Palembang
- Ribuan petani dari berbagai desa di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis, 12 Januari 2012 sekitar
pukul 14.00 akan menggelar zikir dan doa bersama di di Desa Sungai
Sodong. Kegiatan juga diikuti petani dan pegiat lingkungan dari Mesuji
Lampung. Mereka berharap tanah yang telah menjadi kebun sawit PT Sumber
Wangi Alam (SWA) segera dikembalikan ke masyarakat.
Mualimin P. Dahlan, wakil Desa Sungai Sodong, kepada Tempo mengatakan hingga kini masih menyangsikan iktikad baik perusahaan memulihkan hak masyarakat Sodong. "Harapan kami, dengan cara seperti ini (doa bersama), akan membuka hati perusahaan dan pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini," kata Mualimin P. Dahlan, Kamis, 12 Januari 2012, melalui sambungan telepon dari Palembang.
Sementara itu Kepala Divisi Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian (PPER) Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko mengingatkan pemerintah dan instansi berwenang segera mencari solusi sengketa lahan masyarakat dan perusahaan di daerah tersebut. Hadi khawatir insiden berdarah 21 April 2011 kembali terjadi bila tak segera ditanggulangi. "Kami mendesak setiap konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan dicari akar masalahnya untuk ditangani,” kata Hadi Jatmiko.
Dia menegaskan solusi penyelesaian konflik lahan memerlukan keberanian semua pihak mencari terobosan alternatif penyelesaiannya. Hadi mengungkapkan lahan produktif di Sumatera Selatan sebagian besar diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan, sehingga petani dan masyarakat daerah tidak lagi memiliki akses memadai pada sumber daya alam.
Puncak sengketa lahan yang terjadi dari tahun 1997 lalu antara warga Desa Sungai Sodong dan PT Sumber Wangi Alam membawa insiden berdarah 21 April 2011. Dua warga desa dan karyawan PT SWA tewas mengenaskan. Sabar, satpam perusahaan, meninggal di Blok 19, yang termasuk blok yang disengketakan. Sedangkan empat lainnya terbunuh di base camp PT SWA. Mereka adalah Hardi dan Hambali--asisten kebun--yang mengalami luka bacok dan tusuk di sekujur tubuh, serta Saimun dan Agus Manto--pam swakarsa--yang ditemukan kepalanya terpisah dari tubuh.
Warga Desa Sodong berduka karena dua warganya tewas. Mereka adalah Saktu Macan dan Indra Syafeii. Dua bersahabat ini tewas di Blok 19. Mereka mengalami luka tusuk di beberapa bagian tubuh. Bahkan leher Saktu Macan nyaris putus akibat sabetan senjata tajam.
Mualimin P. Dahlan, wakil Desa Sungai Sodong, kepada Tempo mengatakan hingga kini masih menyangsikan iktikad baik perusahaan memulihkan hak masyarakat Sodong. "Harapan kami, dengan cara seperti ini (doa bersama), akan membuka hati perusahaan dan pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini," kata Mualimin P. Dahlan, Kamis, 12 Januari 2012, melalui sambungan telepon dari Palembang.
Sementara itu Kepala Divisi Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian (PPER) Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko mengingatkan pemerintah dan instansi berwenang segera mencari solusi sengketa lahan masyarakat dan perusahaan di daerah tersebut. Hadi khawatir insiden berdarah 21 April 2011 kembali terjadi bila tak segera ditanggulangi. "Kami mendesak setiap konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan dicari akar masalahnya untuk ditangani,” kata Hadi Jatmiko.
Dia menegaskan solusi penyelesaian konflik lahan memerlukan keberanian semua pihak mencari terobosan alternatif penyelesaiannya. Hadi mengungkapkan lahan produktif di Sumatera Selatan sebagian besar diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan, sehingga petani dan masyarakat daerah tidak lagi memiliki akses memadai pada sumber daya alam.
Puncak sengketa lahan yang terjadi dari tahun 1997 lalu antara warga Desa Sungai Sodong dan PT Sumber Wangi Alam membawa insiden berdarah 21 April 2011. Dua warga desa dan karyawan PT SWA tewas mengenaskan. Sabar, satpam perusahaan, meninggal di Blok 19, yang termasuk blok yang disengketakan. Sedangkan empat lainnya terbunuh di base camp PT SWA. Mereka adalah Hardi dan Hambali--asisten kebun--yang mengalami luka bacok dan tusuk di sekujur tubuh, serta Saimun dan Agus Manto--pam swakarsa--yang ditemukan kepalanya terpisah dari tubuh.
Warga Desa Sodong berduka karena dua warganya tewas. Mereka adalah Saktu Macan dan Indra Syafeii. Dua bersahabat ini tewas di Blok 19. Mereka mengalami luka tusuk di beberapa bagian tubuh. Bahkan leher Saktu Macan nyaris putus akibat sabetan senjata tajam.
Sumber : Tempo.co
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar