PALEMBANG– Koordinator Hujan Buatan Unit Pelaksana
Teknis BPPT Sunu Tikno menuturkan hujan cukup deras lebih kurang
setengah jam mencapai 10 mm/jam terjadi di Kota Palembang,
kemarin. Hujan mengguyur beberapa wilayah Kota Palembang diantaranya
kawasan Bukit Lama, Dempo Luar IT I,hingga Jalan Merdeka IT I, Kertapati
serta sebelah Selatan Bandara SMB II. Selain itu hujan gerimis terjadi
di arah Angkatan 45, dan Sekip. Namun demikian,dirinya menyesalkan
jumlah hostpot kembali meningkat dibandingkan hari Selasa (13/9) yang
hanya terdapat 5 titik.
Kemarin, jumlah hotspot menjadi 80 titik yang sangat memerangaruhi
tingkat ketebalan asap. “Karena itu menjadi tantangan kita lagi untuk
bisa mengurangi, minimal memadamkan hotspot baru yang mucul. Bisa
dikatakan adanya sumber kebakaran baru yang kemarin tidak terlihat, hari
ini (kemarin) terlihat seperti di daerah OKI, Muaraenim dan sebagian
Muba. Untuk itu besok (hari ini) tetap kita rencanakan melakukan
penerbangan,” ujar Sunu. Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut)
Provinsi Sumsel Sigit Wibowo menilai puncak hotspot sudah mengganggu
kehidupan masyarakat. “Upaya pemadaman terus dilakukan seperti hari ini
(kemarin) kita melakukan pemadaman titik api melalui udara dengan
membuat hujan untuk menekan jumlah titik api yang tumbuh secara
sporadis. Sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak melakukan
pembakaran lahan terus disampaikan. Karena dinsyalir kebakaran hutan dan
lahan dilakukan oknum msyarakat,” ujarnya.
Jangan Salahkan Masyarakat
Aktivis Lingkungan Walhi Sumsel Hadi Jatmiko berharap pemerintah
daerah tidak selalu menyalahkan masyarakat terkait hutan dan lahan yang
terbakar.Menurut Hadi, berdasarkan analisis yang dilakukan Walhi Sumsel
sejumlah lokasi titik api berada di lahan gambut yang masuk dalam lahan
konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa
sawit yang telah existing (aktif) maupun nonaktif (pra dan pasca).
“Jadi permasalahan kabut asap jangan hanya dibebankan kepada
masyarakat dengan berbagai dugaan pembakaran lahan sebagai upaya untuk
pembukaan lahan garapan. Sebab fakta yang ada menunjukkan kawasan
perkebunan cenderung lebih banyak titik api ketimbang dilahan
masyarakat,” ujarnya. Dia menegaskan, kejadian kebakaran lahan dan hutan
di Sumsel berlangsung setiap tahun. Namun upaya peringatan yang
dilakukan berbagai lembaga penelitian dan organisasi nonpemerintah
(Ornop/NGO/ LSM) ditingkat Sumsel maupun nasional tidak pernah
ditanggapi serius oleh pemerintah daerah.“ Banyaknya titikapidiSumsel
menunjukkan bahwa Pemprov Sumsel sesungguhnya belum layak menerima
penghargaan dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 18 Juli lalu di
Jakarta,”tukasnya.
Sementara itu, pengamat politik Sumsel dari Universitas Sriwijaya
(Unsri) Joko Siswanto menilai untuk membuat peraturan daerah (Perda)
pelarangan pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oknum masyarakat
perlu dilakukan pengkajian.“Sebab saat ini di Indonesia antara perda dan
Undang-Undang saling tumpang tindih,”jelasnya. Joko pun menyesalkan
keterlambatan kalangan DPRD Sumsel dalam merencanakan pembuatan raperda
pelarangan pembakaran hutan dan lahan saat musim kemarau tiba. “Ya
mengapa DPRD baru sadarnya sekarang saat pembakaran lahan menimbulkan
dampak yang besar.Padahal munculnya dampak tersebut terjadi setiap
tahun, ”pungkasnya.
Sumber:seputar Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar