Pagi di Sungai Musi selama sekitar sebulan terakhir kehilangan
kesegarannya. Udara terasa berat. Cahaya pun temaram meski matahari
mulai tinggi. Fajar hanya samar-samar merekah di balik kabut asap di
tengah kesibukan persiapan akhir SEA Games yang akan digelar 11-22
November 2011.
Dari plaza Benteng Kuto Besak di tepi Sungai Musi,
Jumat (30/9) pagi, Jembatan Ampera yang biasanya tampak jelas hanya
tampak samar-samar sebagai sebentuk siluet kabur. Perahu dan kapal
mengambang perlahan seiring memendeknya jarak pandang.
Gangguan
kabut asap di Palembang, Sumatera Selatan, yang membuat sesak napas dan
mata pedih itu mengusik kenyamanan warga. Dinas Kesehatan Kota
Palembang melaporkan, ribuan warga menderita infeksi saluran napas akut
selama musim kemarau yang berkabut asap tahun ini.
Kabut asap
putih kelabu dengan bau menyengat biasanya mulai datang sore hari, dan
baru menipis menjelang siang keesokan harinya. Bersamanya terembus pula
partikel-partikel debu sisa kebakaran lahan yang semarak di seantero
Sumsel.
Tak hanya kehidupan masyarakat, kabut asap pun membayangi
persiapan SEA Games di Palembang yang saat ini memasuki tahap akhir.
Terganggunya kegiatan telah dilaporkan beberapa pihak.
Uji coba maraton, Sabtu (24/9) pagi, di kawasan Jaka-
baring, Palembang, berlangsung di tengah pekatnya kabut asap. Belasan
atlet maraton harus mengeluarkan energi ekstra saat menempuh lintasan
sepanjang sekitar 42 kilometer. Jarak pandang saat itu tidak lebih dari
200 meter.
”Bahkan, tepian jalan sudah tak terlihat lagi karena
tebalnya kabut. Beberapa atlet mengeluh napas sesak dan sulit melihat
jalan di depannya,” kata Ketua Pelaksanaan Cabang Olahraga Atletik SEA
Games XXVI Sri Hastuti Merdiko.
Pada hari yang sama, gangguan
juga terjadi pada uji coba cabang olahraga petanque. Vice President
International Federation of Petanque Suponnarth Lamlert terlambat karena
penerbangannya dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, ditunda selama
sekitar satu jam akibat kabut asap pekat.
”Pesawat saya
seharusnya terbang pukul 06.30, tetapi baru terbang pukul 07.30.
Petugas bilang, penundaan karena kabut asap yang pekat,” ujar lelaki
asal Thailand itu.
Saat itu, lima penerbangan dari dan ke Sultan
Mahmud Badaruddin II Palembang ditunda karena jarak pandang di bandara
internasional itu hanya sekitar 300 meter. Jarak pandang aman minimal
800 meter.
Kekhawatiran gangguan kabut asap terus membayangi
persiapan SEA Games. Sri Hastuti Merdiko mengatakan, jika kabut asap tak
teratasi menjelang November, tim teknik bisa jadi akan meminta
alternatif lokasi lain. Hal ini tentunya sangat merepotkan mengingat
waktu yang kian sempit.
Pada 1-28 September, jumlah titik panas
di Sumsel mencapai 3.047 titik. Luas kebakaran hingga Oktober ini
mencapai sekitar 1.883,9 hektar seperti tercatat di Sekretariat Manggala
Agni Sumsel, yang terdiri dari 1.805 hektar lahan perkebunan dan 78,9
hektar hutan. Sebanyak 70 persen kebakaran lahan ditemukan di lahan
perkebunan.
Gambut kering
Kepala
Divisi Pengembangan Sumber Daya Organisasi Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia Sumsel Hadi Jatmiko mengatakan, kebakaran di lahan gambut
dipicu rusaknya lingkungan. ”Sekarang ini banyak rawa gambut
dikeringkan dan diubah menjadi perkebunan. Karena kering, lahan gambut
menjadi sangat mudah terbakar dan meluas seperti yang terjadi sekarang
ini,” ujarnya.
Luas lahan gambut di Sumsel sekitar 1,4 juta
hektar, dan sebagian telah menjadi area perkebunan. Sebagai calon
batubara, gambut sangat mudah terbakar, dan jika sudah terbakar akan
sulit padam.
Menurut Kepala Penanggulangan Kebakaran Lahan dan
Hutan Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Achmad Taufik, kebakaran juga
dipicu kebiasaan membuka lahan dengan membakar. ”Ada indikasi pembakaran
sengaja dilakukan,” ujarnya.
Demi mengamankan SEA Games,
berbagai upaya dilakukan. Tanggap darurat bencana kabut asap dicanangkan
Gubernur Sumsel Alex Noerdin, yang diikuti pemadaman darat dan bom air.
Puluhan ton garam dapur disemai dalam program hujan buatan sejak 12
September.
Dua pekan pertama, program ini memang mampu menurunkan
jumlah titik panas dari 368 titik pada 11 November menjadi puluhan
saja. Namun, pekan terakhir September, program ini terkendala cuaca
yang kering.
”Awan kumulus yang dibutuhkan sebagai bahan baku
utama hujan buatan sulit ditemukan. Kami sempat menghentikan penyemaian
karena akan sia-sia,” kata Koordinator Pelaksana Hujan Buatan di Sumsel
Sunu Tikno.
Kemurahan alam tampaknya tetap menjadi harapan terakhir untuk mengatasi kabut asap.
Sumber : http://regional.kompas.com/read/2011/10/03/05182579/Dalam.Bayang-bayang.Kepekatan.Kabut.Asap
0 komentar:
Posting Komentar