Titik Api di Sumsel (Tanda kuning dan merah.7- 8 Sept) |
Palembang
– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mendesak
jajaran pemerintahan di daerahnya bersama instansi terkait, segera
mengambil langkah konkret untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan yang
berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan hidup setempat.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, didampingi Stafnya,
Hadi Jatmiko, di Palembang, Jumat, menilai upaya pemberantasan titik
api (hotspot) dengan rencana Pemprov Sumsel membuat hujan buatan, tidak
akan efektif untuk memadamkan titik api itu mengingat hanya berefek
sementara.
“Saat ini yang dibutuhkan adalah langkah konkret lainnya yang lebih
hemat dalam pendanaan tapi maksimal dalam hasil,” ujar Sadat.
Termasuk upaya DPRD Sumsel yang berencana menyusun Perda Pelarangan
Pembakaran Hutan dan Lahan oleh Warga, menurut dia, pada prinsipnya
langkah tersebut perlu didukung namun dengan tidak membatasi kegiatan
pertanian masyarakat yang secara umum telah turun menurun memiliki
tradisi bertani dengan cara membakar.
Dia menegaskan, dalam hal ini aspek hukum yang harus ditekankan,
yakni mendorong upaya pemulihan lingkungan hidup Sumsel yang kondisinya
saat ini telah berada pada situasi yang memprihatinkan, sehingga harus
ada langkah holistik dan struktural dalam menekan bencana kebakaran
hutan dan atau lahan.
Tapi pada sisi lainnya perlu pula memperkuat implementasi penegakan
hukum bagi pelaku usaha yang melakukan aktiviatas atau kegiatan usahanya
dengan cara membakar atau di dalam wilayah konsesinya terdapat titik
api kebakaran, kata Sadat.
Walhi Sumsel minta DPRD setempat dapat pula belajar atas Perda
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang telah
disahkan oleh DPRD Riau yang tetap membolehkan masyarakat peladang
tradisional membuka lahan dengan cara membakar pada areal seluas dua
hektare, meskipun perda itu menjadi polemik di tingkat masyarakat dan
akhirnya dibatalkan oleh Mendagri.
Khawatirkan Kabut Asap
Forum LSM itu menyatakan bencana lingkungan hidup berupa kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi di berbagai wilayah kabupaten/kota di
Sumsel yang berdampak munculnya kabut asap, merupakan kondisi yang
semakin mengkhawatirkan, karena akan menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat daerah ini.
Hasil penelusuran Walhi Sumsel berkaitan bencana itu, menyebutkan
beberapa fakta bahwa hasil pantauan Satelit Terra dan Aqua pada 6
September 2011, menunjukkan sedikitnya terdapat 970 titik api (hotspot)
dengan tingkat keyakinan 70-100 persen, sedangkan untuk tingkat
keyakinan 100 persen terdapat 170 titik api.
Lokasi titik api di Sumsel itu tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin,
Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), OKU
Selatan, Ogan Ilir, Lahat, OKU Timur dan Musi Rawas.
Kepala Divisi PPER Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko menambahkan bahwa
dengan meluas adanya titik api di daerah ini, telah meningkatkan ancaman
serangan penyakit gangguan pernafasan (ISPA), paru paru dan kesehatan
mata bagi masyarakat Sumsel akibat kabut asap.
Dia mengingatkan pula, kejadian kebakaran lahan dan hutan di daerah
ini merupakan kejadian yang terus menerus berulang setiap tahunnya.
Namun upaya pemberian peringatan yang dilakukan oleh berbagai lembaga
penelitian dan organisasi nonpemerintah Ornop/NGO/LSM) baik yang berada
di Sumsel maupun secara nasional sejak jauh hari sebelum kejadian ini
berulang, menurut Hadi, tidak pernah mendapatkan tanggapan serius dari
Pemprov Sumsel.
Walhi Sumsel menyampaikan beberapa analisis bahwa dari 170 titik api
dengan tingkat keyakinan 100 persen tersebut, didominasi lokasinya
berada di lahan gambut yang masuk dalam lahan lahan konsesi perusahaan
baik kawasan konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan
perkebunan kelapa sawit yang telah existing (aktif) maupun nonaktif (pra
dan pasca), ujar dia pula.
Ia menyatakan, tuduhan yang cenderung “mengkambinghitamkan”
masyarakat tidaklah objektif dan dibenarkan, mengingat fakta
sesungguhnya masyarakat atau petani justru merupakan korban kebijakan
pemerintah pusat maupun daerah yang sejak tahun 1997 mengeluarkan izin
secara besar-besaran kepada perusahaan perkebunan sawit dan HTI terutama
di kawasan hutan dan lahan gambut.
“Banyaknya titik api yang ada di Sumsel telah menunjukkan bahwa
Pemprov Sumsel yang dalam hal ini Gubernur H Alex Noerdin belumlah layak
menerima penghargaan dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 18 Juli
lalu di Jakarta sebagai Gubernur Peduli Api Terbaik Tahun 2010,” ujar
dia lagi.
Walhi Sumsel menilai, sampai dengan saat ini tidak ada upaya Pemprov
Sumsel untuk melakukan pencegahan dan pemulihan terhadap kesehatan
masyarakat yang terkena dampak langsung akibat kabut asap sesuai mandat
PP No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran
Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Atau Lahan,
terkhusus untuk golongan masyarakat yang rentan terserang penyakit,
seperti balita, anak-anak, kaum perempuan serta masyarakat yang
tergolong miskin.
Karena itu, kata dia, Walhi Sumsel menuntut dan mendesak kepada
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota)
beserta instansi terkait lainnya di Sumsel, untuk dapat segera melakukan
pemulihan lingkungan hidup daerah ini dengan cara menghentikan dan
mencabut pemberian izin bagi perkebunan skala besar, HTI, dan
pengelolaan tambang di kawasan hutan dan lahan gambut.
Pemerintah harus meakukan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan
lahan melalui pembentukan pos kesehatan bagi masyarakat dan posko-posko
di kawasan hutan dan lahan gambut itu, kata dia pula.
Walhi Sumsel juga minta pemerintah dapat melakukan tindakan hukum
bagi pelaku usaha yang di dalam wilayah konsesinya terdapat titik api
atau terjadi aktivitas pembakaran sebagaimana tertuang dalam aturan PP
RI Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran
Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
“Kami juga mendesak kepada Menteri Kehutanan RI, Bapak Zulkifli Hasan
untuk dapat mencabut pemberian penghargaan kepada Gubernur Sumsel
sebagai Gubernur Peduli Api Terbaik, karena tidak sesuai dengan fakta
dan kondisi yang ada di lapangan,” demikian Hadi Jatmiko menyampaikan
sikap forum LSM itu. (B014/Z002/K004)
Sumber: wartadunia.com
0 komentar:
Posting Komentar