Pembagunan Swiss belhotel PCP |
PEMKOT Melunak, WALHI Siapkan Puluhan ADVOKAT,
Persoalan
alih fungsi kawasan GOR Kampus menjadi pusat bisnis dan perhotelan yang
diusung sejumlah elemen masyarakat, salah satunya Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Sumsel ternyata hingga kini terus bergulir. Kabar paling
gress, Walhi akan menempuh upaya legal standing (gugatan organisasi ke
jalur hukum) terhadap Pemprov Sumsel dan PT GISI atas tindakan BOT GOR
Kampus yang selama ini merupakan Ruang Publik.
Disisi
lain, meski awalnya mengklaim bakal mengakomodir keberadaan pedagang
yang ada di sekeliling eks-GOR, ternyata GISI ingkar janji. Pedagang
tersebut bakal diberikan pilihan menempati kios yang disiapkan, dengan
catatan pedagang bersedia membayar sewa. Nah loh, kalau sudah begitu
artinya disini siapa yang ingkar ?
Setelah
sekitar setengah jam menunggu di kantornya Jl Sumatera akhirnya
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Anwar Sadat
datang juga ke kantornya untuk memenuhi janji wawancara dengan Sumeks
Mingguan. Orangnya berpenampilan serius. Terlihat jelas guratan letih
yang menyembul dari balik kelopak matanya, namun dia berupaya menutupi
semuanya itu. “Hingga kini, mudah-mudahan gerakan kami tetap solid meski
ada beberapa kawan yang memilih mundur teratur dengan bermacam alasan,
kami sepertinya hendak dibenturkan dengan berbagai elemen masyarakat.
Tapi, ini tak lebih dari sebuah ujian kami yakin bisa melalui itu
semuanya,” tukas Anwar kepada Sumeks Mingguan di kantornya, Kamis
(13/10) lalu.
Anwar
tak juga bergeming di saat sebagian pihak yang pada awalnya
menggebu-gebu menolak rencana Pemprov Sumsel untuk memodernisasi kawasan
GOR yang dikesankan kumuh serta tak tertata dengan baik. “Teori balik
kucing dan sikap kompromistis yang hanya ingin menangguk kepentingan
pribadi terkait proses BOT GOR ini sebetulnya sudah tercium sejak awal,
termasuk yang kami sayangkan sikap Pemkot Palembang yang kami nilai
tidak konsisten. Mereka mengeluarkan izin meski awalnya secara tegas
menyetop pembangunannya,” keluh pria berlatar belakang sarjana agama
yang tak bisa menutupi kekecewaannya.
Dia
berani berkata demikian bukan tanpa alasan, pasalnya meski GOR tersebut
di klaim sebagai salah satu aset Pemprov Sumsel namun secara
administratif lokasinya ada di wilayah Kota Palembang. Saking geramnya
dengan langkah mundur Pemkot Palembang yang akhirnya melunak dengan
mengeluarkan sejumlah perizinan terhadap pembangunan tiga bangunan
sekaligus, masing-masing Palembang Sport and Convention Centre (PSCC),
Swiss-Bellhotel dan Palembang Centre Point (PCP).
“Harusnya,
Pemkot ada di garda terdepan untuk mempertahankan fungsi GOR bukan
malah mendukung karena sesuai dengan yang diamanatkan pada UU No.26/2007
tentang penataan ruang ada kewajiban penyediaan minimal 20 persen untuk
RTH. Sekaligus kebijakan ini melanggar RTRW yang sudah dirancang
Pemkot,” ungkap dia.
Harusnya,
Pemkot Palembang belajar kepada jajaran Pemkot Solo yang dibawah
komando Walikota Joko Widodo yang secara tegas menolak rencana Pemprov
Jateng yang hendak mem-BOT salah satu ruang publik untuk dikelola oleh
pihak swasta.
“Bukan
hanya sebatas upaya penghancuran ekologi yang sedari dulu sebetulnya
sudah tertata dengan sangat apik disana, berdirinya bangunan hotel dan
mal di eks-GOR ini juga berpotensi menghilangkan ruang kreasi seni dan
budaya dan fungsi ekonomi dengan keberadaan pedagang-pedagang mikro
disana,” ucapnya.
Kembali
ke soal upaya legal standing, Sadat menegaskan saat ini dia bersama
puluhan advokat di Sumsel tengah menyusun materi gugatan terkait
kebijakan BOT GOR yang dilakukan Gubernur Sumsel dengan PT Griya Inti
Sejahtera Insani (GISI) selaku investor. “Walhi sebagai penggugat
melihat ada beberapa pelanggaran dari proses BOT GOR diantaranya
melanggar UU No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup juga UU No.26/2007. Sehingga kita berkeyakinan secara keseluruhan
pembangunan PSCC dan dua bangunan lain di eks lokasi GOR melanggar,”
tegas Sadat.
Walhi
juga kurang sependapat terhadap klaim pihak investor yang di sejumlah
media menggembar-gemborkan keberadaan hotel dan mal disana juga akan
memacu tumbuhnya iklim ekonomi kerakyatan. Yang terjadi, malah adanya
proses kapitalis berupa pengambilalihan ruang-ruang publik yang hanya
sebatas menguntungkan pengusaha tanpa hirau terhadap kepentingan
masyarakat secara keseluruhan.
Disisi
lain, kecurigaan yang mencuat berdasarkan hasil investigasi tim di
lapangan menurut Sadat nantinya sebagian besar dari counter-counter juga
ruangan yang ada di PSCC tersebut ditawarkan untuk dijual dan mengarah
pada kepemilikan secara personal.
“Masyarakat
seolah di ninabobokkan dengan janji BOT tersebut akan berlangsung dalam
jangka waktu tertentu dan setelah pengelolaan berikut seluruh aset yang
ada di dalamnya bakal menjadi pilik Pemprov Sumsel. Padahal, saat ini
kami mensinyalir sudah ada mengarah kepada penjualan untuk kepemilikan
pribadi,” tandas dia.
Pejabat Dinas Tata Kota Enggan Komentar
Bagaimana
pula tanggapan para pejabat terkait di lingkungan Pemkot Palembang
terhadap upaya legal standing yang akan dilakukan Walhi ini ? Ternyata,
tidak mudah untuk bisa mendapatkan keterangan dan konfirmasi dari para
pejabat terkait ini, salah satunya dari pejabat yang ada di Dinas Tata
Kota (DTK) Palembang, selaku instansi yang berwenang.
Hal
ini terlihat dari ketidaksukaan jajaran dinas dibawah kendali dari Ir H
Ucok Hidayat ini ketika hendak dikonfirmasi Sumeks Mingguan terkait
permasalahan keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tiga proyek di
bawah naungan PT GISI di eks-GOR Kampus ini.
Salah
satunya, sikap antipati yang ditunjukkan sekretaris DTK Palembang, Ir
Raden Wijaya yang menolak ditemui Sumeks Mingguan, Kamis (13/10) lalu
meskipun saat itu dia sedang ada di ruang kerjanya.
“Maaf,
kak Bapak tidak mau bertemu tidak tahu apa alasannya, beliau
menyarankan untuk langsung mengkonfirmasikan hal ini kepada kepala dinas
(Ucok Hidayat,red),” tukas salah seorang pegawai DTK Palembang yang
ditugasi menjaga pintu depan.
Setali
tiga uang, sambutan serupa juga dialami Sumeks Mingguan ketika hendak
menanyakan perihal ketidaksinkronan pembangunan PSCC ini dengan Rencana
Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Palembang.Alhasil tidak ada komentar
yang keluar dari pejabat dari instansi terkait yang mestinya peduli soal
mega proyek yang mendapatkan respon dari masyarakat . Ada apa ini,
padahal semula DTK berada di lini depan untuk membatalkan proyek
pembangunan PSCC tersebut namun sekarang berbalik 180 derajat yang
terkesan malah berada dalam satu gerbong dengan pihak investor. (kms)
Sumber : www.sumeksminggu.com
0 komentar:
Posting Komentar