WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Oktober 03, 2010

Penerapan Perda Harus Konsisten


KEPALA Divisi (Kadiv) Pengembangan Organisasi dan Keorganisasian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Hadi Jatmiko menuturkan, sekitar 50% kawasan Kota Palembang merupakan daerah rawa (parkir air).

Jadi,saat kawasan ini ditimbun,air yang biasanya terserap ke sana dapat mengalir dan membanjiri daerah lain. Hadi menilai, sebelum melakukan pembangunan,perlu diadakan kajian tentang tata lingkungan. Terlebih, hingga kini Kota Palembang masih belum memiliki peta rawa yang jelas. Begitu pula dengan Perda Rawa yang dalam pelaksanaannya masih belum konsisten. Sebagai gambaran, ada pasal-pasal yang secara jelas mengizinkan eksploitasi kawasan rawa secara besar-besaran tanpa ada batas maksimal penimbunan rawa.Akibatnya, sejumlah pelanggaran terhadap lingkungan masih marak terjadi.

“Kita butuh kebijakan lingkungan yang jelas. Kirakira daerah rawa mana yang termasuk kawasan reklamasi atau kawasan konservasi. Jadi, pembangunan yang akan di laksanakan nantinya dapat berjalan secara ramah lingkungan,” ujar Hadi di Palembang kemarin. Dia memprediksi, jika kondisi ini tetap dibiarkan, akan terjadi banjir besar di kawasan Seberang ulu pada 2011 atau 2012.Pihaknya sudah berusaha mencegah kerusakan lebih besar terjadi. Secara organisasi,Walhi tidak pernah menolak adanya pembangunan untuk mendukung pelaksanaan SEA Gamesdi Sumsel.Begitu pula dengan rencana untuk menjadikan Jakabaring sebagai kawasan ekonomi eksklusif. Hanya, pembangunan tersebut harus diiringi kebijakan dan solusi yang benar.

Misalnya, saat sebagian lahan rawa ditimbun, bagian lainnya harus dikeruk kedalamannya menjadi dua kali lebih dalam dari sebelumnya. Tujuannya agar aliran air dari rawa yang di timbun dapat terserap dan tertampung pada lahan di sekitarnya. “Jangan sampai pembangunan yang dilakukan justru berdampak buruk bagi masyarakat sekitarnya.Untuk itu,sekali lagi ditekankan sosialisasi dan kajian lingkungan itu sangat penting,” tegas Hadi. Ahli lingkungan dan perairan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Robianto memaparkan, kawasan Jakabaring berada di sekitar Sungai Ogan, Sungai Komering, dan Sungai Musi.

Pada kawasan tersebut telah terdapat saluran-saluran air dan kolam-kolam penampungan. Namun,setiap rencana di kawasan tersebut penting untuk menaati tata ruang lingkungan. Misalnya, dengan membuat kolam retensi dan tetap memfungsikan keberadaan sungai-sungai di sekitarnya. “Dalam setiap rencana pembangunan tentunya ada gambar dan master plan-nya.Jika gambar tersebut telah kita ketahui,kita bisa melihat apakah pembangunan tersebut sesuai dengan tata lingkungan atau tidak,”ucap Robi. Untuk itu, sebelum pembangunan itu dilaksanakan, setiap master plan dan gambar pembangunan venue perlu disosialisasikan kepada masyarakat.

Dari sini, para akademisi, ahli lingkungan, ahli perairan,pemerhati lingkungan, masyarakat, dan pihak terkait lainnya dapat menilai dan dimintai pendapatnya tentang pembangunan tersebut.“Dalam hal ini,semua unsur masyarakat dan pihak terkait lainnya harus di libatkan.Kita pun dapat mengawal agar pembangunan tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya,”kata Robi.

Sumber Seputar Indonesia



Artikel Terkait:

0 komentar: