Saksi Kepolisian saat di minta keterangan oleh Hakim yang diduga memberikan keterangan Palsu (Foto : Walhi Sumsel ) |
Tak hanya keterangan saksi yang diduga penuh rekayasa dan
keanehan, majelis hakim pun membatasi pengacara Sadat mengajukan
pertanyaan kepada para saksi JPU.
Sidang aktivis lingkungan hidup dari Walhi Sumatera Selatan
(Sumsel), Anwar Sadat, dan Dedek Chaniago, memasuki agenda pemeriksaan
saksi-saksi memberatkan. Pada Senin(8/4/13), Jaksa Penuntut Umum (JPU)
menghadirkan dari anggota kepolisian daerah Sumsel, Ujang Thabrani dan
Indra Gunawan. Tim advokasi dan pencari fakta (Tahta) menemukan, dari
keterangan para saksi banyak kejanggalan. Bahkan, saat menjawab, saksi
mendapat semacam arahan dari polisi yang berdiri di belakang majelis
hakim.
Mualimin Pardi, Koordinator Tahta sekaligus penasehat terdakwa
menyayangkan keterangan saksi-saksi membingungkan dan ada beberapa tidak
relevan. “Setelah kita cocokkan dengan bukti di lapangan cocok. Salah
satu keterangan soal warna baju terdakwa,” katanya, Senin(8/4/13) dalam
keterangan kepada media.
Dia mengatakan, ada banyak lagi keterangan-keterangan menyesatkan dan
tidak masuk logika berpikir, seperti keterangan jarak antara saksi
dengan pagar hanya dua meter. “Padahal kita lihat tinggi pagar empat
meteran, tapi saksi tidak luka. Inilah yang menyesatkan dan
mengada-ngada,” ujar dia.
“Kami harus tegas kepada para saksi pada sidang besok. Kami akan
pastikan tidak akan ada lagi saksi boneka yang diatur-atur komandan
karena itu salah secara hukum. Itu juga wujud rekasaya hukum dan
kriminalisasi pada klien kami” ujar Tomy Indrayan, pengacara Sadat yang
lain.
Kejadian-kejadian dalam sidang itu, menyebabkan Tahta akan mengambil
tindakan hukum salah satu, laporan pidana. “Kami mengingatkan
saksi-saksi yang akan dihadirkan Senin besok, kalau masih ada kebohongan
dan rekayasa, berdasarkan pasal 242 KUHP kami akan laporkan ke Mabes
Polri,” ucap Mualimin.
Ungkapan senada dari Muhmur Satyahaprabu, dari Tahta. Dikutip dari Beritanda.com,
dia mengatakan, ada kesimpangsiuran keterangan antara saksi pertama dan
saksi kedua pada sidang Senin(8/4/13). Menurut keterangan saksi
pertama, posisi terdakwa pada saat itu orasi bersamaan dengan roboh
pagar Polda Sumsel. “Artinya tidak ada kesempatan bagi terdakwa ikut
mendorong pagar Polda Sumsel hingga terjatuh.”
Saksi kedua, Indra Gunawan, mengungkapkan, setelah orasi, terdakwa
turun dari mobil komando dan ikut mendorong. “Ini sudah jelas,
keterangan saksi-saksi inilah yang kami anggap tidak sinkron, karena
dapat dilihat dalam posisi waktu yang sama tetapi ada dua versi
keterangan,” ujar dia.
Kedua materi saksi, katanya, membuktikan tidak ada pencegahan oleh
kepolisian. Semestinya, jika ada dugaan massa aksi akan merobohkan
pagar, kepolisian mengantisipasi karena ada satu pleton Sabhara dari
Polresta Palembang ditambah anggota Polda Sumsel. “Kami nilai ada
kesengajaan atau patut diduga klien kami sengaja dijebak. Sebab,
tuntutan massa aksi waktu itu penyelesaian konflik tanah di PTPN VII
Cinta Manis. Berdasarkan inilah kami menilai banyak orang ‘bermain’
dalam kasus ini.”
Muhnur juga mengkritisi, persidangan karena majelis hakim membatasi
kuasa hukum mengajukan pertanyaan kepada para saksi yang dihadirkan
JPU. Dalam persidangan itu, majelis hakim hanya memberikan tiga orang
pengacara untuk bertanya kepada saksi yang dihadirkan JPU kali ini. “Ini
jelas mempengaruhi suatu proses peradilan yang fair.
Seharusnya majelis hakim memberikan keleluasaan kepada para pengacara
bertanya hingga tercapai kebenaran-kebenaran materil yang ingin
disampaikan para pengacara.” Sidang Sadat dan Dedek dilanjutkan
Senin(15/4/2013), masih agenda mendengarkan keterangan saksi dari JPU.
Dari blog Musri Nauli, tim advokasi Walhi, dalam tulisan berjudul
“Memahami Ketidakdilan” mencurahkan kekesalan dalam menjalani
persidangan Sadat yang penuh kejanggalan. Blog itu, menyebutkan, pada
sidang 1 April 2013, dihadirkan tiga saksi dari anggota Polda Sumsel,
yaitu Kamaruddin, Abdul Gani dan Karsono. Terjadi simpang siur
keterangan saksi satu dengan saksi lain.
Ketiganya serempak menerangkan Sadat dan Dedek ikut mendorong pagar
dan ikut merobohkan pagar. Keterangan ini tidak relevan dengan
keterangan mereka sendiri. Saat pertanyaan, apakah Sadat dan Dedek
menggunakan mikropon atau sound system (pakai mobil pick up),
para saksi kesulitan menerangkan. Mereka juga diperintahkan untuk
menjawab “iya”– ditandai anggukan seorang yang berdiri di belakang
majelis disaksikan yang hadir di persidangan.
Foto-foto yang diperlihatkan JPU, jelas menggambarkan posisi Dedek
dan Sadat berorasi di mobil pick up terletak sekitar 10 meter. “Apakah
begitu terburu-burunya Sadat dan Dedek setelah orasi langsung mendorong
dan menjatuhkan pagar?”
Pada Selasa (29/1/13), aksi sekitar 500 orang terdiri dari aktivis
berbagai organisasi masyarakat sipil di Sumsel dan petani Ogan Ilir di
depan Mapolda Sumsel, berakhir bentrok dengan polisi. Serbuan aparat
kepada peserta aksi di tengah guyuran hujan itu menyebabkan beberapa
aktivis dan petani menderita luka-luka, termasuk Anwar Sadat, Direktur
Eksekutif Walhi Sumsel, bersimbah darah dengan robek di kepala.
Dari aksi itu, sekitar 25 orang diamankan, 11 ditahan di Polda
Sumsel, 14 di Polresta Palembang. Dalam perkembangan, semua tahanan
dilepas, hanya tiga menjadi tersangka, kini terdakwa, Anwar Sadat, Dedek
Chaniago dan Kamaludin.
0 komentar:
Posting Komentar