WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Agustus 26, 2010

Sumsel menjadi 10 Propinsi Paling Miskin di Indonesia

Angka kemiskinan tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan sumber alam melimpah.

Hasil Sensus Nasional terbaru Badan Pusat Statistik telah merekam data perkembangan terbaru mengenai angka kemiskinan di Indonesia. Hasil sensus itu juga memetakan wilayah yang masih menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup parah.

"Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyejahterakan masyarakat," ujar Kepala BPS Rusman Heriawan dalam penjelasan hasil Sensus Nasional yang dirilis baru-baru ini, berbarengan dengan ulang tahun RI ke-65.

Rusman mengakui jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 memang telah berkurang 1,51 juta orang menjadi 31,02 juta orang (13,33 persen) dibandingkan dengan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang. Namun, angka kemiskinan itu terbilang tinggi.

Yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Angka garis kemiskinan pada Maret 2010 adalah Rp211.726,- per kapita per bulan.

Ketersediaan data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran, menurut Rusman, sangat penting digunakan untuk mengevaluasi kebijakan strategis pemerintah terhadap kemiskinan. Ini juga penting untuk membandingkan kemiskinan antarwaktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka.

Jika membandingkan antar daerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat. Prosentase angka kemiskinannya mencapai 34-36 persen, jauh lebih besar dibandingkan rata-rata nasional sebesar 13,33 persen.

Selain Papua, propinsi lain yang memiliki prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara, Aceh, Bangka Belitung dan lainnya. Jumlah penduduk di propinsi-propinsi tersebut yang memang tidak sebanyak di Jawa, tetapi secara prosentase dibandingkan total penduduk di wilayah tersebut, kelompok orang miskinnya sangat tinggi.

10 Propinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi (%)

No Propinsi Angka Kemiskinan
1 Papua Barat 36,80
2 Papua 34,88
3 Maluku 27,74
4 Sulawesi Barat 23,19
5 Nusa Tenggara Timur 23,03
6 Nusa Tenggara Barat 21,55
7 Aceh 20,98
8 Bangka Belitung 18,94
9 Gorontalo 18,70
10 Sumatera Selatan 18,30

Sumber: Sensus Nasional BPS 2010

Agar pengukurannya terpercaya, menurut Rusman, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

"Pengukuran kemiskinan yang terpercaya dapat menjadi instrumen bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup orang miskin," kata Rusman.

Pengurangan kemiskinan sepanjang periode Maret 2009-Maret 2010 menjadi salah satu acuan bagaimana strategi yang bisa diterapkan. Pada periode itu angka kemiskinan berkurang 1,51 juta orang, menurut catatan BPS, terjadi karena sejumlah hal.

Pertama, inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen. Kedua, rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret 2010.

Ketiga, produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan II) mencapai 65,15 juta ton gabah kering giling (GKG), naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG.

Keempat, sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada 2009) bekerja di sektor pertanian. Nilai Tukar Petani naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010.

Kelima, perekonomian Indonesia pada triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.



Selengkapnya...

Pembangunan Dermaga PT Medco Distop

SEKAYU – Ratusan wali murid Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Danau Cala Kecamatan Lais Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) mendesak pembangunan dermaga milik PT Medco segera dihentikan.

Salah seorang wali murid Sopian, 45,warga Desa Danau Cala,menuturkan, lokasi pembangunan dermaga yang dimulai Juli lalu itu berdekatan dengan SDN 2 Danau Cala. Mereka khawatir aktivitas di dermaga itu nantinya dapat membahayakan keselamatan anaknya dan ratusan murid SDN 2 Danau Cala lainnya. Informasi yang dihimpun di lapangan, dermaga itu akan dijadikan tempat pengangkutan minyak mentah PT Medco menggunakan kapal ponton ataupun tugboat. Karena itu,bisa dipastikan,arus lalu lintas dan aktivitas di jalan sekitar dermaga tersebut akan padat.

Para wali murid SDN 2 Danau Cala berharap, dermaga pengangkutan minyak mentah itu dapat dibangun di lokasi yang jauh dari fasilitas umum. “Kami khawatir pembangunan dermaga akan membahayakan anak-anak yang bersekolah di sekitar lokasi,” terang Sopian kemarin. Selain mengancam keselamatan anak-anak saat pergi dan pulang sekolah, pembangunan dermaga, imbuh Sopian,sangat mengganggu ketentraman proses belajar mengajardiSDN2DanauCalaakibatsuara bising yang dihasilkan kendaraan berat di lokasi pembangunan.

“Kami tidak melarang pembangunan dermaga di Danau Cala.Namun, jangan berada di dekat sekolah. Jika tidak mengindahkan permintaan kami,maka akan ada aksi yang lebih besar lagi,”ancam Sopian. Camat Lais M Zaky Aslam mengaku telah menerima pengaduan dari masyarakat dan ratusan wali murid SDN 2 Danau Cala, yang mempermasalahkan pembangunan dermaga PT Medco. Sebab, masyarakat khawatir, aktivitas pembangunan dermaga dapat membahayakan keselamatan anak-anak mereka. Dalam waktu dekat, pihaknya berjanji akan turun ke lapangan bersama tim teknis dari dinas terkait.

Dan,untuk sementara,proses pembangunan dermaga harus dihentikan sebelum tercapainya kesepakatan dengan masyarakat. “Besok kami akan turun ke lapangan dan menyelesaikan permasalahan ini.Sebab,ada pengaduan dari masyarakat,”ungkap Zaky. Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Muba Marwan Saragih melalui Sekretarisnya Herryandi Sinulingga mengatakan, pihaknya telah meminta PT Medco untuk memperhatikan keluhan masyarakat. Jika tidak ditindaklanjuti, Distamben akan memberikan sanksi kepada PT Medco.

Pihaknya sendiri tidak mempermasalahkan pembangunan dermaga tersebut, hanya saja, jangan sampai mengganggu aktivitas masyarakat, apalagi sampai membahayakan keselamatan anak-anak sekolah. “Jangan sampai masyarakat mengeluarkan keluhan, sehingga secepatnya permasalahan ini harus diselesaikan. Sebab, keberadaan lokasi tersebut,bukan untuk membuat masalah, namun guna memberikan dampak positif terhadap pembangunan,”katanya.


Selengkapnya...

Ratusan Warga Satroni PT BAU

LAHAT – Ratusan warga asal tiga desa di Kecamatan Merapi Barat Lahat mendatangi kantor perusahaan pertambangan PT Bara Alam Utama (PT BAU) di Desa Lebak Budi Merapi Barat kemarin (25/8).

Pantauan SI di lokasi demo, Kedatangan ratusan warga asal Desa Negeri Agung, Desa Tanjung Bara dan Desa Lebak Budi ini menuntut agar perusahaan tersebut menepati janji kesepakatan dengan Pemerintah kabupaten (pemkab) Lahat dalam hal perekrutan tenaga kerja sebanyak 60% bagi warga pribumi. Seperti yang diungkapkan Ruslan, 30, warga Negeri Agung, dia menjelaskan, kesepakatan yang selama ini telah dibuat an-tara perusahaan dengan peme-rintah daerah terkait pengrekrutan tenaga kerja semuanya diingkari PT BAU. Karena itulah kedatangan para warga ini menuntut janji yang sebelumnya sudah dibuat bersama.

“Sejak PT BAU ini berdiri belum ada perubahan nasib dari warga kami, cukup banyak yang masih menganggur. Pekerjaan yang ada di PT BAU ini hampir keseluruhannya berasal dari luar daerah seperti Batam, dan Jambi. Sementara yang berasal dari desa kami bisa dihitung dengan jari,” ungkapnya. Menurut dia, tuntutan yang mereka ajukan tidak banyak. Mereka meminta perusahaan dapat menepati janjinya dengan mempekerjakan masyarakat di tiga desa itu. “Sebelumnya mereka sudah berjanji akan mempekerjakan kita.Namun hingga saat ini belum satupun keluarga pemilik tanah yang mereka jadikan pekerja,” jelasnya. Menurut dia, selain membohongi perjanjian dengan Pemkab Lahat, PT BAU juga sudah mengingkari perjanjian dengan masyarakat desa.

“Yang menawar tanah kami dulu adalah Ibu Once,Ibu itu berjanji akan mempekerjakan keluarga kami. Namun hampir empat tahun berlalu, tapi ternyata tidak satupun kami yang dijadikan pekerja,”katanya. Perihal serupa juga dikeluhkan Hadarson, 32,warga yang sama di sela-sela demo. Dia mengaku, kalau tuntutan ini tidak segera direalisasikan maka warga sekitar tidak segan-segan akan melakukan tindakan anarkis. ”Kita minta pemerintah daerah tolong ambil tindakan tegas terkait keluhan kami ini. Karena kita juga tidak menuntut banyak, kami mau dipekerjakan di bagian apa saja termasuk di bagian kasar sekalipun,”ujarnya.

Sekitar 10 menit melakukan orasi, pendemo kemudian diterima Kepala Teknik Tambang (KTT) PT BAU Andry Budi Wangsah.Dia membantah kalau pihaknya tidak mempekerjakan tenaga kerja lokal, khususnya warga sekitar perusahaan. “Tidak benar. Hampir 75% kami mempekerjakan penduduk lokal. Kami ada dokumennya. Namun permintaan masyarakat hari ini juga akan tetap kami ajukan terlebih dahulu ke PT BAU Jakarta terkait pengrekrutan tenaga kerja lagi,”bantahnya.

Dia meminta kepada warga yang sengaja datang ke perusahaan hendaknya jangan melakukan perbuatan anarkis. Karena nantinya justru bisa merugikan semua elemen, baik perusahaan maupun warga itu sendiri. ”Kalau ada permasalahan mari kita selesaikan dengan baik-baik sehingga dapat dicari solusi,”pungkasnya.


Selengkapnya...

Selasa, Agustus 24, 2010

Pusat Bayar Utang Migas Rp96,161 Miliar

PALEMBANG – Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No 121/PMK.07/2010 tentang Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2008,maka pemerintah pusat akan membayar utang tahap ketiga bagi hasil migas (BHM) sebesar Rp96,161 miliar pada akhir Agustus ini kepada Pemprov Sumsel.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Sumsel Robert Heri mengatakan, utang BHM pusat kepada Pemprov Sumsel mencapai Rp235,9 miliar sejak 2008. Dari jumlah tersebut, telah diangsur sebanyak dua kali sehingga tersisa Rp143,8 miliar. Dari sisa tersebut, akan kembali dibayarkan pada akhir Agustus mencapai Rp96,161 miliar sehingga sisa utang mencapai Rp46,589 miliar. “Sebenarnya utang pemerintah pusat mencapai Rp2 triliun kepada provinsi penghasil migas di Indonesia. Sementara, untuk Provinsi Sumsel mencapai Rp235,9 miliar, dengan rincian Rp92,1 miliar untuk sektor minyak dan Rp143,8 miliar untuk sektor migas,” ungkap Robert kemarin.

Untuk sisa BHM angsuran akhir, menurut Robert, pihak pusat berjanji mencairkan pada triwulan I/2011. Dengan begitu, diharapkan semua utang Sumsel telah dibayarkan, termasuk bunga keterlambatan membayarkan bagi hasil migas sejak 2008. “Untuk angsuran pertama telah dibayarkan pada Oktober 2009 sebesar Rp46,58 miliar, begitu ju-ga angsuran kedua pada Februari 2010 sebesar Rp46,58 miliar. Sementara, angsuran ketiga akan dibayarkan akhir Agustus ini sekaligus dua kali angsuran,” ungkapnya. Selain Pemprov Sumsel, pusat juga berutang pada beberapa daerah di Sumsel, seperti Kabupaten Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Muaraenim, OKI, OKU,Palembang,Pagaralam,dan Lubuklinggau, yang jumlahnya beragam. Namun, hutan akan dibayar bersamaan dengan provinsi.

Untuk Kabupaten Lahat dibayar sebesar Rp15,097 miliar, Musi Banyuasin sebesar Rp168,01 miliar, Musi Rawas sebesar Rp42,6 miliar,Muaraenim sebesar Rp12,7 miliar, OKI sebesar Rp13,7 miliar, OKU akan dibayar Rp14,1 miliar, Palembang dibayarkan Rp13,7 miliar, Pagaralam dibayarkan Rp13,7 miliar, Lubuklinggau dibayar Rp13,7 miliar. “Kalau total utang pemerintah pusat ke daerah di Provinsi Sumsel tidak tahu persisnya.Tetapi, akan dibayarkan pada akhir Agustus ini ke rekening daerah masing-masing,”tukas dia. Kasi Hulu Migas Edwar Muhaimin menambahkan,pada pembayaran akhir Agustus ini, pihaknya akan melakukan rekonsiliasi dengan Menteri Keuangan RI untuk menagih bunga bagi hasil migas tersebut.

Sebab, menurut dia,sudah barang tentu uang yang ditempatkan pada bank ada bunganya. Begitu juga dengan dana yang dimiliki Pemprov Sumsel tersebut.“Untuk hitungan bunga kita tidak tahu berapa persen.Dispenda yang melakukan penghitungan. Namun, dipastikan dana tersebut ada bunganya. Karena jika berdasarkan hitung-hitungan bank dana tersebut terdapat bunga,”ujar dia. Sementara itu, Gubernur Sumsel H Alex Noerdin meminta pemerintah pusat selain membayarkan utang bagi hasil migas, juga membayar bunga.

“Jangan daerah saja yang harus membayar bunga jika terlambat membayar ke pusat.Tetapi, pemerintah pusat juga harus membayar ke daerah jika terlambat membayar. Dan tentu ada bunganya dong. Kita saja kalau terlambat dibe-bani bunga, pusat juga harus begitu,” papar dia.

Alex juga meminta supaya dana bagi hasil migas untuk Pemprov Sumsel ditingkatkan.“Pasalnya, daerah lain sudah ada yang bagi hasil migas mencapai 30%, sementara untuk Sumsel masih mencapai 15%.Tapi, kita akan lakukan cara-cara manis, tidak perlu melakukan hal yang brutal,” pungkasnya.

Selengkapnya...

Unjuk Raja Warnai Vonis Petani

KAYUAGUNG -— Dua orang terdakwa kasus pengerusakkan penebasan dan pembakaran tebu milik PT PN VII Cinta Manis Abdeling 28 Desa Lubuk Bandung Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir (OI) diwarnai aksi unjuk rasa didepan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Senin (23/8). Sementara warga meminta terdakwa Busrah Bin Masud dan Jamaludin Bin Muhammad Sarni dibebaskan dari segala tuntutan.

Massa tadi datang menggunakan dua buah truk berjumlah 150 orang seraya membawa spanduk pernyataan sikap dan bambu yang diikat bendera merah putih. Banyak juga diantaranya warga membawa anak-anaknya. Aksi massa pun terus dikawal petugas polisi maupun intel Dandim 0402/OKI.

Warga yang tergabung petani Lubuk Rengas, petani Rengas, Walhi Sumsel, SPI Sumsel, LBH Palembang dan KPA Jakarta terus berorasi menyuarakan aspirasi agar warganya tidak dihukum. Menurut Koordinator Lapangan dari Walhi Sumsel, Yuliusman aksi solidaritas warga tersebut meminta agar majelis hakim benar-benar objektif memutuskan suatu perkara. Pasalnya, dalam fakta-fakta persidangan kedua warga tersebut tidak melakukan kesalahan yang dituduh.

Tuntutan sangat memberatkan, kami minta agar Majelis Hakim yang terhormat melihat kasus ini sesuai hati nurani. Sehingga sudah selayaknnya kedua terdakwa dibebaskan,” ucap Yuliusman.
Meskipun begitu, Majelis Hakim yang diketuai Nun Suhaini SH MHum dan Alfarobi SH dan Dewi Apriyanti SH sebagai hakim anggota tetap bersikekeuh bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah.

Sehingga majelis hakim memberikan vonis 1 tahun 3 bulan terhadap masing-masing terdakwa. Kedua terdakwa dikenakan pasal 170 ayat (1) KUHP karena telah terbukti melakukan tindakan pidana yakni secara terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sehingga tidak dapat dipergunakan lagi dan menjadi rusak.

Pihak pengadilan juga telah menetapkan barang bukti berupa 10 batang tanaman tebu yang ditebang dan dirusak dan 10 tanaman tebu yang dibakar dan dikembalikan kepada PT PN Cinta Manis. Menurut majelis hakim, vonis yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Edowan SH pada sidang Senin (9/8) lalu yakni 2,5 tahun.

Hal ini mengingat ada hal yang memberatkan terdakwa dan meringankan terdakwa. Yang memberatkan terdakwa yakni perbuatan yang main hakim sendiri yang menyebabkan pihak PT PN VII rusak berat dan merugi hingga miliaran rupiah. Sedangkan yang meringankan terdakwa yakni mereka belum pernah dihukum, dan mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain juga terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

Mengenai vonis hakim tersebut, Tim Advokasi warga Lubuk Bandung, M Rizal Siregar akan mengajukan banding. Pasalnya, tim advokasi melihat ada keganjilan dalam prosedur di dalam KUHAP. Dia menilai dalam kesaksian yang diberikan dipersidangan ada kesaksian palsu atau sumpah palsu. “Kita akan examinasi, putusan ada cacatnya. Bukti yang diajukan pihak PTPN VII

seluas 2539 hektare tidak memiliki HGU,” tegas Rizal. Untuk itu, pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan mengupayakan langkah hukum selanjutnya. Tim advokasi menilai JPU tidak berkerja secara profesional. Bahkan JPU melakukan perubahan dakwaan secara diam-diam. Sebab pada lahan dan tanaman yang dianggap rusak ternyata masih layak digunakan.

Selengkapnya...

Pemkab MURA Berusaha Lepaskan Kawasan 12.000 Ha

MUSIRAWAS - Pemkab Musirawas terus mengupayakan pelepasan status kawasan hutan produksi (HP) seluas 12.000 hektare untuk pemukiman masyarakat di Kecamatan Muaralakitan. Kepala Dinas Kehutanan Musirawas Agus Setyono mengatakan, pelepasan kawasan hutan yang kini tengah diupayakan tersebut berada diareal PT musi Hutan Persada (MHP). Demikian disampaikannya kepada wartawan usai pelantikan pejabat dilingkungan Pemkab Musirawas, Senin (23/8).

Menurutnya, upaya pelepasan kawasan hutan ini, dilakukan melalui penyusunan tata ruang hutan (TRH) ke Pemprov Sumsel. Untuk pelepasan areal ini, katanya memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait. “Ada tiga daerah di Sumsel, termasuk Musirawas yang melakukan upaya pelepasan kawasan ini, untuk dijadikan pemukiman penduduk,” katanya.

Terpisah Ketua Harian Front Perlawanan Rakyat, Edwar Antoni selaku pendamping warga enam desa di Kecamatan Muaralakitan yang kini mendiami lokasi kawasan hutan yang dikelola oleh PT MHP tersebut mengatakan, pelepasan kawasan tersebut sangat diperlukan. Hal itu untuk menghindari terjadinya gesekan yang kerap terjadi antara masyarakat yang mendiami lokasi dengan perusahaan PT MHP yang mengelola kawasan tersebut.

Hal ini mestinya menjadi perhatian. Karena warga enam desa di Kecamatan Muaralakitan tersebut, kini menuntut kejelasan status. Mereka warga transmigrasi itu, kini menempati desa yang tidak ada wilayah. Karena itu, pelepasan status kawasan perlu diupayakan. Kan lucu, ada enam desa definitif di Musirawas, yang dilengkapi dengan struktur pemerintahan desa, tapi tidak ada wilayahnya,” ujar Edwar.

Sumber : Sripo
Selengkapnya...

Balit Sembawa Akan coba Berdayakan Masyarakat

BANYUASIN - Masalah yang terjadi antara masyarakat Desa Tanjungmenang Musi dan Seinaik Kecamatan Rantaubayur dengan Balai Penelitian (Balit) Sembawa, telah menemui titik terang. Balit Sembawa bersedia memberdayakan serta melibatkan masyarakat setempat dalam usaha penelitian perkebunan. Bahkan terkait aksi anarkis yang terjadi beberapa pekan lalu tidak akan diperpanjang. Artinya, ada kemungkinan empat warga yang kini ditahan di Polres Banyuasin akan lepas dari jeratan hukum.

Hal tersebut terungkap saat digelarnya pertemuan segitiga antara Pemkab dan DPRD Banyuasin dengan Balit Sembawa, Senin (23/8). Pertemuan digelar tertutup di ruang rapat bupati ini menghasilkan kesepakatan bahwa, Balit Sembawa akan memperhatikan masyarakat di sekitarnya terutama akan membenahi secara sosial. Misalnya rutin memberikan bantuan seperti menyediakan lahan yang akan digunakan untuk kalangan (Pasar Mingguan,Red), penyediaan sarana olahraga seperti lapangan sepakbola.

Kemudian, kita sampaikan juga kalau masyarakat ini tidak lagi ngotot untuk meminta lahan sebab kita tahu status lahan itu sendiri. Artinya Balit Sembawa sudah sangat positif dalam merespon saran yang kita sampaikan, mewakili masyarakat di sana. Masyarakat saat ini hanya meminta agar Balit bisa lebih peka dengan kondisi sosial di sana. Masyarakat minta agar saat mengambil kayu gelam dan bambu yang hidup liar di hutan di lahan Balit supaya tidak ditangkap,” ungkap H Arkoni SIP, Wakil Ketua DPRD Banyuasin,

Kepala Balit Sembawa, Khaidir Amipalupy mengungkapkan pihaknya siap menampung aspirasi masyarakat di dua desa tersebut. Termasuk akan merealisasikan tenaga kerja, sebab pemukiman penduduk yang dekat Balit hanya di Divisi IV dan Divisi V, itu pun ruang lingkupnya sedikit. Akan dilakukan penggiliran bekerja untuk memeratakan lapangan kerja.

Sedangkan Kapolres Banyuasin, AKBP Drs Susilo Rahayu Irianto dihubungi melalui ponselnya terkait rencana DPRD Banyuasin untuk melakukan pertemuan di Polres meminta pembebasan empat tersangka mengatakan, pihaknya belum bisa berpendapat lebih jauh bahkan terkait adanya pertemuan segitiga tersebut pun belum tahu.

Selengkapnya...

Sengketa Balit Sembawa Temukan Titik Terang(katanya)

PANGKALAN BALAI(SINDO) – Sengketa lahan antara warga Desa Tanjung Menang dan Sungai Naik dengan Balai Penelitian (Balit) Sembawa menemukan titik terang setelah pemerintah setempat menggelar pertemuan dengan pihak yang bersengketa.

Permasalahan sengketa lahan antara warga Desa Tanjung Menang dan Sungai Naik,Kecamatan Rantau Bayur,yang sempat dipicu aksi anarkistis perusakan hingga pembakaran Kantor Divisi V Balai Penelitian (Balit) Sembawa beberapa pekan lalu, mulai menemukan penyelesaian. Saat pembahasan tertutup bersama Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed yang dihadiri Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuasin Arkoni, Kepala Balit Sembawa Haidir Hanipalupi,serta Asisten I Tata Pemerintahan Setda Banyuasin Husnan Bakti,kemarin berkesimpulan, pihak Balit akan mengoreksi kontribusi sosial masyarakat sekitar terutama warga Desa Tanjung Menang.

“Dalam rapat tadi (kemarin), pihak Balit bersedia memberdayakan masyarakat desa dalam berbagai kegiatan. Bahkan, beberapa kehendak warga, seperti adanya sarana olahraga, pasar, dan pengambilan gelam bambu di areal Balit akan dipertimbangkan untuk segera direalisasikan,” ungkap Arkoni seusai rapat. Menurut Arkoni, pihak Balit memberikan respons positif menghadapi tuntutan masyarakat Desa Tanjung Menang dan Sungai Naik.“Artinya,tuntutan masyarakat dan kesediaan Balit dapat dipertemukan, tinggal bagaimana ditemukan keduanya dalam pertemuan resmi,”imbuhnya.

Arkoni mengatakan, untuk penggunaan tenaga kerja, pihak Balit memberikan penjelasan mengapa penggunaan tenaga kerja bagi warga Desa Tanjung Menang dilakukan sistem rolling. “Divisi yang berada di dekat Desa Tanjung Menang memang terdapat dua.Karena garapan tanam tidak terlalu luas, maka untuk memaksimalkan tenaga kerja dilakukan sistem pergantian,” tukas Arkoni. Pertemuan tersebut juga membahas rekomendasi adanya pertemuan antara Pemkab Banyuasin, DPRD, dan Polres Banyuasin terkait upaya pembebasan keempat warga desa yang ditahan.

“Jika islah dan perdamaian yang dilakukan dapat segera dilakukan, menjadi pertimbangan penegak hukum melakukan penyelidikan lanjutan kasus tersebut. Jika memungkinkan, pembebasan bersyarat dengan jaminan terhadap empat warga desa,”ucapnya. Sementara itu, Bupati Banyuasin Ir H Amiruddin Inoed mengatakan, upaya yang dilakukan bersama legislatif diharapkan memberikan hasil positif bagi masyarakat. Sebab, tuntutan warga atas penguasaan lahan tidak mungkin dilakukan sehingga satu-satunya yang dapat dilakukan adalah meminta Balit Sembawa memberdayakan masyarakat sekitar.

“Masalah Balit Sembawa mulai menemukan titik terang. Pihak Balit sudah merespons keinginan masyarakat.Terkait hasil kesepakatan ini, akan direncanakan pertemuan islah antara warga dan Balit Sembawa, sekaligus menyampaikan sosialisasi program Balit termasuk larangan- larangan. Paling tidak akan digelar setelah Lebaran,” tutur Amiruddin. Terpisah, Kapolres Banyuasin Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Susilo RI mengatakan upaya pembebasan keempat warga yang menjadi tersangka dapat dilakukan sesuai prosedur.

“Silakan dikoordinasikan secara langsung dengan pihak Balit. Sebab, sampai sekarang kita belum dihubungi terkait permintaan pembebasan empat tersangka itu atau penghentian perkara oleh pihak Balit.Tapi, akan kita lihat bagaimana perkembangan perdamaian selanjutnya,“ tukasnya.



Selengkapnya...

Senin, Agustus 16, 2010

WALHI : Warga harus Tolak Penambahan Pabrik PUSRI

Palembang - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan meminta agar rencana PT Pupuk Sriwidjaja untuk melakukan pembangunan penambahan pabrik baru di Kelurahan Sei Selayur, Kecamatan Kalidoni, Palembang, dihentikan.

Kepala Divisi Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumsel, Hadi Sujamiko, Ahad (15/8), mengatakan kawasan PT Pusri yang terletak di Kecamatan Kalidoni adalah kawasan padat penduduk dan rentan tercemar limbah amoniak yang berasal dari PT Pusri.

Ia mencontohkan kejadian pada Sepetember 2000 di mana sedikitnya 28 orang mengalami keracunan gas amoniak yang berasal dari bocornya tabung amoniak. Selain itu, secara geografis berbatasan langsung dengan Sungai Musi padahal sungai ini dimanfaatakan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan air nya sehari hari.

”Saat ini PT Pusri hanya mengoperasikan dua dari empat pabriknya saja dengan masing-masing pabrik setiap harinya memproduksi 1.725 ton urea dan 726 amonia. Kondisi kualitas lingkungan hidup di sekitar kawasan tersebut semakin menurun,” katanya.

Lebih jauh Hadi mengatakan dengan pembangunan pabrik baru Pusri II B dengan kapasitas produksi mencapai 2.750 ton urea per hari dan 2 ribu ton amoniak yang akan dilakukan maka bisa sangat mengancam kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Dengan alasan ini, kata Hadi, seharusnya Pusri sudah mulai memikirkan langkah atau rencana untuk memindahkan keberadaan pabriknya ke lokasi lain yang oleh sudah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera selatan dalam Tata Ruang pada 2010- 2030 sebagai zona industri.

”Kami juga minta Pusri untuk segera menghentikan segala kebohongan publik dengan mengatakan bahwa kegiatan Pembangunan Pabrik II B, sebagai revitalisasi,” katanya.
Sebab, menurut Hadi, berdasarkan fakta yang ditemukan Walhi saat sosialisasi rencana kegiatan yang diadakan oleh Komisi AMDAL Sumatera Selatan di gedung pertemuan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel beberapa hari lalu adalah bukanlah revitalisasi tetapi pembangunan atau penambahan pabrik baru.

Walhi juga berharap Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang untuk tidak merekomendasikan dan memberikan izin kepada pihak Pusri atas rencana pembangunan pabrik II B di Sei Selayur.
”Untuk masyarakat yang selama ini telah menjadi korban dan selama ini terancam atas kegiatan dan aktivitas PT Pusri di Kecamatan Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur II agar segera melakukan perlawanan dan menolak rencana pembangunan pabrik II B tersebut,” tegasnya.


Selengkapnya...

PLTA Kepahiang Ancam Keselamatan Rakyat Sumsel

KEPAHIANG,Bengkulu— Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi di Desa Ujanmas Kecamatan Ujanmas Kabupaten Kepahiang Bengkulu mengancam kehidupan masyarakat di Provinsi Sumsel. Sungai Musi yang membelah Kota Palembang diperkirakan terasa asin beberapa tahun ke depan.

Warga Kabupaten Empatlawang di uluan Musi sudah merasakan dampaknya. Ketinggian air sungai menyusut sampai 2 meter empat tahun terakhir dan tidak layak konsumsi karena tercemar. Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia (HATHI) sudah menyampaikan peringatan dini.

“Akibat turunnya debit air Sungai Musi akan memengaruhi kualitas air karena air laut akan masuk lebih banyak dan jauh lagi saat pasang surut. Bila sampai di PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) sudah dapat dipastikan air tawar berubah menjadi asin,” kata Ketua Umum HATHI, Irwan Sirwan kepada Sripo, Jumat pekan lalu.

Hasil kajian HATHI, PLTA Musi dibangun tahun 2006. Untuk menggerakan turbin, pembangkit ini mengambil air dari Sungai Musi berkisar 6 meter kubik per detik atau 6.000 liter per detik.

Pembangkit kemudian menyuplai listrik ke sistem interkoneksi Sumatera sebesar 3 X 70 megawatt (MW). PLTA Musi dibangun dengan membendung aliran ulu Sungai Musi untuk menggerakkan turbin.

Air Sungai Musi yang dibendung untuk dialirkan ke dalam saluran sekitar 400 meter di kedalaman tanah tidak dialirkan kembali ke sungai asalnya, Musi. Air Sungai Musi dibuang ke laut Bengkulu melalui Sungai Aur.

Hal itu terpaksa dilakukan menurut pihak PLTA karena sungai asal lebih tinggi. Air tidak mungkin dialirkan kembali ke tempat asalnya yang lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bengkulu, Zenzi Suhadi, mengatakan, awal pembangunan PLTA Musi itu memang sudah ada permasalahan dengan warga. Sempat terjadi konflik antara pihak PLTA dengan warga Desa Tanjungalam.

Warga menolak pembangunan PLTA karena areal pesawahan warga menjadi seperti danau akibat tergenang air limpahan dari bendungan PLTA.

“Untuk kerusakan DAS Musi sendiri akibat pembangunan PLTA itu kita belum melakukan investigasi secara mendalam. Namun dari laporan informal, memang ada keluhan dari masyarakat,” katanya.

Ditambahkan Zenzi, ketika ketinggian air di bendungan melebihi batas maksimal maka bendungan dibuka dan mengakibatkan ada pemukiman warga dan areal persawahan yang terendam, seperti di daerah Bengkulu Tengah.

Warga yang tinggal di pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi di hilir bendungan tersebut diliputi perasaan cemas karena air sungai sewaktu-waktu bisa saja datang seperti air bah.

“Kalau pihak PLTA membuka bendungan di atas maka permukaan air naik sangat cepat. Warga yang tengah mandi harus buru-buru keluar dari sungai kalau tidak ingin hanyut. Warga jadi resah,” ujar Rozi (38) warga Desa Embongijuk Kecamatan Bermaniilir Kebupaten Kepahiang.

Dijelaskannya, pihak PLTA biasanya membuka bendungan 2-3 hari sekali berdasarkan alat pengukur ketinggian air. Saat ketinggian air untuk dialirkan ke turbin melebihi batas, maka pihak PLTA membuka bendungan. Akibatnya, air naik dengan cepat mencapai 1,5 meter.

Wandi, warga setempat mengatakan, sejak dibangunnya PLTA kondisi Sungai Musi tak lagi normal. Ketinggian permukaan air menyurut dan warnanya keruh dan kotor. Akibatnya warga yang sejak dahulu memanfaatkan air sungai untuk keperluan rumah tangga kini menjadi kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Terbentuk Pulau Kecil Pengurangan debit air Sungai Musi yang membelah Kabupaten Empatlawang dirasakan masyarakat setempat sejak dua tahun terakhir. Gugusan pulau-pulau kecil yang terpisah mulai terlihat di tengah sungai.

Pemantauan Sripo di sepanjang DAS Musi dari kawasan Kecamatan Talangpadang sampai ke Tebingtinggi sudah tampak beberapa pulau kecil yang terbentuk. Batu besar dan koral bercampur pasir terlihat jelas di tengah sungai, bahkan beberapa pulau sudah ditumbuhi rerumputan dan berbagai jenis kayu keras.

Beberapa warga mengetahui hal itu tapi tidak mengetahui penyebab turunnya debit air sungai. Warga menghitung perbandingan air empat tahun lalu dengan kondisi saat ini terdapat penurunan mencapai 2 meter.

“Dulu tidak ada pulau itu tapi sekarang air sudah hampir satu meter lebih rendah daripada pulau. Dari pengamatan di pinggiran sungai tampak penurunan air mencapai 2 meter, bahkan sekarang masih tampak bekasnya,” kata Mat Zen (42) warga Desa Lubukgelanggang, Kecamatan Tebingtinggi.

Kadus II Desa Lubukgelanggang, Lukman, mengatakan, penurunan debit air dapat dianalisa juga dari kondisi alam. Sebelumnya apabila hujan, desa mereka menjadi sasaran banjir, tapi sudah tiga tahun terakhir tidak terjadi lagi.

Air sungai itu dimanfaatkan warga puluhan desa Kecamatan Ulumusi, Pendopo, Talangpadang, dan Tebingtinggi di Kabupaten Empatlawang untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus (MCK) serta untuk masak.

Air Tercemar Situasi ini cukup mencemaskan karena hasil penelitian dan uji laboratorium Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Empatlawang bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Muaraenim, pencemaran sungai Musi termasuk tingkat sedang dalam artian tidak layak pakai.

Warga mengaku terpaksa menggunakan air sungai karena memang tidak ada sarana air bersih sementara upaya menggali sumur sulit.

Kepala Bapedalda Empatlawang, M Siregar melalui Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Rizal Effendi mengatakan, pencemaran Sungai Musi di Kabupaten Empatlawang sudah masuk kelas II atau pencemaran sedang.

“Air sungai sudah tidak layak digunakan,” jelasnya.

Rizal belum bisa memastikan pencemaran itu dampak dari PLTA di Kepahiang karena belum ada pembanding hasil penelitiannya dengan kualitas air sebelum dan setelah ada PLTA tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Empatlawang, M Teguh Idrus, mengatakan, apabila masyarakat menggunakan air sungai yang sudah tercemar itu akan mudah terserang penyakit gatal-gatal pada kulit. Jika dikonsumsi bisa mengakibatkan diare, tipus dan berbagai jenis penyakit lainnya.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Bupati Empatlawang, Budi Antoni Aljufri, mengatakan pengurangan debit air Sungai Musi mengancam rencana eksploitasi batubara dari Desa Ujungalih dan desa sekitarnya lewat jalur Sungai Musi.

“Dengan surutnya air Sungai Musi ini tidak bisa dilewati oleh perahu tongkang, apalagi saat bermuatan berat. Kita berencana membuat dam dengan sistem buka tutup, dengan demikian perahu bisa melaluinya,” katanya.

Sumber : Sriwijaya Post - Senin, 9 Agustus 2010 09:39 WIB

Selengkapnya...

Ratusan Warga Datangi Polda Sumsel minta Temannya di Bebaskan

PALEMBANG - Ratusan warga Desa Mangpang pinggiran Sungai Penampin, Kecamatan Bayunglencir, Musi Banyuasin mendatangi gedung Polda Sumsel di Jalan Jendral Sudirman Palemban, Senin (16/8). Sebelumnya warga yang menumpang truk tersebut berkumpul di Jalan Basuki Rahmat depan Kantor Sripo. Setelah ditanyai petugas dari Polda maksud dan tujuan mereka dibawa masuk dan dikumpulkan di depan masjid Polda Sumsel.


Mereka menuntut dibebaskannya rekan mereka yang ditahan sebanyak 29 orang yang dituduh merambah hutan di kawasan Desa Mangsang Muba. Sebagian warga ikut aksi terutama istri para tersangka yang ditahan. Mereka ada yang histeris, menangis hingga jatuh pingsan.

Siswanto (29), salah satu mewakili warga mengatakan, sekitar lima bulan lalu ketika 180 KK warga Lampung Utara dan Lampung Tengah tertarik ikut membuka lahan yang dikoodinir tim yang beranggota Jenal, Yulianto, Wagimin dan Sofyan.

Warga yang tertarik dan ikut serta diberikan lahan sebesar 2,25 hektare dihargai Rp 4 juta.
Menurut Siswanto mereka dberi kebebasan bercocok tanan dan berkebun, "Setelah mendirikan pondok dan berkebun mereka digrebek petugas dari Polda atas laporan bahwa mereka merusak dan merambah kawasan hutan yang dilindungi," kata Siswanto.

Petugas Polda berhasi mengamankan 34 warga dan setelah diperiksa di pulangkan lima orang kerena tidak terbukti.
Kawasan yang dipersoalkan berbatasan dengan perkebunan PT Lonsum yang menanam sawit, PT BPUJ yang menanam akasia serta PT Pinang Mas dan PT Gudang Garam yang juga menanam sawit. Hingga berita ini diturunkan ratusan warga tersebut tetap menuntut agar warganya di bebaskan juga meminta jaminan hidup karena mereka tidak lagi punya tempat tinggal.

Sumber : Sripo

Selengkapnya...

Sabtu, Agustus 14, 2010

Siaran Pers : Demi Keselamatan Rakyat, Hentikan Rencana Pembangunan Pabrik PUSRI II B

Sehubungan dengan Rencana PT. Pupuk Sriwijaya Palembang, yang akan melakukan pembangunan (Penambahan) pabrik Baru Pusri-II B di Kelurahan Sei Selayur Kecamatan Kalidoni Palembang maka perlu kiranya WALHI Sumsel menguraikan beberapa Hal tentang Rencana tersebut :

  1. Seperti kita Ketahui bersama bahwa Kawasan PT. Pusri yang terletak di Kecamatan Kalidoni dan berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur II adalah kawasan dengan kepadatan Penduduk sangat tinggi yang selama ini penduduk nya sangat rentan Terpapar oleh Limbah Limbah Amoniak yang berasal dari PT. Pusri, contoh kejadian pada sepetember 2000 dimana sedikitnya 28 Orang mengalami keracunan Gas Amoniak yang berasal dari bocornya tabung Amoniak PT. Pusri
  2. Bahwa Kawasan PT. PUSRI adalah kawasan yang secara Geografis berbatasan langsung dengan Sungai Musi dan sangat rentan dengan persoalan persoalan Lingkungan yang dalam hal ini Pencemaran Limbah padahal, sungai musi merupakan salah satu sungai yang selama ini dimanfaatakan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan air nya sehari hari.
  3. Bahwa setidaknya dengan Kondisi saat ini dimana PT. Pusri hanya mengoperasikan 2 dari 4 Pabrik nya saja dengan masing masing Pabrik setiap hari nya memproduksi 1.725 Ton Urea/Hari dan 726 Amonia/Hari, Kondisi Kualitas Lingkungan Hidup di sekitar kawasan tersebut semakin menurun dan kasus Pencemaran Udara dan air yang berdampak terhadap Kondisi Kesehatan Masyarakat serta Tanaman Pertanian masih terus dan sering terjadi.
  4. Pembangunan Pabrik baru Pusri II B dengan kapasitas produksi mencapai 2.750 Ton Urea/Hari dan 2.000 Ton Amoniak/hari dilakukan maka Akan sangat mengancam kondisi Kesehatan masyarakat di sekitar dan Lingkungan Hidup.

Atas dasar paparan diatas maka Seharusnya Pihak PT. PUSRI tidaklah berencana untuk melakukan pembangunan (menambah) Pabrik baru di kawasan tersebut. Tetapi, seharusnya mulai memikirkan langkah atau rencana untuk memindahkan keberadaan Pabriknya ke Lokasi atau Wialayah lain yang oleh pemerintah Sumatera selatan dalam Tata Ruang pada 2010 - 2030 telah di tetapkan sebagai Zona Industri.
Melalui uraian dan paparan kondisi objektif yang selama ini sering terjadi di kawasan tersebut pada Khususnya dan Kota Palembang pada Umumnya maka WALHI SUMSEL Menyatakan :

  1. Menuntut PT.PUSRI untuk segera Menghentikan rencana Pembangunan Baru (Penambahan) pabrik Pusri II B yang ada di Kelurahan Sungai Selayur Kecamatan kalidoni Palembang, karena jika ini diteruskan akan mengancam Keselamatan Rakyat dan Lingkungan Hidup yang ada di sekitar nya.
  2. Menuntut PT. PUSRI untuk segera menghentikan segala kebohongan Publik yang dilakukan nya dalam pengumuman pengumuman yang dipasang di Media Massa Cetak, dengan mengatakan bahwa kegiatan Pembangunan Pabrik II B, sebagai Revitalisasi. karena fakta yang kami temukan pada saat Sosialisasi Rencana Kegiatan yang diadakan oleh Komisi AMDAL Sumatera Selatan di Gedung Pertemuan BLH Sumsel beberapa Hari yang lalu adalah bukanlah Revitalisasi tetapi Pembangunan atau Penambahan Pabrik baru
  3. Kepada Pihak Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Kota palembang untuk tidak merekomendasikan dan memberikan/Mencabut Izin kepada Pihak PT. Pusri atas rencana pembangunan Pabrik II B di Keluarahan Sei Selayur Kecamatan Kalidoni
  4. Meminta Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Selatan / Komisi AMDAL Sumatera Selatan, untuk segera menghentikan segala rencana kegiatan dan penyusunan AMDAL untuk pembangunan Pabrik Pusri IIB.
  5. Menyerukan Kepada Masyarakat yang selama ini telah menjadi korban dan selama ini terancam atas kegiatan dan aktifitas PT. PUSRI di Kecamatan Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur II untuk segera Melakukan perlawanan dan menolak rencana Pembangunan Pabrik II B tersebut.

Palembang, Agustus 2010
Eksekutif Daerah WALHI Sumsel

TTD.

Hadi Jatmiko
Kadiv. Pengembangan Organisasi dan
Pengorganisasian Rakyat


Selengkapnya...

Pipa PERTAMINA MELEDAK ( LAGI )

PALEMBANG, — Pipa distribusi crude oil (minyak mentah) yang membentang di Jl Taqwa, Lorong Purwo, Desa Sukamulyo, perbatasan Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Kalidoni, Palembang bocor dan terbakar, Jumat (13/8) dini hari. Api mulai membesar sekitar pukul 05.30 dan baru dapat dipadamkan 11 jam kemudian. Regu pemadam kebakaran dari Pertamina dan Pemkot Palembang bekerja keras menjinakan api yang terus membesar akibat tersulut minyak yang berada di dalam pipa.


Pantauan Sripo di lokasi kejadian, pipa yang terbakar berisi crude oil berada di area persawahan. Meski tidak ada korban jiwa, namun tetap membuat panik warga yang bermukim tak jauh dari lokasi kejadian. Asap hitam pekat yang membumbung tinggi di langit pun terlihat jelas dari kejauhan karena api semakin berkobar akibat tersulut minyak.

Regu pemadam kebakaran dengan sigap mengisolasi lokasi kebakaran dengan menyemprotkan foam pemadam pada radius 10 Meter dari sumber api, sehingga api tidak menjalar pada lahan pertanian milik warga. Sejak pagi mereka bekerja keras memadamkan api namun tetap belum membuahkan hasil.

Akhirnya, petugas dari Pertamina yang berada di lokasi kemudian menutup aliran crude oil dari pos pendistribusian. Kobaran api perlahan-lahan bisa diatasi setelah minyak di dalam pipa berkurang. Sekitar pukul 17.00 api baru dapat dijinakan seiring dengan habisnya minyak yang mengalir pada pipa.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Sripo, api pertama kali terlihat oleh warga sekitar pukul 05.00 pagi. Awalnya api muncul dari atas pipa, masih sangat kecil dan dikira sampah yang terbakar. Namun lama-kelamaan, api terus bertambah besar hingga membuat warga yang bermukim di sekitar lokasi panik.

Amirudin (54) warga yang pertama kali mengetahui terbakarnya pipa tersebut mengaku sangat panik melihat api yang terus membesar. Setelah salat subuh ia sempat keluar rumah dan melihat api pada pipa yang jaraknya sekitar 80 Meter dari rumahnya, namun apinya masih kecil. Ia pun tidak terlalu menggubris dan memilih masuk ke rumah lagi. Namun berselang 20 menit kemudian ternyata api semakin membesar dan asap hitam pun terus membumbung tinggi.

Senada dengan Amirudin, hal sama juga diutarakan Vian (17). Setelah selesai salat subuh, ia rencananya hendak memancing tak jauh dari lokasi kebocoran pipa. Namun ketika hendak melintas di sana, tanpa sengaja ia melihat api yang menempel pada pipa. Namun masih tergolong kecil. Meski sempat berniat memadamkan api, namun melihat api yang membesar ia pun segera memberitahukan warga lain.

Bukan Milik Pertamina Humas Pertamina Regional II Sumbagsel, Robert, ketika dikonfirmasi kejadian di atas menjelaskan, jika pipa yang terbakar tersebut bukan milik Pertamina melainkan milik Pertagas yang dikelola oleh PT Elnusa. Pipa itu mengalirkan crude oil dari Tempino Jambi menuju Plaju. Menurutnya, pipa yang terbakar adalah pipa idle yang berdiameter 6 Cm yang digunakan sebagai pipa emergency. Pipa tersebut berisi sisa crude oil dari pendistribusian beberapa minggu lalu. Dua pipa reguler yang berdampingan masing-masing berukuran 8 Cm dan 6 Cm tidak ikut terbakar. Sehingga, pengiriman crude oil tidak mengalami hambatan.

Robert mengaku pihaknya baru mendapat laporan dari warga sekitar pukul 07.30. Ia kemudian langsung berkoordinasi dengan pihak pemadam kebakaran Kota Palembang untuk memadamkan api. Pihaknya kemudian langsung merelokasi tumpahan minyak dengan membuat bak penampungan sebesar 10 Meter persegi. Selain itu juga dilakukan pemotongan pipa dari dua sisi agar api tidak terus menjalar. Ia bersyukur tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, namun tetap menghimbau agar masyarakat yang berada di sekitar lokasi tetap berhati-hati. Untuk penyebab terjadinya kebakaran, ia mengaku belum mengetahui. Pihaknya hingga kini masih terus melalukan penyelidikan di lokasi terbakarnya pipa.

“Api sudah berhasil dipadamkan, dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini ,” imbuh Robert ketika dihubungi via ponsel.

Sumber : sripo.com
Selengkapnya...

Jumat, Agustus 13, 2010

Dalih Kepentingan Umum dalam RUU Pengadaan Tanah

Oleh: Iwan Nurdin

Berdasarkan pada rekomendasi national summit, pemerintah mengusulkan RUU Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Sebab, peraturan yang selama ini dipakai Perpres 36/2005 jo 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum dan Pembangunan dinilai terlalu lembek.

Hak masyarakat terkait tanah diatur oleh UU, tentu menimbulkan masalah ketika hendak diambil alih dengan dalih kepentingan umum hanya menggunakan Perpes yang kekuatan hukumnya dibawah UU.

Ruwetnya Pengadaan Tanah

Sekarang ini, sebuah proyek untuk kepentingan umum harus melalui penetapan izin lokasi kepada pemda atau pusat sesuai dengan luasan dan cakupan wilayahnya. Setelah lokasi diperoleh, proses dilanjutkan dengan pembebasan tanah, dan terakhir mendaftarkan tanah yang sudah dibebaskan untuk memperoleh hak kepada BPN.

Selama ini, lambatnya proses pengadaan tanah sebenarnya lebih disebabkan oleh simpangsiurnya kewenangan dan pola hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten terkait dengan tanah. Keruwetan telah dimulai sejak dari penetapan lokasi proyek untuk kepentingan umum. Rumitnya, proyek kepentingan umum kerapkali adalah proyek dadakan dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat. Sehingga, proyek tersebut harus terlebih dahulu merubah RTRW melalui perda.

Selesai penetapan lokasi, soal berpindah pada proses pembebasan lahan. Mekanisme yang populer dipakai adalah beli-putus. Memang dimungkinkan proses lain seperti bagi hasil dan penyertaan modal melalui kepemilikan saham. Namun, aturan ini hanya bersifat pilihan non wajib bagi perusahaan. Rumitnya pembebasan lahan telah membuat perusahaan meng-subkontrakkan pekerjaan ini kepada perusahaan lain, makelar tanah, bahkan kelompok jawara. Disini, warga yang terkena proyek seringkali diintimidasi.

Seusai pembebasan lahan, pemakai tanah wajib mendaftarkan tanah tersebut kepada BPN. Sudah rahasia umum, selain membayar pajak, perusahaan harus membayar pajak tak resmi kepada oknum Pemda dan BPN sejak dari kabupaten hingga pusat.

Menelusuri alur teknis pengadaan tanah diatas, problem keseluruhan sesungguhnya lebih banyak berada di pemerintah. Beban biaya dalam pengadaan tanah banyak diambil oleh pemerintah melalui jalur tidak resmi.

Bahaya RUU

RUU ini tidak membahas alur proses pengadaan tanah seperti yang digambarkan diatas. Hanya mengambil jalan pintas bahwa pengadaan tanah terhambat karena masyarakat banyak menentang dan meminta gantirugi yang tidak wajar.

Secara substansi, ada beberapa masalah utama yang mengganjal dalam RUU ini: pertama, oleh RUU ini, definisi sebuah proyek berstatus kepentingan umum ditetapkan oleh presiden. Ini hal yang berbahaya, pengalaman selama ini Hak Menguasai Negara (HMN) di bidang agraria yang diwakilkan kepada departemen sektoral seperti kehutanan, tambang dan pertanahan dengan alasan demi kepentingan nasional terbukti telah menjadi celah paling sering disalahtafsirkan dan merugikan rakyat. Tidak ada jaminan kejadian semacam ini tidak berulang. Bahkan, dimungkinkan kelak setiap proyek yang mengalami kesulitan dalam pengadaan tanah memohon kepada presiden untuk ditetapkan sebagai kepentingan umum. Bukankah tidak ada satupun dasar kuat sebuah proyek tidak dapat disebut sebagai proyek yang mewakili kepentingan umum. Semua terbuka untuk diinterpretasi.

Kedua, tidak ada perubahan paradigma dalam proses restitusi tanah yang berlaku selama ini yaitu ganti kerugian. Azas gantirugi yang dipakai adalah persamaan dan kesetaraan. Ini mengherankan, sebab dalam proses pengambilalihan tanah azas yang dipakai seharusnya perlindungan hak asasi korban. Walhasil, RUU ini masih mengedepankan model ganti rugi beli-putus dengan harga penetapan (musyawarah atau pengadilan). Skema lain berupa pemukiman kembali, penyertaan modal hanyalah mekanisme yang bisa dipilih oleh pihak yang memerlukan tanah bukan kewajiban.

Ketiga, dalam prakteknya RUU ini hendak mewujudkan proses pengadaan tanah secara lebih cepat, murah, efisien, dan menjamin kepastian hukum. Poin ini telah menaruh beban berat pengadaan tanah kepada para calon korban yang akan digusur. Sehingga berpotensi menimbulkan perlawanan dari masyarakat. Tentusaja konflik pertanahan yang begitu marak akan terus terjadi.

Keempat, RUU ini bakal hadir ditengah ketiadaan peta perencanaan pengunaan tanah nasional (land use national map planing) yang telah sejak lama diharapkan kehadirannya. Ketiadaan peta penggunaan tanah telah mengakibatkan terjadinya kompetisi dan konflik penggunaan ruang dengan tanah sebagai basis utamanya baik untuk penggunaan ekonomi, politik dan pemerintahan, ekologi, cadangan, dan bahkan pertahanan keamanan. Selama ini, semua departemen dan pemerintah merumuskan hal ini secara parsial dan sesuai dengan ego sektoralnya sendiri-sendiri. Turunan dari persoalan ini telah mengakibatkan meledaknya konflik seperti penggusuran, penyerobotan tanah.

Terakhir, yang lebih menyedihkan, RUU ini adalah buah dari makelar kebijakan yang malang melintang di tanah air. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2007, Asian Development Bank (ADB) telah mengasistensi BPN-RI untuk mengusulkan Undang-Undang Pengadaan Tanah melalui proyek yang bernama ”Enhancing the Legal and Administrative Framework for Land Project”. Anehnya, draft UU Pengadaan Tanah mengakomodir semua hal yang diinginkan oleh ADB. Padahal, inti dari usulan ADB bermuara pada liberalisasi properti dan tanah di tanah air. Telah banyak terbukti, liberalisasi yang diteken selama ini kerap dilakukan tanpa pikir panjang dan akhirnya lebih banyak menyulitkan ketimbang memberi untung masyarakat banyak.

Penulis adalah Deputi Bidang Riset dan Kampanye KPA

Selengkapnya...

Selasa, Agustus 10, 2010

Pemprov Sumsel terus merajut Bencana

Jakarta, 30/7 - Rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengalihfungsikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menunjukkan belum adanya keseriusan pemerintah setempat dalam meminimalisasi risiko bencana yang makin meningkat.

Demikian sampaikan manager Regional Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Priatna di Jakarta, Kamis (29/7). "Setiap tahunnya Sumsel mengalami risiko bencana yang luar biasa bahkan laju dan angka peningkatannya semakin tinggi," katanya.

Pemerintah Provinsi Sumsel berencana mengalihfungsikan RTH atau ruang publik GOR yang terletak di pusat kota Palembang menjadi kawasan bisnis. Kebijakan tersebut dinilai makin berpotensi mempertajam bencana ekologi.

RTH di setiap kota saat ini menjadi kebutuhan yang mendesak. Pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dalam undang-undang tersebut memandatkan pemerintah daerah untuk memastikan agar setiap kota wajib memiliki RTH sebesar 30% dari luas kota.

RTH tersebut memiliki fungsi ekologis sebagai upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan termasuk permasalahan bencana ekologi.

Walhi Sumsel mencatat setidaknya terjadi 41 kali bencana alam banjir dan longsor. Sementara pada 2009 sejak Januari hingga April tercatat setidaknya 45 kali bencana berupa banjir, longsor, hujan abu dan badai.

Sedangkan pada 2010 selama Januari hingga Maret terjadi ekstremitas bencana banjir yaitu sebanyak 86 kali yang menyebabkan 9 orang meninggal dunia.

Mukri Priatna mengatakan, pengalihfungsian RTH tersebut yang rencananya untuk pelaksanaan SEA GAMES ke XXVI akan makin memperburuk wajah lingkungan hidup.

Berdasarkan data Walhi Sumsel saat ini, RTH di Kota Palembang hanya berkisar 1.200 hektare atau hanya 3% dari luas wilayah yang mencapai 40.062 hektare.

Untuk itu Walhi mendesak Presiden dan lembaga pemerintahan terkait menegur keras pemerintah Provinsi Sumsel untuk membatalkan rencana mengalifungsikan RTH

Sebagai perbandingan, SIGAP memcatat, untuk kota besar dunia, RTH Kota New York pada 2020 ditargetkan 25,2%, pada 2015 Tokyo menetapkan 32% luasan RTH, London pada 2020 menyiratkan 39% RTH, 2034 Singapura menargetkan RTH 56%, 43% RTH di Beijing pada 2008, dan Curitiba pada 2010 menginginkan luasan RTH sebesar 30%.

Berdasarkan hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg (2002) telah disepakati luas RTH kota yang sehat, minimal sebesar 30% dari total luas kota keseluruhan. Setyadi menyatakan, pemerintah harus melakukan analisis sederhana untuk menghitung kebutuhan RTH, yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang akan dilayani sekaligus luasan kota yang diukur.

Menyusun Perda RTH yang mengatur hak dan kewajiban pemilik RTH privat, berapa luas minimal bisa diakuisisi, dan kawasan peruntukan menjadi penting untuk dilakukan.

(laporan wa prasetya/ant)

Selengkapnya...

RUU Pengadaan Tanah Rugikan Rakyat



Menurut Direktur Walhi Palembang Anwar Sadat, ke­beradaan RUU ini meng­khawatirkan banyak pihak. “Saya pikir makin memberi pe­luang kelompok swasta, berarti ancaman bagi kepentingan rakyat,” ujarnya, Senin (9/8).

Ia menilai RUU ini nantinya dapat menjadi justifikasi tentang bagaimana mengambil tanah, terlebih karena tafsiran kepentingan umum yang rancu.
Sejauh ini, tanpa keberadaan RUU ini saja Walhi Palembang telah melakukan advokasi terkait konflik pertanahan di hampir seluruh kabupaten kota di Sumatera Selatan. “Potret sengketa tanah cukup tinggi. Kalau setidaknya lebih kurang sepuluh tahun terakhir tidak kurang dari 100 kasus terekam,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Jambi Arif Munandar menyebut keberadaan RUU ini dapat dipakai sebagai pelegalan pengambilan tanah. “Kepentingan umum dipakai sebagai alat legitimasi untuk mengambil tanah yang dimiliki masyarakat,” katanya.

Ia menilai bila RUU ini di­sahkan, konflik yang terjadi terkait sengketa lahan akan makin tinggi dan gerakan penolakan masyarakat akan semakin kuat.

Berdasarkan data yang dimiliki Walhi Jambi, saat ini dari total luas lahan 5,2 juta ha di Jambi, sebanyak 2,3 juta ha telah dikuasai perusahaan besar. Sementara itu, dari peta izin, swasta menargetkan untuk mendapatkan 3,9 juta ha lahan di Jambi. “Bayangkan 1,2 juta dibagi untuk semua masyarakat Jambi,” ujarnya.

Dalam catatannya, dari tahun 2000 hingga sekarang tercatat ada 224 kasus sengketa lahan. Namun, dari keseluruhan kasus tersebut, hanya sedikit sekali yang dimenangkan oleh rakyat. “Walhi melakukan intervensi pada kasus besar. Untuk yang dimenangkan masyarakat, jumlahnya sangat sedikit,” ungkapnya.

Sumber : SinarHarapan

Selengkapnya...

Jumat, Agustus 06, 2010

Warga 2 Desa Berharap Ada Ketenangan

PANGKALAN BALAI – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Desa (kades) Tanjung Menang Yusri Agusman mengatakan, masyarakat mendukung upaya penyidikan pihak kepolisian terhadap aksi anarkis perusakan dan pembakaran kantor Balai Penelitian (Balit) Sembawa.

Aksi anarkis itu sendiri dilakukan oleh warga Desa Tanjung Menang dan Desa Sungai Naik Kecamatan Rantau Bayur Banyur Banyuasin pada Senin (2/9). “Kami mendukung polisi guna mengusut kasus ini dan kami juga minta kalau warga kami yang tidak bersalah minta untuk dilepaskan. Jika bersalah maka silahkan dihukum.Namun hingga kini kondisi keamanan di desa mulai normal dan tidak terpengaruh dengan insiden kemarin.

Kami hanya mengharapkan ketenangan,” kata Yusri dalam kegiatan reses DPRD Banyuasin kemarin. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Banyuasin Arkoni menyampaikan permasalahan sengketa lahan di dua desa tersebut harus mendapatkan perhatian serius. Selain melibatkan tokoh masyarakat, dan elemen pemerintahan desa, juga pihak Kementerian Pertanian RI harus terlibat.

“Dalam sengketa ini,tentunya sangat perlu solusi kongkret. Bagaimana pemerintah bersama DPRD Banyuasin memperdalam kondisi masyarakat. Karena selain yang melakukan aksi juga termasuk warga dua desa. Namun ada juga warga desa yang saat ini mengalami imbas tidak langsung akan konflik lahan yang berlarut tersebut,”katanya.

Berdasarkan catatan Pemkab Banyuasin, perjalanan sengketa lahan Badan Penelitian (Balit) Sembawa dengan warga Desa Sungai Naik dan Tanjung Memang, Kabupaten Banyuasin yang menjadi pemicu aksi anarkis tersebut. Bahkan berdasarkan historis perjalanan sengketa lahan warga dua desa, diketahui dalam surat Bupati Banyuasin tertanggal 19 Mei 2009,pihak Balit melalui kuasa hukumnya merekomendasikan permasalahan tersebut dapat diselesaikan melalui jalur hukum.

“Sengketa atas lahan Balit Sembawa sudah berlangsung lama. Bahkan, Pemkab telah berupaya beberapa kali memfasilitasi kedua pihak.Namun tidak menemukan kata sepakat. Karena itu, Balit memilih menempuh jalur hukum,” ujar Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed kemarin.

Dia menambahkan, karena berdasarkan dokumen hasil pengukuran lahan yang dilakukan tim Pemerintah Kabupaten (pemkab) Banyuasin bersama dengan warga Sungai naik, tertanggal 13 Mei 2004, diketahui hanya seluas 383,5 hektar (ha) yang terdapat dalam peta Balit Sembawa. “Diupayakan, ke depan Pemkab akan terus mengkomunikasikan permasalahan sengketa bersama dengan anggota DPRD Banyuasin,” tukasnya.

Adapun, surat yang dikeluarkan Bupati Banyuasin tertanggal 19 Mei tersebut merupakan jawaban atas pengaduan Forum Masyarakat desa Sungai Naik Bangkit terhadap penyerobotan tanah oleh Balit Sembawa pada pemerintahan provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Sementara itu, Kapolres Banyuasin Ajun Komisaris Polisi Besar (AKPB) Susilo RI mengungkapkan pengaman yang dilakukan akan berakhir pada Selasa (10/8).

“Pengamanan Balit akan diserahkan pada pihak keamanan pada pekan mendatang. Sampai saat ini, kondisi di lokasi Balit aman terkendali dan Balitpun sudah mulai beraktivitas normal,” katanya. Sedangkan, dalam upaya penyelidikan para pelaku perusakan lainnya, Susilo memastikan, dalam beberapa hari kedepan terus mengalami kemajuan laporan.

“Setidaknya, pihak Polres sudah mengantongi progres yang lebih maju, tinggal pengembangan keberadaan para pelaku,” imbuhnya. Adapun, identitas para pelaku sudah dikantongi pihak Polres Banyuasin yakni berinsial, Dr,26; Im,70; Dd,24; Al,35; Su,35; Fz,30; Zn,24; Hm,26; Sy,35; dan Ir,34.“Diketahui pelaku ada yang berasal dari warga di dua desa,tapi ada juga warga dari luar desa Tanjung Menang dan Sungai Naik,”kata dia.


Selengkapnya...

Kamis, Agustus 05, 2010

Kader Parpol diduga Otak Aksi Anarkis

BANYUASIN, — Kasus aksi anarkis di Balai Penelitian Sembawa Banyuasin makin menarik. Polres Banyuasin, Rabu (4/8) menetapkan 15 tersangka sebagai pelaku perusakan, pembakaran sekaligus provokator. Salah satunya adalah kader sebuah partai politik di Banyuasin.


Akibat amukan ratusan warga Desa Tanjungmenang dan Desa Seinaik kantor Divisi V Balit Sembawa hangus terbakar, rumah karyawan rusak, dan pos komunikasi pabrik hancur. Kerugian yang dialami Balit Sembawa itu ditaksir mencapai Rp 200 juta lebih.

Dari 15 tersangka ini, empat di antaranya telah ditangkap pada saat kejadian yakni Pini Bin Lohan, Imron Heri, Muhammad bin Abas dan Rapiudin.Selebihnya 11 orang masuk daftar pencarian orang (DPO). Sebelas orang di antaranya adalah RM (35), IM (70), DD (24), AL (35), SU (35), FZ (30), JN (24), HM (26), SY (35), AM (40) dan DR (26), Khusus DR diketahui berstatus kader salah satu partai politik. DR saat ini menjadi buruan utama lantaran diduga menjadi penggerak massa. Ia juga diduga terlibat dalam aksi perusakan dan pembakaran aset milik negara tersebut.

Kapolres Banyuasin AKBP Drs Susilo Rahayu Irinto kepada Sripo mengatakan, penetapan 15 tersangka dengan 11 DPO itu hasil penyelidikan dan bukti rekaman saat aksi berlangsung.
“Saat kami konfrontir dengan empat tersangka yang terlebih dahulu kita tahan, mereka mengakui 11 DPO itu ikut serta dalam aksi anarkis tersebut,”katanya.

“Mereka berlari keluar Banyuasin namun sebagian lagi bersembunyi, di hutan dan kebun,”katanya.

Sementara itu pihak Polres sudah melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat Rantaubayur melalui kegiatan reses DPRD Banyuasin untuk minta bantuan menenangkan suasana. Juga membantu aparat polres dalam mengungkap kasus tersebut.
“Kami minta tokoh masyarakat untuk memberi pengertian agar dalam penyampaian aspirasi tidak melakukan tindakan anarkis. Aspirasi bisa disampaikan secara santun dan baik,”katanya.
Dijelaskan tiga tersangka dijerat dengan pasal 170 jo 406 KHUP subsider pasal 160 jo 55 dan 56 KUHP. Masing-masing dengan ancaman hukuman 5 sampai 6 tahun penjara.
“Khusus tersangka Rapiudin diancam enam tahun penjara lantaran merusak, menggerakkan, memprovokasi massa,”katanya.

Berdasarkan Pantauan kami suasana Desa Tanjungmenang Musi yang berada di penggiran sungai musi atau sekitar 20 kilometer dari Jalan lintas Timur Desa Sembawa terlihat sepi. Tidak ada aktivitas yang mencolok.

Ketua Badan Perwakilan Desa Hasibuan saat dihubungi mengatakan, sejuah ini masih ada beberapa warganya yang belum pulang ke rumah setelah aksi tersebut.
Didampingi LBH Sementara itu, empat warga yang telah ditetapkan menjadi tersangka didampingi tiga kuasa hukum dari LBH Palembang. Mereka adalah Yudianto SH, M Nuramin SH dan Andri Meliansyah.

Yudianto menegaskan, pihaknya akan mendampingi empat warga itu sampai ke jejang pengadilan.Selain minta tanda tangan kuasa hukum, kedatangan mereka juga guna mempertanyakan status keempat warga Desa Tanjungmenang Musi dan Seinaik yang saat ini mendekam di Sel tahanan Mapolres Banyuasin.
“Mereka yang ditahan ini belum ada surat penahanan. Kami akan mempertanyakan hal itu,”katanya.





Selengkapnya...

Rabu, Agustus 04, 2010

Setelah Kejadian Pembakaran Kantor,Banyak warga Hilang

PANGKALAN BALAI (Banyuasin) – Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tanjung Menang, Banyuasin Hasibuan mengungkapkan, pasca pembakaran kantor administrasi Balai Penelitian (Balit) Sembawa, Banyuasin, ternyata masih ada beberapa warga yang dilaporkan hilang dan belum kembali ke kediaman masing-masing.


Belum pulangnya warga diduga karena masih dilanda rasa ketakutan, akibat aksi anarkis di lokasi Balit Sembawa.“Dengar dari obrolan warga, memang ada (beberapa warga) yang belum kembali ke rumah sejak tragedi Balit terjadi. Namun, untuk berapa jumlahnya saya juga kurang tahu,” ujar Hasibuan. Dijelaskan Hasibuan, kendati ada sejumlah warga yang hilang, namun hingga kemarin, aktivitas warga sudah kembali normal.

“Tapi ada juga yang masih masih shock dan tidak berani keluar desa, apalagi masih banyak pengamanan di lokasi Balit,” ungkap Hasibuan. Hasibuan menambahkan, sebenarnya permasalahan sengketa lahan desa milik warga dengan pihak Balit sudah berlangsung lama. “Namun penyelesaiannya memang tidak pernah jelas, dan perangkat desa juga sudah berkali- kali ganti orang,”tukasnya.

Sementara Kepala Kepolisian Resor (Polres) Banyuasin Ajun Komisaris Polisi (AKP) Susilo RI memastikan, bahwa hanya ada empat warga yang ditangkap saat pembubaran paksa berlangsung. “Untuk warga yang belum kembali, kita belum tahu pasti, dan jelas bukan dilakukan oleh anggota kita.Namun,masyarakat desa dipersilahkan melaporkan anggota keluarga yang tidak ditemukan, pasca pengamanan ini,” ujar Susilo.

Khusus untuk pengamanan di lokasi pabrik, lanjut Susilo, pihaknya masih menyiagakan 90 personel Brimob dan 60 personel gabungan dari Polres Banyuasin. “Pengamanan masih akan dilakukan selama tiga hari ke depan, sampai nanti dikembalikan pada pengamanan Balit,” ungkapnya. Soal status keempat warga yang ditahan oleh Polres Banyuasin? Susilo memastikan keempatnya ditetapkan sebagai tersangka.“

Empat warga diamankan masih dilakukan penyidikan. Karena,selain melakukan tindakan provokasi, keempatnya juga melakukan perusakan,”tegasnya. Di tempat berbeda, terkait aksi anarkis warga yang mengklaim tanah Balit Sembawa milik mereka, pihak Balit malah bersikukuh lahan yang disengketakan warga resmi milik Balit Sembawa dengan sertifikat lahan yang sah.

Kepala Balit Sembawa Haidir Hanipalupi bahkan mengakui, Balit Sembawa sudah memiliki sertifikat atas 3.350 hektare (ha) penelitian tanaman sawit dan karet dari Kementerian Perta-nian RI sejak 1989. “Pihak Balit sudah mengurus lahan perencanaan bagi penelitian karet dan sawit di provinsi Sumsel sejak 1974. Lalu, pada 1989, Balit sudah memiliki sertifikat yang langsung diurus oleh Departemen Pertanian RI .

Saat itu,lokasi penelitian masih dalam pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin,” ujarnya usai menemui Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed,kemarin. Haidir juga menjelaskan areal lokasi Balit berada di areal Sembawa memiliki batas hingga perbatasan Sungai Musi, termasuk diantaranya 10 dusun yang berada di sana. “Memang di lokasi Balit masuk adminitrasi Desa Sembawa, Sungai Naik, Tanjung Menang, Lebung,Kemang Bejalu dan desadesa lainnya.

Namun, batas-batas desa juga tidak diketahui secara pasti,”jelasnya. Karena ketidakjelasan itu, sambung Haidir,dugaan Balit melakukan penyerobotan atas lahan adat di dua desa tidak benar adanya. “Toh, pihak Balit sudah memiliki sertifikat sah,dan warga juga tak mampu menunjukkan bukti atas tanah mereka,” terang Haidir seraya memastikan, pihak Balit tidak bisa mengakomodir tuntutan warga dua desa, yang melakukan aksi anarkis di Balit Sembawa Banyuasin.

Dia juga memastikan, pasca pembakaran, kondisi operasional perkebunan mulai berjalan normal. Tapi, untuk operasional pabrik pengolahan karet remah masih dinonaktifkan. “Tentunya kejadian ini merugikan pihak Balit yang sedang fokus dalam penelitian tanaman perkebunan yang dimulai sejak 1982,yakni penelitian karet lahan sedang dan sawit kultur jaringan,” tukasnya.

Haidir memprediksi, akibat aksi anarkis yang mengakibatkan dua kantor terbakar,hingga pengrusakan kantor operasional pabrik dan sejumlah fasilitas kantor unit V, pihak Balit mengalami kerugian mencapai Rp200 juta. Di tempat yang sama, Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed membenarkan, permasalahan sengketa lahan yang dituntut warga sudah berlangsung lama.

“Tapi, sejak 1999 sudah ditegaskan lahan menjadi milik Balit. Namun, gejolak masyarakat yang diprovokasi oleh segelintir oknum membuat masalah sengketa terus berlanjut, dan. berakhir dengan aksi anarkis yang merugikan pihak lain,”ujar Amiruddin. Dia juga menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga Desa Kecamatan Rantau Bayur.

“Semua masalah bisa diselesaikan jika semua pihak dapat duduk satu meja. Namun, jika anarkis yang dilakukan tentunya sudah tidak menggunakan akal sehat lagi. Tapi, ke depan kita akan melakukan komunikasi bersama dengan tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Bayur, guna menyelesaikan permasalahan ini,”janjinya.

Sumber: Sindo





Selengkapnya...

Selasa, Agustus 03, 2010

Lahan Tak Kunjung di Kembalikan, Balit Sembawa Dibakar Massa

Banyuasin – Lebih dari 500 warga Desa Tanjung Menang Musi dan Sungai Naik Kecamatan Rantau Bayur,kemarin mengamuk dan membakar dua bangunan yang berfungsi sebagai kantor harian administrasi Balai Penelitian (Balit) Sembawa. Selain itu, massa juga merusak kantor operasional pabrik dengan cara memecahkan kaca, mencoret dinding dan merusak fasilitas administrasi di dalamnya, serta melempari pabrik pengolahan karet dengan batu.


Karena tidak direspon oleh pihak Balit Sembawa, massa lalu merusak jalan dan menghentikan kendaraan yang akan masuk ke pabrik. Aksi anarkis ini dipicu rasa kesal warga atas sengketa lahan seluas 3.500 hektare (ha) dengan Balit Kebun Karet Sembawa. Konsentrasi massa dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Saat itu, mereka langsung mendatangi lokasi kebun, perkantoran dan pabrik percobaan karet remah milik Balit Sembawa.

Sebagian dari mereka membawa kayu, bensin, ban bekas dan senjata tajam sejenis parang. Mereka berkumpul di lokasi penanaman unit V perkebunan dan pabrik pengolahan karet. Massa menuntut agar dapat berdialog dengan perwakilan Balit Sembawa terkait konflik la-han yang terjadi sejak tahun 1995 lalu. Namun, karena tidak mendapat respon dari Balit Sembawa, akhirnya massa yang emosi membakar dua bangunan perkantoran.

Sekitar pukul 11.00 WIB, massa kembali melakukan aksi dengan memboikot aktivitas pabrik dan perkebunan. Alhasil, seluruh pegawai akhirnya menghentikan aktivitasnya. Bahkan, beberapa pegawai dan keluarga yang menempati mess Balit Sembawa yang terletak tak jauh dari lokasi, tampak ketakutan dengan aksi anarkis ratusan warga dari dua desa tersebut. Sambil menunggu perwakilan Balit Sembawa untuk bernegosiasi, massa memusatkan diri di depan pabrik.

Sambil menunggu, mereka membakar ban bekas. Sementara itu, sekitar pukul 08.00 WIB, jajaran Polres Banyuasin mulai melakukan pengamanan. Namun, karena kondisi massa yang menyebar di lokasi perkebunan, pihak keamanan sedikit kesulitan melakukan pengamanan. Ketua Forum Masyarakat Desa Rafiudin mengatakan, aksi yang dilakukan warga merupakan bentuk kekesalan yang telah memuncak.

Sebab, sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 1995 itu tak kunjung mendapatkan solusi. Sementara,sejak tahun 1999,permasalahan sengketa sudah pernah diperjuangkan hingga tingkat pemerintah daerah, namun tidak menuai hasil. “Warga kesal karena lahan adat dikuasai paksa oleh Balit. Sementara, lama-kelamaan luas areal garap Balit semakin meluas hingga tidak memberikan akses bagi masyarakat.

Apalagi,sengketa lahan yang mencuat sejak empat tahun terakhir juga tidak mendapat respon dari pemerintah,” ujar Rafiudin. Mantan anggota TNI AD ini menambahkan, sengketa lahan yang terjadi juga pernah diadukan kepada Kementerian Pertanian RI. “Kami warga sudah tidak percaya lagi dengan janji yang diberikan. Apalagi, tanah adat yang menyimpan kekayaan adat desa makin beralih fungsi menjadi tanaman karet dan sawit,” tukasnya.

Sementara itu, di ruang Balai Penelitian, perwakilan dari Balit Sembawa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuasin serta Kapolres Banyuasin melakukan dialog guna membawa tuntutan warga. Ternyata, pihak Balit tidak mampu memberikan jawaban atas tuntutan warga karena semua kebijakan Badan Litbang Pertanian berada di bawah Kementerian Pertanian RI.

Lalu, enam anggota DPRD Banyuasin yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Banyuasin Arkoni memutuskan untuk menemui massa. Namun, massa menolak mediasi yang akan difasilitasi anggota legislatif Banyuasin tersebut. Warga kukuh mempertahankan diri di seputaran pabrik dan mengancam akan membakar pabrik jika sampai dengan pukul 18.00 WIB, tuntutan atas lahan tersebut tidak mendapatkan solusi dari pihak Balit Sembawa.

Dibubarkan Paksa

Sementara itu, Kapolres Banyuasin Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Susilo RI melakukan upaya persuasif sambil mengimbau warga agar menunggu hasil mediasi di Kementerian Pusat. Namun, melihat kemarahan warga terus memuncak, diputuskan untuk melakukan pembubaran paksa. Dengan menurunkan satu kompi Brimob Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel dan 250 personel huru hara (PHH), pembubaran paksa diwarnai aksi kejar-kejaran dan suara tembakan.

Empat warga ditangkap bersama barang bukti berupa dua motor, dua senjata tajam jenis parang, tempat bensin,dan ban bekas. Keempat warga yang ditangkap yakni Pini bin Lohan, 48, warga Lorong Yakin Kertapati, Rapiudin, 57,warga Desa Sembawa, Imron Heri bin Abdullah, 38, warga RT 3 Desa Tanjungmenang, dan Muhammad bin Abas, 23, warga RT 05 Desa Tanjungmenang Musi.

Petugas juga mengamankan satu unit sepeda motor Yamaha RX King BG 4037 JG dan lima senjata tajam milik warga desa. “Petugas sudah mengupayakan pendekatan persuasif dan meminta warga bersabar menunggu mediasi. Apalagi, warga sudah ditemui wakil rakyatnya,” kata Susilo. Sementara itu, Camat Rantau Bayur Deni Sukmana mengatakan, permasalahan sengketa lahan memang sudah berlangsung lama.

Hanya saja, memang harus menunggu kebijakan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Dia berjanji akan mengumpulkan tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Bayur guna meredam kemarahan warga atas penahanan warga Rantau Bayur.“Kita mengharapkan yang terbaik. Tidak ada warga yang dirugikan,” janji Deni.

Sampai berita ini dimuat, pihak Balit Sembawa tidak bersedia dimintai keterangan terkait sengketa lahan yang memicu aksi anarkistis tersebut.Kepala Monitoring Kebun Nusirwan yang ditemui di sela-sela kejadian mengatakan, dirinya tidak bersedia memberikan keterangan. “Maaf, kami belum bisa beri keterangan. Nanti saja kita jelaskan,”ujarnya singkat. (tazmalinda)

Sumber : Seputar Indonesia

Selengkapnya...

Ratusan Warga Banyuasin Ngamuk

BANYUASIN, SRIPO — Ratusan warga Desa Tanjungmenang Musi dan Seinaik Kecamatan Rantaubayur Banyuasin, Senin (2/8) sore melakukan tindakan anarkis. Mereka mengamuk dengan membakar kantor Divisi V Balai Penelitian Sembawa. Kantor itu selama ini digunakan untuk menyimpan arsip-arsip penting milik Balit Sembawa.

Warga yang beringas datang membawa parang, golok tombak dan kayu. Mereka merusak 10 rumah yang ditempati para karyawan Balit Sembawa dan pos jaga. Mereka juga merusak pos komunikasi Pabrik pengolahan karet remah Balit Sembawa tersebut.

Sedikitnya 30 Kepala Keluarga (KK) yang mendiami rumah semi permanen tersebut ketakutan. Mereka berlari meninggalkan rumah tempat tinggal mereka dan merelakan rumah tersebut hancur dirusak warga.

Aparat Polres Banyuasin yang berusaha mencegah justru diserang warga. Kondisi tidak terkendali. Situasi baru dapat dikendalikan setelah satu kompi anggota Brimod Polda Sumsel yang dilengkapi tameng dan senjata laras panjang datang ke lokasi sekitar pukul 17.40.

Sudah 15 Tahun Aksi anarkis warga dua desa ini terjadi, lantaran warga kesal tuntutan mereka yakni lahan seluas 2.500 hektar yang dikuasai Balit Sembawa sejak 1995 dan sudah ditanami sawit tidak pernah ada titik penyelesaian. Sementara warga merasa tidak pernah menjual lahan tersebut kepada Balit Sembawa.

Informasi yang dihimpun, warga yang berjumlah sekitar 300 orang itu, mulai mendatangi pabrik pengolahan karet remah milik Balit Sembawa itu sekitar pukul 08.00.

Aksi pertama sempat mereda lantaran Kapolres Banyuasin AKBP Drs Susilo Rahayu Irianto, bersama wakil Ketua DPRD Banyuasin H Arkoni, anggota DPRD Banyuasin Suis Tiqlal Efendi, Khaidir, dan Burhanuddin HN serta Camat Rantaubayur tiba di lokasi. Mereka bersedia menyampaikan aspirasi warga kepada pimpinan Balit Sembawa.

Namun warga memberi batas waktu hingga pukul 18.0, jika balit Sembawa masih tetap tidak mengembalikan lahan milik warga, maka mereka akan membakar habis pabrik itu.

Setelah sempat bernegosiasi sekitar satu jam lebih rombongan dewan kembali menghampiri warga dan meminta perwakilan warga untuk ikut. Namun warga menolak. Mereka justru membakar ban. Bahkan sejumlah warga membakar gudang.

Melihat kondisi makin tidak terkendali, satu kompi Brimob Polda Sumsel didatangkan ke lokasi lengkap dengan tameng dan senjata laras panjang.

Kocar-kacir Karena warga tidak mau membuburkan diri ditambah gelagat warga yang sudah mulai menyiapkan senjata, akhirnya anggota Polres Banyuasin menghalau warga dengan dibantu satu Kompi Brimob Polda Sumsel.

Melihat anggota Polres maju, ratusan warga pun kocar-kacir. Sementara empat warga yang diduga menjadi provokator dan juga membawa sajam berhasil diamankan petugas.

Warga yang diamankan petugas, Pini Bin Lohan (48) warga lorong yakin Kertapati, Rapiudin (57) warga Desa Sembawa, Imron Heri bin Abdullah (38) warga RT 3 Desa Tanjungmenang, dan Muhammad bin Abas (23) warga Rt 05 Desa Tanjungmenang Musi.

Ketua Aksi warga Dua Desa Rapiudin (57) mengatakan, aksi yang itu dilakukan lantaran tidak adanya titik terang tentang lahan seluas 2.500 hektar yang dikuasai Balit Sembawa.

Menurut Rapiudin, warga sudah menyampaikan masalah ini ke Bupati Banyuasin, DPRD hingga Komnasham di Jakarta, namun masalah ini tidak kunjung selesai.

“Kami sudah sabar menunggu sekitar 10 tahun lebih namun tidak ada titik temu. Balit Sembawa masih tetap ngotot bahwa tanah itu sah milik mereka dengan bukti sertifikat kepemilikan,”katanya.(udn)

Sumber: sripoku.com
Selengkapnya...

Senin, Agustus 02, 2010

Walhi: SEA Games Jangan Justifikasi Gusur RTH

PALEMBANG - Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat menegaskan bahwa pihak tidak pernah mempersoalkan bahkan menolak pelaksaan SEA Games di Palembang. Malah pihaknya mendukung even tersebut digelar di Palembang.

"Kami mengingatkan jangan sampai even tersebut menjadi justifikasi ruang terbuka hijau dalam hal ini GOR dialihfungsikan," kata Sadat dalam dialog terbuka soal RTH di pelataran GOR, Senin (2/8).

Menurutnya, Walhi Sumsel menolak alih fungsi karena beberapa alasan. Diantaranya, alih fungsi itu melabrak aturan atau regulasi yang ada yakni soal RTH dan lingkungan hidup.
Walhi kembali menegaskan bahwa Kota Palembang saat ini hanya memiliki kurang dari tiga persen RTH dari luas kota yang mencapai 40 ribu hektare. Itu jauh dari ketentuan bahwa kota harus memiliki minimal 30 persen RTH dari luas kota. Sebanyak 20 persen RTH dikelola oleh pemerintah dansisanya 10 persen oleh masyarakat.

Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumsel, Akhmad Najib mengatakan RTH tidak semata-mata diciptakan dan dikelola oleh pemerintah melainkan RTH bisa diciptakan oleh pihak swasta semisal pengembang perumahan. Selain itu RTH dimaksud ruang terbuka yang tanpa bangunan. Bila ada bangunan, ia mencontohkan kawasan GOR, sulit didefinisikan sebagai RTH.

Menurutnya, pengertianRTH harus diluruskan agar tidak terjadi salah pengertian.
Soegeng Haryadi

Sumber : Sripoku.com

Selengkapnya...

Air Sungai Jadi Warna Coklat


MUARAENIM - Beberapa hari terakhir Sungai Enim yang membelah Muaraenim berwana coklat, hitam dan kotor terutama setiap selesai hujan. Diduga itu berasal dari areal pertambangan batubara dan pembuangan limbah Batubara.

Dari pengamatan dan informasi di lapangan, Minggu (1/8), hampir setiap hari hujan terutama dari daerah hulu, kondisi Sungai Enim selalu kotor.

Warna air sungai berubah coklat kehitam-hitaman dan sangat tidak layak dikonsumsi sebab diduga mengandung kandungan limbah berat yang cukup membahayakan kesehatan masyarakat.

Penyebab kotornya Sungai Enim diduga berasal dari limbah rumah tangga dan industri. Namun yang paling banyak dari limbah pertambangan dan operasional batubara di hulu Sungai Enim.

Menurut Yoyok (34), warga Kelurahan Pasar I Muaraenim yang bermukim di dekat Kantor Bupati Muaraenim, mengeluhkan dengan kondisi air Sungai Enim yang kotor.

Apalagi jika musim penghujan warna Sungai Enim berwarna coklat dan kehitaman sehingga ia dan warga khawatir menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kami kalau minum sudah beberapa tahun sudah menggunakan air galonan. Kalau dahulu masih air sungai. Sekarang kalau mau mandi harus melihat kondisi air sungainya agak jernih sedikit. Jika air kotor dipaksakan mandi biasanya badan gatal-gatal dan kurang bersih,” katanya.

Hal senada dikatakan Usdek (50), pemerhati lingkungan. Menurutnya, selayaknya perusahaan besar yang bergerak di bidang pertambangan seperti PTBA, PLTU Bukit Asam dan PT Lingga Jaya

serta usaha rumah tangga di hulu sungai, benar-benar memperhatikan kondisi tempat pembuangan limbah. Mereka harus membuat tempat pembuangan limbah dan mengoperasikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BKH) Kabupaten Muaraenim, Zulkarnain Bachtiar melalui Kabid Pengendalian Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan, Edi Irson, mengaku belum mengetahui permasalahan tersebut secara detil.

Namun diakui ia telah menerima keluhan dan laporan mengenai hal itu. Pihaknya kini masih menunggu kebijakan dari pimpinan untuk meninjau dan mengecek sumber-sumber yang diduga menjadi pencemar Sungai Enim. (ari)

Sumber : Sripoku



Selengkapnya...

Kualitas Udara Buruk, Kebisingan Tinggi


PALEMBANG– Kondisi lingkungan di Kota Palembang saat ini perlu mendapat perhatian yang serius. Pasalnya,selain pencemaran udara yang tinggi, tingkat kebisingan di kota berslogan BARI (bersih, aman,rapi dan indah ) ini juga sudah cukup tinggi.

Diperlukan upaya yang ekstra serius oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hal ini. Bila tidak, ancaman terhadap kesehatan manusia juga makin tinggi. Data terakhir yang dilansir Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel menunjukkan betapa buruk dan memprihatinkannya kualitas udara Kota Palembang. Hal ini diindikasikan dengan kandungan karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2, nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3), Timbal (Pb), dan Total Suspended Particulate (TSP) yang jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan.

Kepala UPTB Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel Kemas Ahmad Sukri mengungkapkan, dari delapan titik di Kota Palembang yang diteliti,ternyata tingkat pecemaran tinggi dan diatas ambang baku yang ditetapkan. Hal ini makin parah di saat musim kemarau datang. “Jika musim kemarau maka kondisi makin parah lantaran volume asap yang disebabkan dari kebakaran,” jelasnya kepada SI pekan lalu.

Delapan titik yang rawan pencemaran udara dan kebisingan tinggi tersebut adalah perempatan Bandara SMB II, simpang Polda, simpang R RK Charitas, bundaran air mancur (BAM) Mesjid Agung, simpang Sungki,perempatan Jakabaring, simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan simpang Jembatan Musi II. “Konsentrasi CO di beberapa titik padat lalulintas seperti bundaran air mancur- Masjid Agung, simpang Charitas dan Simpang Polda.

Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna seperti bensin, solar dan kayu bakar sehingga dapat menyebabkan pusing-pusing dan letih,”ujarnya. Selain itu,tambah Sukri,untuk pencemaran SO2 tertinggi terdapat di simpang bandara SMB II.Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur seperti solar dan batu bara.

“Gas ini tidak berwarna, berbau pada konsentrasi yang pekat. Jika terhirup gas ini dapat menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan hewan,” jelasnya. Pelaksana Kegiatan Koordinasi Penelitian Langit Biru Novenda menambahkan, selain CO dan SO2, konsentrasi NO2 juga merupakan pencemaran tertinggi di beberapa titik, seperti simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan Simpang Sungki.

Dimana gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam yang disebabkan pembakaran bensin, batu bara dan gas alam. “NO2 bersifat racun terutama pada paru-paru. Dimana, paruparu yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan menglami pembengkakan. Apalagi, pada konsentrasi NO2 >100 ppm kebanyakan hewan mati,”jelas Noveda. Dia menyebutkan , untuk pencemaran amoniak atau NH3 yang tertinggi terjadi di simpang empat Musi II dan Simpang Sungki.

Sementara konsentrasi timbal atau Pb tertinggi berdasarkan pemantauan berada di simpang lima Jalan Kapten A Kapten A Rivai. “Kendaraan bensin yang mengandung timbal atau logam lunan kebiru-biruan atau keabu-abuan keperakan sangat beracun.Tidak hanya itu, logam dapat menyebabkan kerusakan sistem syarat dan pencernaan terutama pada anakanak,” bebernya.

Selain itu, unsur kandungan Total Suspended Partikulate (TSP) juga banyak berada di simpang Polda dan simpang Bandar SMB II. Dimana partikulat yang merupakan padatan atau cairan udara dalam bentuk asap, debu dan uap dapat membahayakan kesehatan umumnya berkisar 0,1 mikron- 10 mikron. PM 10 berukuran <> Selengkapnya...

Perlu Ada Penataan Ruang

SALAH satu bidang pekerjaan yang memegang peranan penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim adalah penataan ruang. Penataan ruang merupakan pendekatan dalam pengembangan wilayah untuk mengatur pemanfaatan ruang serta sumber daya alam dan buatan bagi aktivitas manusia.


Keberhasilan penerapan pendekatan penataan ruang diyakini akan mewujudkan ruang yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan. ”Dengan kata lain, secara menyeluruh, penataan ruang merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, dimana rencana tata ruang merupakan terjemahan dari kebijakan dan strategi pembangunan nasional di dalam “ruang”,”kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) SumateraSelatan( Sumsel) Sarimuda.

Dalam konteks ini, kata Sarimuda, penataan ruang harus mampu mengarahkan pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Ini antara lain dicirikan oleh penurunan emisi gas buang serta terjaganya jumlah dan stabilitas sediaan sumber daya air.Dengan demikian upaya pengembangan wilayah dapat mencapai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan hidup.

Sarimuda menjelaskan, upaya mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer yang berpotensi menipiskan lapisan ozon. Untukitu,upaya mitigasiterutamadifokuskan untuk dua sektor.Pertama, sektor kehutanan sebagai sumber mekanisme pemeliharaan hutan berkelanjutan, pencegahan deforstasi dandegradasihutan, pencegahan illegallogging( carbonsink),pencegahan kebakaran hutan dan lahan.


Kedua,sektor energi untuk mengurangi emisi GRK yang berasal dari pembangkitan energi, transportasi, industri, perkotaan dan lahan gambut. Sedangkan upaya adaptasi,merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Namun upaya tersebut akan sulit memberikan manfaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi.

”Upaya ini bertujuan untuk, mengurangi kerentanan sosialekonomi dan lingkungan yang bersumber dari perubahan iklim. Meningkatkan daya tahan (resilience) masyarakat dan ekosistem. Sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal,”imbuhnya Dia menyebutkan, ada beberapa langkah strategis lainnya yang harus dilakukan dalam melakukan mitigasi bidang penataan ruang terhadap dampak perubahan iklim.

Langkah strategis itu antara lain mendorong perwujudan 30% dari luas wilayah kota untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) . Ini dilakukan dalam rangka pengendalian iklim mikro, serta pengalokasian lahan parkir air dan resapan.Selain itu mendorong perwujudan 30% dari luas Daerah aliran Sungai (DAS) untuk hutan lindung dan kawasan konservasi dalam rangka pengendalian fungsi ekosistem.

”Selain itu, mengarahkan pembentukan struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang lebih efisien. Caranya menghindari terjadinya urban/sub-urban sprawling. Mendorong pemanfaatan transportasi publik untuk mendukung kebutuhan pergerakan orang dan barang,jasa danlogistik yang dituangkan dalam produk-produk RTRW,” papar mantan calon Wali Kota Palembang ini.

Sumber : Seputar Indonesia



Selengkapnya...