PALEMBANG – Bahaya kerusakan hutan yang ada di Sumatera Selatan (Susmel) menjadi perhatian Greenpeace Indonesia. Organisasi global yang berdedikasi untuk perlindungan lingkungan dan perdamaian dunia ini kemarin menggelar kampanye penyelamatan hutan.
Public Outreach Greenpeace SEA Indonesia Ahmad Ashov Birry menegaskan berbagai langkah dapat ditempuh baik lewat kampanye maupun lewat hal yang lebih progresif.“ Greenpeace menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan hidup yang ada di Sumsel, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel), Wahana Bumi Hijau (WBH), Komunitas Fotografi dan Jurnalis Foto Palembang.
Lewat soft campagne dengan memamerkan 64 foto lingkungan hidup minimal bisa menggugah hati masyarakat,”ujarnya kepada Harian Seputar Indonesia, kemarin. Ahmad mengatakan, kampanye lewat pameran foto merupakan salah satu langkah dalam mentransformasikan informasi kepada masyarakat.Dari 64 foto yang dipajang menggambarkan situasi kronis kondisi hutan di Indonesia termasuk Sumsel. “Kita bersama dengan Walhi, LBH dan organisasi lainnya sudah gelar diskusi awal tentang kondisi kerusakan hutan atau alam di Sumsel.
Kamimenyorotipersoalanitukarena kondisi tersebut rata-rata terjadi di seluruh daerah di Indonesia maupun level internasional,”tan das nya. Berdasarkan data, lanjut Ahmad, diperkirakan perusakan hutan terjadi 300 kali luas lapangan bola kaki setiap jam.Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia selain Cina dan Amerika Serikat.
“Tentu saja persoalan hutan terjadi di daerah-daerah seperti Sumsel.Maka dari itu,kegiatan ini untuk menyentil masyarakat Sumsel bahwa disini telah terjadi ‘sesuatu’ yakni pengrusakan hutan yang begitu masif,”imbuhnya,disela kegiatan Eksebisi Foto Lingkungan, di taman Kambang Iwak Palembang,kemarin. Di samping itu,Ahmad mengaku dalam kampanye penyelamatan hutan dan perubahan iklim,pihaknya mengahrapkan dukungan semua pihak terutama masyarakat.
Karena hal itu merupakan ancaman terbesar bagi manusia dan lingkungan. ”Terkait isu energi, kita anti nuklir dan batubara lantaran dalam pembakaran batu bara menghasilkan kadar karbon sangat kotor dan kita menentang pembangunan menggunakan tenaga nuklir karena riskan dengan isu perang, dan sampai ini belum ada satu teknologi pun yang dapat memulihkan limbah radioaktif dari nuklir, dan bisa terjadi dalam kurun waktu 240 ribu tahun,”jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menambahkan, kondisi hutan di Sumsel sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi.Tingkat degradasi mencapai 100.000 hektare per tahun.“Untuk kondisi akhir tahun 2009,kondisi hutan alam Sumsel tinggal 1 juta hektare,”ujarnya. Menurut Sadat, berdasarkan pendataan dari Dinas Kehutanan Sumsel dalam buku Informasi Pembangunan Kehutanan dan GERHAN menyatakan kawasan hutan Sumsel 3.777.457 hektare atau 3,4 % dari luas kawasan hutan di Indonesia.
Dari luasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung seluas 539.645 hektare, hutan konversi 711.788 hekatre dan hutan produksi 2.525.034 hektare. ”Sehingga dari 62,13 % kawasan hutan atau seluas 2.344.936 hektare menjadi kawasan tidak produktif dan 37,87% atau 1.429.521 hekatre kawasan hutan,”pungkasnya. (retno palupi)
Public Outreach Greenpeace SEA Indonesia Ahmad Ashov Birry menegaskan berbagai langkah dapat ditempuh baik lewat kampanye maupun lewat hal yang lebih progresif.“ Greenpeace menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan hidup yang ada di Sumsel, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel), Wahana Bumi Hijau (WBH), Komunitas Fotografi dan Jurnalis Foto Palembang.
Lewat soft campagne dengan memamerkan 64 foto lingkungan hidup minimal bisa menggugah hati masyarakat,”ujarnya kepada Harian Seputar Indonesia, kemarin. Ahmad mengatakan, kampanye lewat pameran foto merupakan salah satu langkah dalam mentransformasikan informasi kepada masyarakat.Dari 64 foto yang dipajang menggambarkan situasi kronis kondisi hutan di Indonesia termasuk Sumsel. “Kita bersama dengan Walhi, LBH dan organisasi lainnya sudah gelar diskusi awal tentang kondisi kerusakan hutan atau alam di Sumsel.
Kamimenyorotipersoalanitukarena kondisi tersebut rata-rata terjadi di seluruh daerah di Indonesia maupun level internasional,”tan das nya. Berdasarkan data, lanjut Ahmad, diperkirakan perusakan hutan terjadi 300 kali luas lapangan bola kaki setiap jam.Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia selain Cina dan Amerika Serikat.
“Tentu saja persoalan hutan terjadi di daerah-daerah seperti Sumsel.Maka dari itu,kegiatan ini untuk menyentil masyarakat Sumsel bahwa disini telah terjadi ‘sesuatu’ yakni pengrusakan hutan yang begitu masif,”imbuhnya,disela kegiatan Eksebisi Foto Lingkungan, di taman Kambang Iwak Palembang,kemarin. Di samping itu,Ahmad mengaku dalam kampanye penyelamatan hutan dan perubahan iklim,pihaknya mengahrapkan dukungan semua pihak terutama masyarakat.
Karena hal itu merupakan ancaman terbesar bagi manusia dan lingkungan. ”Terkait isu energi, kita anti nuklir dan batubara lantaran dalam pembakaran batu bara menghasilkan kadar karbon sangat kotor dan kita menentang pembangunan menggunakan tenaga nuklir karena riskan dengan isu perang, dan sampai ini belum ada satu teknologi pun yang dapat memulihkan limbah radioaktif dari nuklir, dan bisa terjadi dalam kurun waktu 240 ribu tahun,”jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menambahkan, kondisi hutan di Sumsel sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi.Tingkat degradasi mencapai 100.000 hektare per tahun.“Untuk kondisi akhir tahun 2009,kondisi hutan alam Sumsel tinggal 1 juta hektare,”ujarnya. Menurut Sadat, berdasarkan pendataan dari Dinas Kehutanan Sumsel dalam buku Informasi Pembangunan Kehutanan dan GERHAN menyatakan kawasan hutan Sumsel 3.777.457 hektare atau 3,4 % dari luas kawasan hutan di Indonesia.
Dari luasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung seluas 539.645 hektare, hutan konversi 711.788 hekatre dan hutan produksi 2.525.034 hektare. ”Sehingga dari 62,13 % kawasan hutan atau seluas 2.344.936 hektare menjadi kawasan tidak produktif dan 37,87% atau 1.429.521 hekatre kawasan hutan,”pungkasnya. (retno palupi)
0 komentar:
Posting Komentar