WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, September 10, 2011

Walhi minta pemda segera atasi kebakaran lahan, hutan

Titik Api di Sumsel (Tanda kuning dan merah.7- 8 Sept)
Palembang – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mendesak jajaran pemerintahan di daerahnya bersama instansi terkait, segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan yang berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan hidup setempat. 

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, didampingi Stafnya, Hadi Jatmiko, di Palembang, Jumat, menilai upaya pemberantasan titik api (hotspot) dengan rencana Pemprov Sumsel membuat hujan buatan, tidak akan efektif untuk memadamkan titik api itu mengingat hanya berefek sementara.

“Saat ini yang dibutuhkan adalah langkah konkret lainnya yang lebih hemat dalam pendanaan tapi maksimal dalam hasil,” ujar Sadat.

Termasuk upaya DPRD Sumsel yang berencana menyusun Perda Pelarangan Pembakaran Hutan dan Lahan oleh Warga, menurut dia, pada prinsipnya langkah tersebut perlu didukung namun dengan tidak membatasi kegiatan pertanian masyarakat yang secara umum telah turun menurun memiliki tradisi bertani dengan cara membakar.

Dia menegaskan, dalam hal ini aspek hukum yang harus ditekankan, yakni mendorong upaya pemulihan lingkungan hidup Sumsel yang kondisinya saat ini telah berada pada situasi yang memprihatinkan, sehingga harus ada langkah holistik dan struktural dalam menekan bencana kebakaran hutan dan atau lahan.
Tapi pada sisi lainnya perlu pula memperkuat implementasi penegakan hukum bagi pelaku usaha yang melakukan aktiviatas atau kegiatan usahanya dengan cara membakar atau di dalam wilayah konsesinya terdapat titik api kebakaran, kata Sadat.

Walhi Sumsel minta DPRD setempat dapat pula belajar atas Perda tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang telah disahkan oleh DPRD Riau yang tetap membolehkan masyarakat peladang tradisional membuka lahan dengan cara membakar pada areal seluas dua hektare, meskipun perda itu menjadi polemik di tingkat masyarakat dan akhirnya dibatalkan oleh Mendagri.

Khawatirkan Kabut Asap
Forum LSM itu menyatakan bencana lingkungan hidup berupa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai wilayah kabupaten/kota di Sumsel yang berdampak munculnya kabut asap, merupakan kondisi yang semakin mengkhawatirkan, karena akan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat daerah ini.
Hasil penelusuran Walhi Sumsel berkaitan bencana itu, menyebutkan beberapa fakta bahwa hasil pantauan Satelit Terra dan Aqua pada 6 September 2011, menunjukkan sedikitnya terdapat 970 titik api (hotspot) dengan tingkat keyakinan 70-100 persen, sedangkan untuk tingkat keyakinan 100 persen terdapat 170 titik api.

Lokasi titik api di Sumsel itu tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, Ogan Ilir, Lahat, OKU Timur dan Musi Rawas.
Kepala Divisi PPER Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko menambahkan bahwa dengan meluas adanya titik api di daerah ini, telah meningkatkan ancaman serangan penyakit gangguan pernafasan (ISPA), paru paru dan kesehatan mata bagi masyarakat Sumsel akibat kabut asap.

Dia mengingatkan pula, kejadian kebakaran lahan dan hutan di daerah ini merupakan kejadian yang terus menerus berulang setiap tahunnya.
Namun upaya pemberian peringatan yang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian dan organisasi nonpemerintah Ornop/NGO/LSM) baik yang berada di Sumsel maupun secara nasional sejak jauh hari sebelum kejadian ini berulang, menurut Hadi, tidak pernah mendapatkan tanggapan serius dari Pemprov Sumsel.
Walhi Sumsel menyampaikan beberapa analisis bahwa dari 170 titik api dengan tingkat keyakinan 100 persen tersebut, didominasi lokasinya berada di lahan gambut yang masuk dalam lahan lahan konsesi perusahaan baik kawasan konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit yang telah existing (aktif) maupun nonaktif (pra dan pasca), ujar dia pula.

Ia menyatakan, tuduhan yang cenderung “mengkambinghitamkan” masyarakat tidaklah objektif dan dibenarkan, mengingat fakta sesungguhnya masyarakat atau petani justru merupakan korban kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang sejak tahun 1997 mengeluarkan izin secara besar-besaran kepada perusahaan perkebunan sawit dan HTI terutama di kawasan hutan dan lahan gambut.

“Banyaknya titik api yang ada di Sumsel telah menunjukkan bahwa Pemprov Sumsel yang dalam hal ini Gubernur H Alex Noerdin belumlah layak menerima penghargaan dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 18 Juli lalu di Jakarta sebagai Gubernur Peduli Api Terbaik Tahun 2010,” ujar dia lagi.

Apalagi jika dihubungkan dengan waktu pemberian penghargaan tersebut (18 Juli 2011), titik api di Sumsel jumlahnya telah mencapai ratusan titik, dan itu pun telah diperingatkan oleh banyak pihak namun tidak ditanggulangi secara optimal, kata Hadi pula.

Walhi Sumsel menilai, sampai dengan saat ini tidak ada upaya Pemprov Sumsel untuk melakukan pencegahan dan pemulihan terhadap kesehatan masyarakat yang terkena dampak langsung akibat kabut asap sesuai mandat PP No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Atau Lahan, terkhusus untuk golongan masyarakat yang rentan terserang penyakit, seperti balita, anak-anak, kaum perempuan serta masyarakat yang tergolong miskin.

Karena itu, kata dia, Walhi Sumsel menuntut dan mendesak kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota) beserta instansi terkait lainnya di Sumsel, untuk dapat segera melakukan pemulihan lingkungan hidup daerah ini dengan cara menghentikan dan mencabut pemberian izin bagi perkebunan skala besar, HTI, dan pengelolaan tambang di kawasan hutan dan lahan gambut.

Pemerintah harus meakukan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan melalui pembentukan pos kesehatan bagi masyarakat dan posko-posko di kawasan hutan dan lahan gambut itu, kata dia pula.

Walhi Sumsel juga minta pemerintah dapat melakukan tindakan hukum bagi pelaku usaha yang di dalam wilayah konsesinya terdapat titik api atau terjadi aktivitas pembakaran sebagaimana tertuang dalam aturan PP RI Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

“Kami juga mendesak kepada Menteri Kehutanan RI, Bapak Zulkifli Hasan untuk dapat mencabut pemberian penghargaan kepada Gubernur Sumsel sebagai Gubernur Peduli Api Terbaik, karena tidak sesuai dengan fakta dan kondisi yang ada di lapangan,” demikian Hadi Jatmiko menyampaikan sikap forum LSM itu. (B014/Z002/K004)

Sumber: wartadunia.com



Artikel Terkait:

0 komentar: