BELUM genap 1 tahun umur duet kepemimpinan Ir. Eddy Santana Putra dan Romi Herton, SH (HERO) sebagai Walikota dan wakil walikota palembang ternyata tidaklah menghalangi pasangan ini untuk segera mengulangi kebiasaan gaya kepemimpinan lamanya, membuat kebijakan kebijakan yang tidak Populis dengan melakukan "Pemindahan" (baca:Penggusuran) terhadap Pedagang kecil dan pemukiman masyarakat kelas bawah.
Guna mengembalikan memori kita maka saya tuliskan beberapa kasus penggusuran di Palembang yang menyita perhatian banyak Orang,Tahun 2004 dimana sebanyak ± 1.000 Keluarga yang berada dijalan Rajawali dan kakak Tua harus kehilangan rumah yang telah mereka tempati puluhan tahun, selanjutnya tahun 2005 terjadi penggusuran oleh pemerintah kota palembang terhadap pedagang di pasar 16 dan seputarannya total korban berjumlah ± 2.000 orang/usaha. Terhadap penggusuran-penggusuran ini walaupun aksi protes telah dilakukan ternyata tidak dapat mengurungkan niat Pemerintah untuk menggusur, dan akhirnya para korban harus menelan pil pahit kekalahan dan merelakan rumah serta tempat usaha mereka harus diratakan dengan tanah.Mirisnya Semua penggusuran yang telah terjadi ternyata motifnya hanya untuk menghilangkan predikat Kota terkotor yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup di tahun 2005.
Kali ini kembali Pemerintah Kota Palembang akan melakukan Penggusuran terhadap kios-kios pedagang buah di Kelurahan 8 dan 9 Ulu, yang menurut penjelasan Walikota Palembang Ir. Eddy santana Putra kawasan tersebut akan dijadikan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), adapun harapan dengan di jadikannya kawasan tersebut menjadi RTH mampu meminimalisir bencana banjir dan pencemaran udara yang sering terjadi di Kota Palembang. (Sriwijaya Post - 6 Mei 2009). Menjadi pertanyaan kita lantas mengapa hanya pedagang dari kelas bawah yang digusur? Sementara itu, para pemilik modal besar yang jelas-jelas mengalihfungsikan kawasan RTH secara besar-besaran menjadi kawasan komersial tidak "disentuh" oleh program pembuatan RTH di Kota Palembang.
Sebelum jauh membahas tentang hal diatas ada baiknya kita mengetahui tentang Ruang Terbuka Hijau, adalah bagian dari Ruang Ruang Terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) serta mempunyai fungsi dan mamfaat secara ekologis, sosial dan estetika, di jelaskan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
Dokumen RTRW kota palembang 2004-2014 porsi RTH yang ada di kota palembang tidak mencapai 5 % dari luas kota Palembang, sehingga sudah menjadi keharusan bagi pemkot Palembang untuk memperluas kawasan Ruang terbuka Hijau, namun tetap penggusuran pedagang Pasar Buah 8 dan 9 Ulu guna dijadikan Ruang Terbuka Hijau tidaklah dapat dibenarkan. Berdasarkan Data Walhi sumsel yang pernah dirilis oleh beberapa media cetak di Sumatera selatan menunjukkan kepada kita semua bahwa kawasan RTH di Palembang sebenarnya justru banyak dialihfungsikan menjadi kawasan komersial oleh pemodal pemodal besar, bukan dilakukan oleh pedagang kecil dan penduduk miskin lainnya yang telah puluhan tahun menetap dan mencari nafkah ekonomi di kota ini.
Ruang Terbuka Hijau yang ada dikawasan Rajawali (kawasan sungai Bayas dan sungai Bendung) misalnya dengan luas 16,72 Ha kini telah beralihfungsi menjadi lahan bisnis dan milik pribadi dengan dibangunnya puluhan ruko, supermarket serta lahan parkir kendaraan berat oleh PT. Berlian Maju Motor.
Hal serupa juga terjadi dikawasan Taman kota Kambang Iwak yang mempunyai luas sekitar 2 Ha, saat ini telah berubah fungsi menjadi kawasan bisnis dengan dibangunnya toko dan kafe-kafe, selanjutnya Ruang Terbuka Hijau dengan luas 21 Ha yang ada disimpang Patal ,kini telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan Palembang Trade Center(PTC) parahnya alih fungsi lahan yang terjadi telah menyebabkan kawasan ini masuk dalam kawasan rawan banjir.
Pengalihfungsian RTH menjadi komersil secara besar-besaran oleh para pemilik modal besar sampai saat ini dan mungkin kedepan akan terus terjadi, dan pemerintah hanya menutup mata membiarkan semuanya. Sementara ketika sejumput RTH itu "dipakai" oleh para pedagang kecil, Pemerintah akan dengan tegas menggusurnya.
Penggusuran pedagang kecil yang ada di kelurahan 8 dan 9 Ulu dengan mengatasnamakan perluasan RTH adalah sebuah perwujudan dari ideologi eko-fasis, yaitu sebuah ideologi yang membenarkan adanya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dengan dalih pelestarian lingkungan. Namun ternyata praktek ideologi ini hanya ditujukan kepada golongan masyarakat miskin yang tidak mempunyai modal dan kekuasaan. Sedangkan bagi orang-orang kaya atau korporat yang memiliki modal dan kekuasaan, meskipun merusak lingkungan dan melanggar aturan hukum, tidak pernah tersentuh oleh kekuasaan yang harusnya menegakan hukum dan melindungi rakyatnya dari dampak kerusakan lingkungan.
Sebenarnya saya pribadi sangatlah mendukung dengan praktek-praktek Ideologi Eco fasis yang dianut serta dilakukan oleh pemerintah Kota Palembang saat ini tetapi jika ideologi ini penerapannya dilakukan terhadap Korporat dan pemilik modal besar yang telah melakukan pengalihfungsian terhadap Ruang Terbuka Hijau yang ada di palembang.
Berikut contoh penerapan yang saya maksudkan misal Walikota Palembang menunjuk atau menginstruksikan bahwa lahan PT. Berlian Maju Motor yang ada di simpang Rajawali untuk dikembalikan lagi ke fungsi awalnya sebagai RTH, dan jika hal ini tidak dituruti atau diindahkan oleh pemilik modal atau perusahaan maka pemerintah segera memperkarakan perusahaan tersebut, karena telah melakukan pelanggaran Tata Ruang kota sebagaimana diatur dalam Undang undang Tata Ruang No 26 Tahun 2007. yang dipasal 72 terdapat aturan tentang sanksi yang harus diterima oleh korporat dan pemodal besar lainnya terhadap instruksi atau pelanggaran ini. Bukan Eco Fasis yang diterapkan terhadap tempat usaha yang dimiliki oleh masyarakat miskin (modal kecil) contohnya pedagang buah di kelurahan 8 dan 9 Ulu, yang untung dari usaha yang mereka lakukan sehari-hari hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Jika penerapan Eco Fasis yang telah digambarkan diatas dilaksanakan saya yakin akan dapat menekan laju kerusakan lingkungan di Kota Palembang dan meminimalisir bencana bencana banjir yang selalu terjadi di Kota Palembang serta meningkatkan kualitas udara yang semakin hari semakin mengalami penurunan. Serta secara politis masyarakat kecil akan dapat menilai bahwa apa yang dijanjikan oleh pasangan HERO tentang DAHSYAT (Dahulukan Kepentingan Rakyat) tidak hanya sebatas janji namun telah direalisasikan dalam bentuk kebijakan eco Fasis yang berpihak kepada masayarakat kecil.
Namun dari semua hal yang saya sebutkan diatas, kita dikembalikan kepada Walikota Ir Eddy Santana Putra, apakah sang walikota akan memilih Eco fasis yang berpihak kepada masyarakat kecil atau justru menggunakan eko-fasis yang sebaliknya.
Oleh : Hadi Jatmiko Manager PSDO Walhi Sumsel.
Guna mengembalikan memori kita maka saya tuliskan beberapa kasus penggusuran di Palembang yang menyita perhatian banyak Orang,Tahun 2004 dimana sebanyak ± 1.000 Keluarga yang berada dijalan Rajawali dan kakak Tua harus kehilangan rumah yang telah mereka tempati puluhan tahun, selanjutnya tahun 2005 terjadi penggusuran oleh pemerintah kota palembang terhadap pedagang di pasar 16 dan seputarannya total korban berjumlah ± 2.000 orang/usaha. Terhadap penggusuran-penggusuran ini walaupun aksi protes telah dilakukan ternyata tidak dapat mengurungkan niat Pemerintah untuk menggusur, dan akhirnya para korban harus menelan pil pahit kekalahan dan merelakan rumah serta tempat usaha mereka harus diratakan dengan tanah.Mirisnya Semua penggusuran yang telah terjadi ternyata motifnya hanya untuk menghilangkan predikat Kota terkotor yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup di tahun 2005.
Kali ini kembali Pemerintah Kota Palembang akan melakukan Penggusuran terhadap kios-kios pedagang buah di Kelurahan 8 dan 9 Ulu, yang menurut penjelasan Walikota Palembang Ir. Eddy santana Putra kawasan tersebut akan dijadikan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), adapun harapan dengan di jadikannya kawasan tersebut menjadi RTH mampu meminimalisir bencana banjir dan pencemaran udara yang sering terjadi di Kota Palembang. (Sriwijaya Post - 6 Mei 2009). Menjadi pertanyaan kita lantas mengapa hanya pedagang dari kelas bawah yang digusur? Sementara itu, para pemilik modal besar yang jelas-jelas mengalihfungsikan kawasan RTH secara besar-besaran menjadi kawasan komersial tidak "disentuh" oleh program pembuatan RTH di Kota Palembang.
Sebelum jauh membahas tentang hal diatas ada baiknya kita mengetahui tentang Ruang Terbuka Hijau, adalah bagian dari Ruang Ruang Terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) serta mempunyai fungsi dan mamfaat secara ekologis, sosial dan estetika, di jelaskan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
Dokumen RTRW kota palembang 2004-2014 porsi RTH yang ada di kota palembang tidak mencapai 5 % dari luas kota Palembang, sehingga sudah menjadi keharusan bagi pemkot Palembang untuk memperluas kawasan Ruang terbuka Hijau, namun tetap penggusuran pedagang Pasar Buah 8 dan 9 Ulu guna dijadikan Ruang Terbuka Hijau tidaklah dapat dibenarkan. Berdasarkan Data Walhi sumsel yang pernah dirilis oleh beberapa media cetak di Sumatera selatan menunjukkan kepada kita semua bahwa kawasan RTH di Palembang sebenarnya justru banyak dialihfungsikan menjadi kawasan komersial oleh pemodal pemodal besar, bukan dilakukan oleh pedagang kecil dan penduduk miskin lainnya yang telah puluhan tahun menetap dan mencari nafkah ekonomi di kota ini.
Ruang Terbuka Hijau yang ada dikawasan Rajawali (kawasan sungai Bayas dan sungai Bendung) misalnya dengan luas 16,72 Ha kini telah beralihfungsi menjadi lahan bisnis dan milik pribadi dengan dibangunnya puluhan ruko, supermarket serta lahan parkir kendaraan berat oleh PT. Berlian Maju Motor.
Hal serupa juga terjadi dikawasan Taman kota Kambang Iwak yang mempunyai luas sekitar 2 Ha, saat ini telah berubah fungsi menjadi kawasan bisnis dengan dibangunnya toko dan kafe-kafe, selanjutnya Ruang Terbuka Hijau dengan luas 21 Ha yang ada disimpang Patal ,kini telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan Palembang Trade Center(PTC) parahnya alih fungsi lahan yang terjadi telah menyebabkan kawasan ini masuk dalam kawasan rawan banjir.
Pengalihfungsian RTH menjadi komersil secara besar-besaran oleh para pemilik modal besar sampai saat ini dan mungkin kedepan akan terus terjadi, dan pemerintah hanya menutup mata membiarkan semuanya. Sementara ketika sejumput RTH itu "dipakai" oleh para pedagang kecil, Pemerintah akan dengan tegas menggusurnya.
Penggusuran pedagang kecil yang ada di kelurahan 8 dan 9 Ulu dengan mengatasnamakan perluasan RTH adalah sebuah perwujudan dari ideologi eko-fasis, yaitu sebuah ideologi yang membenarkan adanya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dengan dalih pelestarian lingkungan. Namun ternyata praktek ideologi ini hanya ditujukan kepada golongan masyarakat miskin yang tidak mempunyai modal dan kekuasaan. Sedangkan bagi orang-orang kaya atau korporat yang memiliki modal dan kekuasaan, meskipun merusak lingkungan dan melanggar aturan hukum, tidak pernah tersentuh oleh kekuasaan yang harusnya menegakan hukum dan melindungi rakyatnya dari dampak kerusakan lingkungan.
Sebenarnya saya pribadi sangatlah mendukung dengan praktek-praktek Ideologi Eco fasis yang dianut serta dilakukan oleh pemerintah Kota Palembang saat ini tetapi jika ideologi ini penerapannya dilakukan terhadap Korporat dan pemilik modal besar yang telah melakukan pengalihfungsian terhadap Ruang Terbuka Hijau yang ada di palembang.
Berikut contoh penerapan yang saya maksudkan misal Walikota Palembang menunjuk atau menginstruksikan bahwa lahan PT. Berlian Maju Motor yang ada di simpang Rajawali untuk dikembalikan lagi ke fungsi awalnya sebagai RTH, dan jika hal ini tidak dituruti atau diindahkan oleh pemilik modal atau perusahaan maka pemerintah segera memperkarakan perusahaan tersebut, karena telah melakukan pelanggaran Tata Ruang kota sebagaimana diatur dalam Undang undang Tata Ruang No 26 Tahun 2007. yang dipasal 72 terdapat aturan tentang sanksi yang harus diterima oleh korporat dan pemodal besar lainnya terhadap instruksi atau pelanggaran ini. Bukan Eco Fasis yang diterapkan terhadap tempat usaha yang dimiliki oleh masyarakat miskin (modal kecil) contohnya pedagang buah di kelurahan 8 dan 9 Ulu, yang untung dari usaha yang mereka lakukan sehari-hari hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Jika penerapan Eco Fasis yang telah digambarkan diatas dilaksanakan saya yakin akan dapat menekan laju kerusakan lingkungan di Kota Palembang dan meminimalisir bencana bencana banjir yang selalu terjadi di Kota Palembang serta meningkatkan kualitas udara yang semakin hari semakin mengalami penurunan. Serta secara politis masyarakat kecil akan dapat menilai bahwa apa yang dijanjikan oleh pasangan HERO tentang DAHSYAT (Dahulukan Kepentingan Rakyat) tidak hanya sebatas janji namun telah direalisasikan dalam bentuk kebijakan eco Fasis yang berpihak kepada masayarakat kecil.
Namun dari semua hal yang saya sebutkan diatas, kita dikembalikan kepada Walikota Ir Eddy Santana Putra, apakah sang walikota akan memilih Eco fasis yang berpihak kepada masyarakat kecil atau justru menggunakan eko-fasis yang sebaliknya.
Oleh : Hadi Jatmiko Manager PSDO Walhi Sumsel.
0 komentar:
Posting Komentar