PALEMBANG, KOMPAS.com - Sekitar 1.000 orang yang
tergabung dalam Serikat Petani Sriwijaya berunjukrasa di depan markas
Kepolisian Daerah Provinsi Sumatera Selatan, menuntut pembebasan tiga
aktivis yang ditahan usai unjukrasa terkait sengketa lahan.
Penangkapan dan penahanan aktivis, dinilai sebagai upaya pembungkaman suara masyarakat dalam sengketa sumber daya alam.
Sebagian
besar pengunjuk rasa adalah warga dari berbagai desa di Sumatera
Selatan, yang tengah bersengketa lahan baik dengan perusahaan swasta
maupun PT Perkebunan Nusantara VII. Mereka berdatangan sejak Senin
(11/2) dini hari ke Palembang.
Sebelum ke Markas Kepolisian
Daerah (Polda) Sumsel, mereka mendatangi gedung DPRD Sumsel. Namun,
kedatangan mereka ke gedung DPRD tak memperoleh tanggapan. Selain orasi,
aksi tersebut juga dilakukan dengan menggelar yasinan di depan markas
Polda Sumsel.
Sejumlah tuntutan mereka adalah agar pihak
kepolisian membebaskan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Sumsel Anwar Sadat, aktivis Walhi Sumsel Dedek Chaniago, dan
warga Ogan Ilir Kamaluddin.
Ketiganya ditahan sebagai tersangka
usai unjuk rasa yang berakhir ricuh di depan markas Polda Sumsel 29
Januari lalu. Unjuk rasa tersebut terkait sengketa lahan seluas 1.200
hektar yang dituntut warga Desa Betung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel,
dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis.
Dalam unjuk
rasa tersebut, gerbang Markas Polda Sumsel roboh dan beberapa
pengunjukrasa terluka. Salah satu pengunjukrasa Suratman (70),
dalam orasinya mengatakan, tuntutan lahan ini mereka ajukan karena
lahan-lahan di pedesaan semakin habis dikuasai perusahaan perkebunan.
Kondisi ini membuat keturunan mereka tak akan lagi dapat mengolah
lahan.
"Mungkin saat ini kita masih bisa hidup sebagai petani,
namun anak-cucu kita akan jatuh miskin karena lahan sudah habis,"
katanya.
Selain menuntut pembebasan tiga orang yang ditahan, aksi
juga menuntut PTPN VII Cinta Manis menyerahkan lahan yang disengketakan
kepada warga, meminta penghentian keterlibatan polisi dalam konflik
agraria di Sumsel, serta penuntasan semua konflik agraria di Sumsel.
Hadi
Jatmiko dari Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat Walhi
Sumsel, mengatakan, penahanan tiga aktivis karena berunjukrasa merupakan
upaya pembungkaman suara rakyat terkait konflik sumber daya alam dan
agraria. "Ini merupakan pembungkaman demokrasi juga," katanya.
Sengketa
lahan antara warga dengan PTPN VII Cinta Manis telah berlangsung
setidaknya sekitar dua tahun terakhir. Konflik lahan ini juga memicu
bentrok warga dengan Brimob, yang mengakibatkan tewasnya remaja Angga
bin Darmawan (11) diduga terkena tembakan di kepala.
0 komentar:
Posting Komentar