu itu penyelesaian konflik tanah di PTPN VII Cinta Manis. Berdasarkan inilah kami menilai banyak orang ‘bermain’ dalam kasus ini.”
Muhnur juga mengkritisi, persidangan karena majelis hakim membatasi kuasa hukum  mengajukan pertanyaan kepada para saksi yang dihadirkan JPU. Dalam persidangan itu, majelis hakim hanya memberikan tiga orang pengacara untuk bertanya kepada saksi yang dihadirkan JPU kali ini. “Ini jelas mempengaruhi suatu proses peradilan yang fair. Seharusnya majelis hakim memberikan keleluasaan kepada para pengacara bertanya hingga tercapai kebenaran-kebenaran materil yang ingin disampaikan para pengacara.” Sidang Sadat dan Dedek dilanjutkan Senin(15/4/2013), masih agenda mendengarkan keterangan saksi dari JPU.
Dari blog Musri Nauli, tim advokasi Walhi, dalam tulisan berjudul “Memahami Ketidakdilan” mencurahkan kekesalan dalam menjalani persidangan Sadat yang penuh kejanggalan. Blog itu, menyebutkan, pada sidang 1 April 2013, dihadirkan tiga saksi dari anggota Polda Sumsel, yaitu Kamaruddin, Abdul Gani dan Karsono. Terjadi simpang siur keterangan saksi satu dengan saksi lain.
Ketiganya serempak menerangkan Sadat dan Dedek ikut mendorong pagar dan ikut merobohkan pagar. Keterangan ini tidak relevan dengan keterangan mereka sendiri.  Saat pertanyaan, apakah Sadat dan Dedek menggunakan mikropon atau sound system (pakai mobil pick up), para saksi kesulitan menerangkan. Mereka juga diperintahkan untuk menjawab “iya”– ditandai anggukan seorang yang berdiri di belakang majelis disaksikan yang hadir di persidangan.
Foto-foto yang diperlihatkan JPU,  jelas menggambarkan posisi Dedek dan Sadat berorasi di mobil pick up terletak sekitar 10 meter. “Apakah begitu terburu-burunya Sadat dan Dedek setelah orasi langsung mendorong dan menjatuhkan pagar?”
Pada Selasa (29/1/13), aksi sekitar 500 orang terdiri dari aktivis berbagai organisasi masyarakat sipil di Sumsel dan petani Ogan Ilir di depan Mapolda Sumsel, berakhir bentrok dengan polisi. Serbuan aparat kepada peserta aksi di tengah guyuran hujan itu menyebabkan beberapa aktivis dan petani menderita luka-luka, termasuk Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, bersimbah darah dengan robek di kepala.
Dari aksi itu, sekitar 25 orang diamankan, 11 ditahan di Polda Sumsel, 14 di Polresta Palembang. Dalam perkembangan, semua tahanan dilepas, hanya tiga menjadi tersangka, kini terdakwa, Anwar Sadat, Dedek Chaniago dan Kamaludin.
Selengkapnya...

Selasa, April 09, 2013

Janggal, Persidangan Aktivis Walhi

(Foto: Walhi Sumsel 8/4) Persidangan anwar sadat dan dedek caniago, agenda mendengarkan keterangan saksi dari Pihak JPU yang dihadiri oleh Direktur Walhi Se-Sumatera
Tim advokasi dan pencari fakta kriminalisasi aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wallhi) Sumatera Selatan menangkap banyak kejanggalan dalam persidangan Anwar Sadat dan Dedek Chaniago.
Saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum semuanya adalah anggota kepolisian di wilayah Polda Sumsel.
Menurut Kordinator tim advokasi Mualimin Pardi banyak kejanggalan yang disampaikan saksi-saksi tersebut termasuk beberapa keterangan saksi yang tak relevan.
“Dan setelah kami cocokan dengan bukti di lapangan banyak yang tak cocok, misalnya keterangan bisa dilihat soal warna baju yang dipakai terdakwa,” kata Mualimin.
Keterangan lain yang dianggap menyesatkan adalah saksi tersebut menyebut jarak antara dirinya dengan pagar hanya dua meter.
Padahal dengan tinggi tembok yang empat meter tingginya saksi sama sekali tak terluka ketika tembok itu roboh.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa lainnya, Tomy Indyan mengancam akan mempidanakan keterangan saksi-saksi yang dianggap mengada-ada.
Idyan akan mengadukan saksi atas tuduhan memberikan keterangan palsu.  Tomy berencana akan melaporkan saksi-saksi itu ke Mabes Polri.
Kami akan tegas kepada para saksi pada sidang, kami akan pastikan tidak akan ada lagi saksi boneka yang diatur-atur  oleh komandannya karena itu salah secara hukum. Ini juga wujud rekasaya hukum dan kriminalisasi terhadap klien kami” kata Tomy.
Anwar dan Dedek diseret ke kursi pesakitan atas dakwaan melanggar pasal 170 dan 160 KUHP karena dianggap melakukan perusakan pagar Mapolda Sumsel saat aksi bersama petani 29 Januari 2013 silam.
Petani berunjuk rasa ke Polda Sumsel untuk memperjuangkan lahan mereka yang dikuasai PT Perkebunan Nusantara VII yang mengusahakan perkebunan tebu dan pabrik gula Cinta Manis di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Aksi unjuk rasa itu berakhir ricuh saat massa petani yang marah merusak pagar Polda Sumsel.(E2)

Sumber : http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.php?id=2519#.UWJXLIIdGgA.facebook
Selengkapnya...

Kamis, April 04, 2013

Memahami Rasa "Ketidakadilan"

Di tulis oleh Musri Nauli,SH

Pengambilan sumpah para saksi sebelum didengar keterangannya oleh Hakim (Foto: Walhi Sumsel 1/4/13 )
Perasaan bercampuk-aduk. Sedih, kesal, tidak terima diperlakukan tidak adil, terganggu ilmu hukum yang dipelajari di kampus, marah, kecewa. Rasa inilah yang penulis rasakan ketika mendampingi Anwar Sadat dan Dedek Chaniago dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Palembang tanggal 1 April 2013.

Sebagai advokat yang mendampingi perkara, memang dibutuhkan “ketenangan” berfikir dan melihat persoalan ini secara obyektif. Posisi advokat yang tidak tepat menjadi pihak harus melihat persoalan ini dari sudut pandang ilmu hukum. Dengan dasar itulah, penulis harus “kadangkala” menahan rasa kecewa, marah untuk sejenak melihat persidangan ini secara utuh. Melepaskan “sejenak” rasa marah. Meninggalkan “rasa kecewa” dan tetap fokus melihat persidangan.
Namun sebagai “sesama teman ED” yang bertanggungjawab untuk menjaga kelangsungan organisasi sebesar Walhi, peran ini tidak boleh dipandang enteng. Pikiran itulah yang penulis rasakan. Bercampur aduk antara mengurusi perkara “Anwar Sadat”, posisi penting sebagai Direktur Walhi dan tentu saja sebagai sahabat yang “merasakan semangat bergelora” memperjuangkan keyakinan.

Sehingga tidak salah kemudian, didalam persidangan, alam bawah sadar “harus selalu” diteriakkan untuk melihat agar persidangan menjadi fair dan tidak memihak kepada kepada kepentingan diluar hukum. Apalagi kemudian hukum dijadikan “alat” represif “menghukum” para pengkritik yang berbeda pandangan dengan penguasa.

Catatan perjalanan proses hukum baik dimulai dari proses pemeriksaan di Kepolisian hingga dimuka persidangan, memaksa penulis harus menunjukkan bahwa proses demokrasi tengah berlangsung dan harus terus diperjuangkan. Dalam tahap pemeriksaan, entah menggunakan pemikiran yang “keliru”, pihak penyidik selalu “memaksa” Dedek Chaniago dan Anwar Sadat “menyatakan demonsrasi” memerlukan izin. Sempat sedikit emosi penulis beragumen, dasar hukum apa yang menyatakan “demonstrasi harus memerlukan izin”.

Sempat perdebatan kecil, namun dengan tegas penulis mengeluarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang dengan tegas menyatakan “demonstrasi tidak memerlukan izin”.

Perdebatan “dimulai” dengan pertanyaan. Apakah pernah membaca UU no. 9 tahun 1998 ?. penulis kaget ketika penyidik sama sekali tidak mengetahui UU No. 9 Tahun 1998. Dengan penasaran penulis menyatakan “untuk apa perdebatan dimulai, apabila UU mengenai demonstrasi aja tidak pernah dibaca.

Membicarakan “demonstrasi” tidak terlepas dari UU No. 9 Tahun 1998. Secara tegas limitatif, disampaikan, “bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia”. Makna filosofi dari UU ini sebenarnya dengan tegas menyatakan “menyampaikan pendapat” adalah hak.

Dalam UU secara tegas sudah dinyatakan, yang dimaksudkan dengan “menyampaikan pendapat dimuka umum” adalah “unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan atau mimbar bebas”

Dalam konsep hukum, membicarakan “hak” dengan padanan kata “right” artinya “kebebasan yang diberikan oleh hukum”. Bandingkan dengan konsep hukum “izin” dengan padanan kata “pembolehan”, maka apabila menggunakan literatur yang ada, dimana “izin” adalah “pembolehan” dimana esensi sebelumnya merupakan “tidak boleh”.

Dalam praktek penegakkan hukum, kata-kata “izin” dapat kita lihat didalam UU Kehutanan. Misalnya, pada “pokoknya” orang tidak boleh “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan”, atau “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan dan seterusnya. Maka “seseorang” dapat dijatuhi pidana apabila “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan” atau “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan. Namun, “seseorang” dibenarkan untuk “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan, atau “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan” apabila telah “ada izin”. Ini ditandai dengan kalimat “Secara tidak sah” atau kalimat “memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang”

Dengan demikian, maka seseorang tidak dapat dipersalahkan apabila “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan” secara “sah”. Atau “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan” apabila “memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang”

Sehingga membicarakan hak tidak diperlukan “izin”. Sebuah konsep hukum yang tidak tepat apabila “hak” disandingkan dengan kata-kata “izin”. Dengan merujuk kepada prinsip yang berbeda antara “izin” dan “hak” maka mempunyai konsekwensi hukum.

Izin memerlukan “persetujuan” dari pejabat yang “berwenang”, sedangkan hak tidak diperlukan “persetujuan dari manapun.

Makna ini yang diatur didalam UU No. 9 tahun 1998. UU ini lahir untuk menghapuskan pasal 510 KUHP, dimana pasal ini paling sering digunakan kepada kaum demonstran.

Dalam UU No. 9 Tahun 1998 kemudian “diatur”, “menyampaikan pendapat dimuka umum” harus dilakukan “pemberitahuan” secara tertulis. Makna kata-kata “pemberitahuan” sekedar konfirmasi adanya “menyampaikan pendapat dimuka umum”. Ini diperlukan agar pihak keamanan dapat “mengatur” rute demonstrasi yang hendak dilalui, “mengatur lalu lintas” dan sebagainya.

Dengan melihat paparan yang telah disampaikan, maka cara pandang terhadap kegiatan “menyampaikan pendapat dimuka hukum” harus berangkat dari UU No. 9 Tahun 1998. Bukan dari pandangan sempit yang berangkat dari paradigma orde baru sempit yang menganggap “demonstrasi' seperti kegiatan yang illegal dan ditakuti “mengganggu kekuasaan”. Dan barulah “penyidik” tidak ngotot lagi.

Dengnan pemikiran diatas, maka penulis “berkeyakinan” bahwa hukum dijadikan alat untuk “membungkam” sikap kritis Anwar Sadat yang berada di barisan terdepan untuk “memperjuangkan” kepentingan petani yang terpinggirkan.


Simpang siur keterangan saksi satu dengan saksi lainnya.

Pada sidang tanggal 1 April 2013, dihadirkan 3 orang saksi yaitu Kamaruddin, Abdul Gani dan Karsono.

Ketiganya serempak “menerangkan” Anwar Sadat dan Dedek Chaniago “ikut mendorong pagar” dan “ikut merobohkan pagar”. Keterangan ini tidak relevan dengan keterangan mereka sendiri.

Pada saat ketika fakta yang berkaitain apakah Anwar Sadat dan Dedek Chaniago menggunakan mikropon atau sound system (pakai mobil pick up), para saksi kesulitan menerangkannya. Selain karena “diperintahkan untuk menjawab iya” (yang ditandai dengan anggukan yang berdiri di belakang majelis namun dapat disaksikan seluruh yang hadir dipersidangan), pernyataan mereka tidak konsisten.

Apakah ketika sedang berorasi “kemudian berlari” untuk mendorong pagar ? Photo-photo yang diperlihatkan oleh saudara Jaksa penuntut umum dengan tegas menggambarkan posisi Dedek Chaniago dan Anwar Sadat yang berorasi di mobil pick up yang terletak sekitar 10 meter. Apakah begitu “terburu-burunya” Anwar Sadat dan Dedek Chaniago yang setelah orasi langsung mendorong dan menjatuhkan pagar ?

Logika aneh dan tentu saja tidak sesuai dengan fakta-fakta sebenarnya dan akal sehat yang mendengarkan persidangan. Sehingga terdengar suara “huuuu.... huuuu”, sehingga hakim harus mengetuk palu persidangan untuk menertibkan pengunjung persidangan.

Selain itu juga, para saksi kurang “pasti” menerangkan pakaian yang digunakan Dedek Chaniago.

Sekedar informasi, aksi demonstasi dilakukan selama 2 hari. Hari pertama tanggal 27 Januari 2013 dan hari kedua tanggal 28 Januari 2013. Pada hari pertama hanya menggunakan sound sistem (toa ditangan) sedangkan hari kedua menggunakan sound sistem mobil pick up. Keduanya mempunyai konsekwensi yang berbeda. Apabila pada hari pertama dengan sound sistem toa di tangan, maka mereka memang berdiri di depan pagar. Sedangkan pada hari kedua, dengan sound sistem dengan mobil pick up, yang berorasi harus diatas mobil pick up. Sehingga mengakibatkan posisi keduanya berbeda.

Keterangan lainnya kurang “diperhitungkan” adalah barang bukti yang dihadirkan di persidangan. Barang bukti seperti bendera yang menggunakan bambu ternyata tidak relevan untuk dijadikan barang bukti karena “pagar roboh” tidak menggunakan bambu. Sedangkan pagar yang “selalu disebutk-sebutkan” dalam persidangan, ternyata pada keesokkan harinya sudah dapat dipergunakan lagi. Dan hingga persidangan tidak dihadirkan di persidangan.

Melihat rangkaian fakta-fakta maka dapat disimpulkan, walaupun keterangan saksi yang diberikan oleh ketiganya, yang dengan jelas “melihat” Anwar Sadat dan Dedek Chaniago mendorong dan merobohkan pagar” tidak sesuai dengan logika. Baik karena posisi keduanya sama sekali tidak dekat dengan pagar juga begitu “buru-burunya mereka berorasi kemudian turun dari mobil pick up” kemudian merobohkan pagar.

Selain itu juga, pagar yang dirobohkan ternyata masih digunakan dan dapat dipakai lagi.

Rangkaian demi rangkaian sekali lagi membuka mata kita semua. Hukum menjadi alat penindas terhadap para pengkritik yang terus menyuarakan “ketidakadilan'.



Sejarah terus berulang. Tinggal kita melihat dan menyaksikan, apakah memberi keterangan sesuai dengan fakta-fakta persidangan atau kemudian kita menyaksikan berbagai kebohongan yang akan dirasakan akibatnya.

Tentu tanpa mengenyampingkan keterangna yang diberikan, penulis adalah sedikit orang yang meyakini. Dalam proses persidangan, campur tangan Tuhan selalu berperan. Di tangan Tuhan kita berserah.


Sumber “tulisan juga dihimpun dari berbagai tulisan sebelumnya.
Selengkapnya...