PANGKALAN BALAI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuasin segera mengevaluasi izin lokasi perusahaan perkebunan, terutama bagi perusahaan yang tak kunjung membuka areal perkebunan,baik inti maupun plasma bagi masyarakat sekitar.
Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed mengungkapkan, rancangan kebijakan yang akan dimulai pada 2011 mendatang itu bertujuan untuk mengurangi gejolak persengketaan lahan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat selaku pemilik lahan. “Izin lokasi perkebunan yang diberikan bertujuan mengoptimalkan perekonomian masyarakat, terutama plasmanya.Namun, jika sampai 2011 aktivitas perkebunan tak juga dilakukan, izin pencanangan dan izin lokasi akan dievaluasi atau dicabut,” ujar Amiruddin di Pangkalan Balai kemarin.
Dia menegaskan, izin lokasi tidak akan diberikan lagi kepada perusahaan yang tidak bisa memulai aktivitas perkebunan secepatnya.“ Izin lokasi hanya akan diberikan pada perusahaan yang siap, baik siap lahan maupun sarana produksi lainnya,”jelas Amiruddin. Di Kabupaten Banyuasin, diakuinya, masih terdapat perusahaan perkebunan yang tidak membuka lahan perkebunan.
Artinya,mereka baru memiliki izin pencanangan dan izin lokasi saja. Selain itu, ada juga perusahaan yang masih tersendat akan sengketa lahan. Bahkan, tak sedikit di antaranya yang belum membuka plasma bagi masyarakat. “Jika perusahaannya jelas program inti dan plasmanya, tentunya masyarakat juga yang diuntungkan. Sehingga, izin lokasi,diberikan pada perusahaan yang sehat,”kata dia.
Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyuasin mencatat, masih terdapat sekitar 40% perusahaan perkebunan swasta di Banyuasin yang belum memiliki plasma. Hal itu disebabkan keterbatasan lahan untuk petani plasma. Kepala Dishutbun Banyuasin Hasanuddin mengungkapkan,dari 50 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Banyuasin,belum semua mampu membangun kerja sama dan membentuk petani plasma.
“Berdasarkan UU Perkebunan, diwajibkan perusahaan perkebunan melakukan kerjasama inti-plasma dengan masyarakat sekitar perkebunan inti,minimal 20% luas garapan, dibuatkan bagi petani plasma,” beber dia. Menurut Hasanuddin, alasan perusahaan belum membuatkan plasma bagi masyarakat sangat beragam, mulai dari sudah tidak banyak ditemui petani yang miliki lahan untuk diajak menjadi plasma, hingga perusahaan yang belum beroperasi maksimal di Banyuasin. ”Tidak bisa dirinci detail,”kilahnya. Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banyuasin Askolani berpendapat, kontribusi perusahaan perkebunan di Banyuasin, dengan sistem plasma dan inti masih sangat minim.
Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed mengungkapkan, rancangan kebijakan yang akan dimulai pada 2011 mendatang itu bertujuan untuk mengurangi gejolak persengketaan lahan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat selaku pemilik lahan. “Izin lokasi perkebunan yang diberikan bertujuan mengoptimalkan perekonomian masyarakat, terutama plasmanya.Namun, jika sampai 2011 aktivitas perkebunan tak juga dilakukan, izin pencanangan dan izin lokasi akan dievaluasi atau dicabut,” ujar Amiruddin di Pangkalan Balai kemarin.
Dia menegaskan, izin lokasi tidak akan diberikan lagi kepada perusahaan yang tidak bisa memulai aktivitas perkebunan secepatnya.“ Izin lokasi hanya akan diberikan pada perusahaan yang siap, baik siap lahan maupun sarana produksi lainnya,”jelas Amiruddin. Di Kabupaten Banyuasin, diakuinya, masih terdapat perusahaan perkebunan yang tidak membuka lahan perkebunan.
Artinya,mereka baru memiliki izin pencanangan dan izin lokasi saja. Selain itu, ada juga perusahaan yang masih tersendat akan sengketa lahan. Bahkan, tak sedikit di antaranya yang belum membuka plasma bagi masyarakat. “Jika perusahaannya jelas program inti dan plasmanya, tentunya masyarakat juga yang diuntungkan. Sehingga, izin lokasi,diberikan pada perusahaan yang sehat,”kata dia.
Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyuasin mencatat, masih terdapat sekitar 40% perusahaan perkebunan swasta di Banyuasin yang belum memiliki plasma. Hal itu disebabkan keterbatasan lahan untuk petani plasma. Kepala Dishutbun Banyuasin Hasanuddin mengungkapkan,dari 50 perusahaan perkebunan yang beroperasi di Banyuasin,belum semua mampu membangun kerja sama dan membentuk petani plasma.
“Berdasarkan UU Perkebunan, diwajibkan perusahaan perkebunan melakukan kerjasama inti-plasma dengan masyarakat sekitar perkebunan inti,minimal 20% luas garapan, dibuatkan bagi petani plasma,” beber dia. Menurut Hasanuddin, alasan perusahaan belum membuatkan plasma bagi masyarakat sangat beragam, mulai dari sudah tidak banyak ditemui petani yang miliki lahan untuk diajak menjadi plasma, hingga perusahaan yang belum beroperasi maksimal di Banyuasin. ”Tidak bisa dirinci detail,”kilahnya. Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banyuasin Askolani berpendapat, kontribusi perusahaan perkebunan di Banyuasin, dengan sistem plasma dan inti masih sangat minim.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar