WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, April 10, 2012

Penguasaan lahan timpang

PALEMBANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menilai, penguasaan lahan oleh perusahaan saat ini terlalu besar, sementara bagian untuk masyarakat tak memadai. Ketimpangan penguasaan lahan ini merupakan salah satu akar konflik agraria yang saat ini banyak bermunculan.
Kepala Divisi Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Walhi Sumsel, Hadi, mengatakan, luas lahan di Sumsel mencapai 8,7 juta hektar (ha). Sebanyak 4,9 juta Ha atau sekitar 56,32 persen lahan dikuasai perusahaan dengan rincian 1,2 juta ha hutan tanaman industri (HTI), 1 juta ha perkebunan kelapa sawit, dan 2,7 juta ha pertambangan batubara.
"Sedangkan masyarakat Sumsel jumlahnya mencapai sekitar 7 juta jiwa," katanya di Palembang, Sumsel, Jumat (6/4/2012).
Artinya, jika dipukul rata jatah lahan untuk satu warga Sumsel berkisar 0,5 Ha saja. Minimnya jatah lahan untuk masyarakat merupakan salah satu penyebab munculnya tuntutan kepemilikan lahan oleh masyarakat.
Selama tiga tahun terakhir jumlah sengketa agraria yang diadukan masyarakat ke Walhi Sumsel terus meningkat. Tahun 2009 terdapat 18 aduan sengketa agraria, tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 27, tahun 2011 terdapat 32 aduan. "Tahun 2012 ini jumlahnya bisa lebih meningkat lagi karena sampai Bulan April ini saja sudah belasan aduan yang masuk," kata Hadi menambahkan.
Salah satu solusi, kata Hadi, adalah membagi lahan terlantar yang dikuasai perusahaan untuk dikelola masyarakat.
Menurut data Walhi Sumsel yang dikutip dari Badan Pertanahan Nasional Sumsel, jumlah lahan terlantar di Sumsel mencapai lebih kurang 143 Ha di 60 lokasi. Lahan-lahan terlantar ini dapat diserahkan untuk dikelola masyarakat sehingga mengurangi potensi munculnya sengketa agraria.



Artikel Terkait:

0 komentar: