WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, September 30, 2011

Pemkot Hentikan Pembangunan Ruko

PALEMBANG – Pemkot Palembang akan menghentikan pembangunan ruko 17 pintu milik CV Vinayaka Abadi di Jalan Martadinata,Kecamatan Kalidoni. Hal ini disampaikan Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kota Palembang Rosidi saat menanggapi tuntutan warga yang diwakili Persatuan Warga Kalidoni dan Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup di kantor wali kota Palembang kemarin.

“Kami akan tutup sementara pembangunan ruko tersebut. Untuk langkah awal,akan kami layangkan surat penyetopan pembangunan tersebut sebelum tanggal 1 Oktober 2011 dan akan diterjunkan juga Satpol PP ke sana,”ujar Rosidi dalam audiensinya. Penutupan ini sebagai upaya mengakomodasi tuntutan warga yang merasa dirugikan atas aktivitas penimbunan rawa seluas 7 ha yang dilakukan pihak perusahaan dalam proyek pembangunan ruko.

Terkait berjalannya pembangunan ruko yang berada di kawasan pemukiman warga, Rosyidi menyatakan, akan memanggil dinas terkait yang mengetahui persis pembangunan tersebut yang disinyalir menjadi penyebab banjir belasan rumah warga. “Kami juga akan memanggil Dinas Tata Kota,Dinas PU Bina Marga,camat,dan lurah terkait pembangunan yang terus berlangsung ini,”tegas Rosidi.

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat mengatakan,warga Kelurahan Kalidoni sudah berulang kali mengajukan keluhan atas pembangunan ruko tersebut. Pasalnya,pengembang menimbun semua rawa di kawasan itu yang berarti telah melanggar ketentuan Peraturan Daerah No 5/2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan rawa.

“Sehingga kami minta Pemkot segera menghentikan pembangunan ruko tersebut agar warga bisa beraktivitas normal karena meskipun kemarau dampak banjir lumpur itu masih mereka alami,” katanya didampingi koordinator aksi Dede Chaniago.

Anwar menyatakan, akan mendatangkan ratusan massa dan mahasiswa apabila proyek pembangunan terus berjalan tanpa memerhatikan UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dede Chaniago menambahkan, akibat penimbunan yang dilakukan pengembang tersebut sejak tiga tahun lalu warga selalu tergenang air,meskipun tidak turun hujan.

Kalau hujan turun deras, dipastikan 15 rumah warga Kalidoni tersebut semakin terendam.Hal tersebut tentu dapat mengakibatkan kerugian materi yang cukup besar. “Airnya bercampur lumpur yang sangat bau,”beber Dede.

Untuk itu, pihaknya mendesak Pemkot Palembang untuk menghentikan aktivitas pembangunan CV Vinayaka Abadi dengan cara mencabut izin usaha dan IMB perusahaan tersebut karena secara jelas telah melanggar berbagai peraturan lingkungan hidup.

Selain itu, pemkot diharapkan dapat membantu pemulihan lingkungan tempat tinggal warga yang rusak akibat pembangunan ruko.
 
Sumber : SeputarIndonesia.com
Selengkapnya...

Kamis, September 29, 2011

Tuntutan Aksi Warga Kalidoni Atas Pembangunan RUKO oleh PT.Vinayaka

PERSATUAN WARGA KALIDONI dan MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN HIDUP 
(WALHI Sumsel, SHI Sumsel, MHI, DKR Sumsel)
PERNYATAAN dan TUNTUTAN AKSI

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak setiap warga negara Indonesia untuk dapat menikmatinya. Demikian dimandatkan kepada Negara untuk dapat memenuhinya sebagaimana tertuang dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 28H (ayat 1), UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 9 (ayat 3), dan UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 65 (ayat 1) Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Hal itu kenyataannya sangat bertentangan dengan kondisi yang kami hadapi saat ini, masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Kalidoni Palembang khususnya di lingkungan Pabrik Gelas dan sekitarnya. Dimana sejak aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan CV. VINAYAKA ABADI yang membangun Ruko dengan cara menimbun secara total RAWA di atas lahan seluas ±7.000 M², kondisi lingkungan dan kesehatan warga yang berada di wilayah tersebut SANGAT terganggu. Tak kala diguyur hujan sebentar/sedikit saja, maka wilayah kami langsung tergenang banjir. Situasi tersebut akan semakin parah jika hujan lebat melanda.

Tidak adanya resapan air dan ditutupnya saluran air (ditimbun secara permanen dengan menggunakan kayu gelam yang dipasang secara rapat dan bongkah bebatuan) oleh perusahaan menjadikan banjir terus melanda lingkungan dan rumah kediaman kami. Kondisi tersebut telah berlangsung sejak 2009 hingga kini, dan masuknya musim penghujan yang telah di depan mata merupakan kegundahan tersendiri bagi kami saat ini. Tidak hanya resah dalam perasaan, banjir akibat aktifitas perusahaan tersebut juga telah memberikan dampak kerugian materi. Berbagai perabot/peralatan rumah tangga rusak, dan banyak dinding rumah retak karena getaran keras yang ditimbulkan dari pengerjaan alat berat perusahaan. 

Terhadap kesehatan-pun demikian, khususnya terjadi pada saat musim kemarau, dimana genangan air telah menjadi sarang nyamuk yang kami khawatirkan dapat memunculkan penyakit malaria atau-pun demam berdarah. Pada hal lainnya, beberapa rumah tidak dapat membuka jendela/pintu rumah/dapur karena terhalang oleh pagar beton-dinding milik perusahaan yang pasang/dibangun dengan cara rapat sekali atau menghimpit rumah milik masyarakat. 

Atas hal di atas, dengan memperhatikan kenyataan semakin berlarut-larutnya permasalahan yang kami hadapi, dimana sesungguhnya telah banyak proses dan upaya yang kami lakukan dengan penuh kesabaran namun tidak pernah diperhatikan dan diindahkan. Hari ini kami menggelar aksi damai mendesak Pemerintah Kota Palembang, untuk; 

1. Menghentikan aktifitas pengerjaan dan pembangunan CV. VINAYAKA ABADI dengan cara mencabut izin usaha dan IMB perusahaan tersebut karena secara jelas telah melanggar berbagai peraturan yang sedikitnya diantaranya; UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa, dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup; 

2. Dilakukannya pemulihan terhadap lingkungan tempat tinggal kami oleh Perusahaan akibat perusakan/pencemaran yang ditimbulkan dari akitifitas pengerjaan selama ini; 

3. Dibayarnya ganti kerugian/kompensasi oleh perusahaan terhadap kami akibat perusakan/pencemaran yang ditimbulkan, baik kerugian material maupun in-materil;

Palembang, 29 September 2011 
Masyarakat Korban 
Koordinator Aksi 
(Dede Chaniago) 

Tembusan; 
1. Menteri Negera Lingkungan Hidup di Jakarta 
2. Komnas HAM di Jakarta
Selengkapnya...

Gubernur Sumsel Tak Pantas Dapat Penghargaan Bidang Energi

Ilustrasi 
JAKARTA- Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin meraih penghargaan dibidang Pertambangan dan Energi yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ESDM nomor 2230 K tahun 2001 berupa Anugerah Prabawa.

Penyerahan penghargaan oleh Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh itu berlangsung ditengah-tengah peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke 66-di Museum Gawitra Migas-Museum Listrik Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Rabu (28/09/2011). 

Hadir dalam kesempatan itu Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, mantan Menteri Pertambangan Subroto dan tokoh pertambangan lainya serta para pemangku kepentingan dibidang Pertambangan dan Energi. 

Namun, penyerahan penghargaan ini dikritik Kepala Divisi Pengembagan Organisasi dan Pengorganisasia Walhi Sumsel, Hadi Sujatmiko. Menurut Hadi, seharusnya Gubernur Sumsel malu dan menolak penghargaan tersebut karena Sumsel belum pantas untuk mendapatkan penghargaan bidang Pertambangan dan Energi. "Potensi energi yang berlimpah di Sumsel belum sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena hampir 90 persen sumber daya energi tersebut di ekspor keluar negeri," kata Hadi, Rabu (28/09/2011) malam kepada Okezone. 

Hadi menambahkan, penghargaan yang diterima tersebut sangat ironi dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di wilayah Sumsel. Provinsi yang menyatakan diri sebagai Lumbung Energi Nasional ini belum bisa menyalurkan secara merata kebutuhan listrik kepada warganya. "Ada sekitar 600 desa di Sumsel yang belum bisa menikmati listrik. Selain itu, jika pun dialiri listrik tidak dapat dinikmati maksimal karena masih seringnya pemadaman bergilir alias byar pet," pungkasnya. 

Sumber:Okezone.com Selengkapnya...

Senin, September 26, 2011

Menhut Resmi Cabut Permenhut soal Sawit Masuk HTI

Jakarta: Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan resmi mencabut Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 62 tahun 2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI).

Permenhut ini memasukkan kelapa sawit dalam hutan tanaman industri.

Dengan dicabutnya Permenhut yang baru berumur 1 bulan itu, Kemenhut akan menggunakan kembali Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 614 tahun 1999 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Campuran.

"Permenhut No 62 resmi resmi dicabut hari ini. Saya keluarkan Surat Keputusan (SK) Pencabutan Permenhut tersebut," ujarnya di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Senin (26/9).

Dia mengaku pembahasan tentang hutan tanaman berbagai jenis sebenarnya belum usai dan terus dibahas hingga saat ini.

"Saya sendiri berpendapat bahwa itu (Permenhut) belum tuntas. Tapi kok Agustus ada permenhut?" katanya.

Pembahasan itu masih dilakukan antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan tim hukum.

"Sekarang lagi pembahasan belum sosialisasi. Intinya belum tahu kapan selesainya," ujarnya.

Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan menandatangani Permenhut Nomor 62 tahun 2011 pada 25 Agustus 2011. (MI/ICH)

Sumber :Metronews.com
Selengkapnya...

Tuntutan Petani Sumsel Pada Peringatan Hari Tani 2011

 Massa Aksi Hari Tani 2011 Terlihat Mengular

Koalisi Rakyat untuk Pembaruan Agraria Sumatera Selatan
(Dinyatakan dalam Peringatan Hari Tani Nasional)
 
Setiap tanggal 24 September hampir seluruh organisasi tani, para aktivis penggiat agraria, dan berbagai kelompok lainnya tak terkecuali Pemerintah memperingati HARI TANI. Sebuah kegiatan yang memiliki akar sejarah tentang upaya untuk merevolusi tata kelola agraria nasional, yang ditandai dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang dikenal dengan UUPA oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.

Sebuah produk UU yang yang memberikan jaminan bahwa seluruh sumber-sumber kekayaan agraria mesti diarahkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Sejatinya, yakni mengamanatkan agar tanah-tanah didistribusikan secara adil kepada rakyat khususnya petani, buruh tani dan masyarakat adat.

Namun sampai sekarang, UUPA 1960 ini tidak pernah dijalankan sesuai dengan semangat dan mandatnya. Akibatnya, terjadi ketimpangan struktur agraria yang sangat tajam baik secara nasional maupun di daerah. Dalam konteks lokal, dari luas wilayah Propinsi Sumatera Selatan yang mencapai 8,7 Juta Hektar, diperkirakan tidak kurang dari 4,5 Juta Hektar telah dikapling untuk kepentingan investasi atau perusahaan di sektor Pertambangan, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Perkebunan skala besar (kelapa sawit, tebu, dll). Belum lagi luasan wilayah Sumsel tersebut 3,7 Juta diantaranya merupakan kawasan hutan yang menjadi sulit bagi rakyat untuk dapat mengakses, mengelola dan memanfaatkannya.

Ketimpangan agraria atau struktur penguasaan lahan tersebut telah menyumbang angka kemiskinan yang cukup signifikan di Propinsi ini. Tidak heran, meski memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Sumsel masuk sebagai 10 propinsi dengan angka kemiskinan tertinggi (BPS; 2010). Ditengggarai, minimnya aset dan akses agraria yang dimiliki oleh rakyat Sumsel sebagai pemicu utamanya. Tingginya angka konflik agraria/pertanahan di Propinsi ini, juga merupakan pertanda pembaruan agraria sejati belumlah dijalankan di daerah ini. Berdasarkan angka terbaru, sejak tahun 2009 – akhir 2011 setidaknya terdapat 61 kasus sengketa tanah yang terekam dan dikategorikan sebagai sengketa tanah struktural.

Karenanya melalui hari ulang tahun disyahkan UUPA No. 5 Tahun 1960 atau yang dikenal dengan Hari Agraria Nasional/Hari Tani tahun 2011 ini, kami mendesak kepada lembaga pemerintahan terkait untuk ;
  1. Berikan atau jamin aset dan akses agraria bagi kaum tani dan buruh tani di Sumatera Selatan. Pemerintah terkait di Propinsi Sumatera Selatan harus memastikan dilaksanakannya agenda land reform (distribusi tanah) bagi rakyat Sumsel dan dilakukannya perlindungan terhadap tanah yang dimiliki oleh rakyat. Selain itu, Pemerintah berkewajiban memfasilitasi tersedianya modal, sarana produksi pertanian, sarana irigasi dan penunjang produksi pertanian lainnya agar kaum tani Sumsel mampu secara maksimal memanfaatkan dan mendayagunakan lahan yang dimilikinya.
  2. Tuntaskan konflik pertanahan di Sumatera Selatan dengan menjunjung azas keadilan bagi rakyat khususnya kaum tani Sumatera Selatan.
  3. Hentikan intimidasi dan kekerasan terhadap kaum tani
  4. Stop RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (PTUP) yang saat ini tengah menjadi agenda pembahasan DPR RI yang menurut kami secara aturan hukum telah bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960 – yang pada sisi lainnya hanya merupakan jalan legal dengan mengatasnamakan pembangunan untuk menggusur dan menggerus hak tanah rakyat

Demikian hal ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan secara penuh!.

Palembang, 26 September 2011

Koordinator Aksi

 
Hadi Jatmiko



Organisasi Peserta dan/Pendukung:
  1. WALHI Sumatera Selatan
  2. SHI Sumatera Selatan
  3. Mahasiswa Hijau Indonesia
  4. Serikat Petani Indonesia Sumatera Selatan
  5. Dewan Kesehatan Rakyat Sumatera Selatan
  6. Serikat Perempuan Wilayah Sumatera Selatan
  7. Dewan Petani Sumatera Selatan Simpang Bayat
  8. Forum Petani Nusantara Bersatu
  9. Serikat Petani Rengas dan Lubuk Bandung
  10. Konsorsium Pembaruan Agraria – Jakarta
  11. Sawit Watch – Bogor
Selengkapnya...

Ratusan Petani Gagal Aksi Hari Tani


Dihadang aparat pemerintah alasan Pilkada

Palembang.Walhi Sumsel. Aksi Peringatan Hari Tani di Sumsel gagal diikuti oleh ratusan petani dari kecamatan Musi Banyuasin (Muba). Sebelumnya, ratusan petani yang tergabung dalam organisasi Walhi berencana akan menggelar aksi peringatan hari tani, Senin (26/9) pukul 10.00 wib, bertempat di BKB Palembang, kantor Gubernur dan BPN Sumsel. Lebih dari 100 petani yang berasal Desa C4 Kecamatan Sungai Lilin kabupaten Musi banyuasin yang hendak mengikuti aksi, tiba-tiba dihadang oleh aparat pemerintahan dan kepolisian karena alasan massa tenang Pilkada Muba.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Walhi Sumsel, ketidakhadiran ratusan petani Muba karena dihadang oleh Kepala Desa (Kades) dan polisi setempat. 
Anggota Dewan Petani Sumsel sekaligus Koordinator Lapangan (Korlap), Hasan menceritakan jika saat massa tani hendak berangkat dengan menggunakan tiga buah bus, sedikitnya satu bus berisi 40 petani, tiba-tiba didatangi Kades, pemerintah kecamatan dan polisi yang melarang para petani mengikuti aksi hari tani di Palembang. Menurut mereka, jika Kabupaten Muba sedang memasuki masa tenang pelaksanaan Pilkada sehingga, tidak diperbolehkan melaksanakan kegiatan dalam bentuk apapun, terutama mobilisasi massa.
“Saat massa sudah mulai berkumpul, kami dilarang berangkat karena alasan minggu tenang Pilkada Muba,”ungkap Hassan melalui via telephon gengamnya kemarin.
Namun, diakui Hasan, jika dirinya bersama dengan massa tani lainnya berusaha memberikan penjelasan, terutama larangan aksi yang dilakukan oleh aparat pemerintahan Muba telah bertentangan dengan UU No 9 tahun 1999 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat di muka umum.
"Tidak ada alasan melarang kami. Karena kami tidak melakukan aksi di Muba tapi di ibukota propinsi sehingga tidak berhubungan dengan minggu tenang Pilkada,"ungkapnya.
Sampai berita ini ditulis dini hari kemarin, perdebatan dan upaya negosiasi masih terus dilakukan warga tani. Saat ini, ratusan petani tetangga akan berdatangan menuju desa C4 Sungai Lilin.
“Kawan petani lainnya datang guna membantu negosiasi dan mendesak Kades, Camat dan polisi, agar membiarkan para petani aksi,”tukas dia.
Selengkapnya...

Petani Tuntut Hentikan Intimidasi dan Kekerasan

Ribuan Petani Ikuti aksi Peringatan hari Tani di Sumsel (foto Walhi Sumsel)
PALEMBANG - Sekitar 1.500 petani Sumatera Selatan (Sumsel) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Pembaruan Agraria melakukan aksi berjalan kaki dari halaman Museum Perjuangan Rakyat (Monpera) Sumsel, menuju Kantor Gubernur Sumsel di Jalan Kapten A Rivai Palembang, Senin (26/9). Para petani berasal dari Kabupaten Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), dan Kecamatan Bayunglencir, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). 

Aksi yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Tani Nasional ke-51 dikoordinir oleh Hadi Jatmiko dan korlap Dede Chaniago. Dalam orasinya mereka menyampaikan sejumlah tuntutan antara lain, jaminan aset dan akses agraria kaum tani dan buruh tani di Sumsel. 

Mereka juga menuntut penuntasan konflik pertanahan di Sumsel dengan menjunjung azas keadilan bagi rakyat khususnya kaum tani Sumsel. Para petani juga minta penghentian intimidasi dan kekerasan terhadap kaum tani dan menghentikan RUU PTUP yang saat ini tengah menjadi agenda pembahasan DPR RI.

Sumber :www.sripoku.com
Selengkapnya...

Minggu, September 25, 2011

Hari Tani : Ribuan Petani Sumsel akan datangi Pusat Pusat Pemerintahan


Aksi Hari Tani Nasional di Sumsel 2010.
Palembang Walhi Sumsel.Peringatan hari Agraria nasional atau biasa juga di sebut sebagai hari Tani nasional, yang jatuh setiap tanggal 24 September, ditahun ini akan kembali dirayakan oleh para Petani, dan berbagai macam organisasi, baik yang bergerak di isu Petani maupun organisasi Perempuan, HAM, Buruh, Mahasiswa, pemuda dan Lingkungan Hidup.

Untuk di Propinsi Sumatera Selatan Perayaan hari Tani nasional ini akan dilaksanakan di hari Senin (26/9),dengan bentuk kegiatan berupa aksi massa yang sedikitnya akan diikuti oleh 1.000 orang Petani, berasal dari berbagai kabupaten Seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Ilir, Muara Enim dan tidak ketinggalan Organisasi Pendamping yaitu Walhi Sumsel

Foto Dokumentasi Peringatan Hari tani 2010 Yang berakhir dengan Bentrokan,4 Orang Massa Aksi termasuk Direktur Walhi Sumsel mengami Luka di Dahinya akibat Pukulan Benda Tumpul oleh Oknum yang diduga Kuat Ajudan Gubernur Sumsel.
Berdasarkan Keterangan dari Koordinator Aksi Hadi Jatmiko yang merupakan Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPER) Walhi Sumsel, Aksi massa akan dimulai pada pukul 10.00 Wib, dengan titik Kumpul massa berada di Halaman Benteng kuto Besak (BKB),kemudian berjalan kaki menuju pusat Pusat Pemerintahan Sumatera Selatan yaitu kantor Gubernur Sumsel dan kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumsel.

Dalam aksi Kali ini Petani akan menyampaikan sedikitnya 4 tuntutan, kepada Pemerintah baik secara nasional maupun lokal Sumatera Selatan, yaitu berupa Hentikan Pembahasan RUU Pengadaaan Tanah Untuk Pembangunan, Berikan Jaminan Aset dan Akses Reform Kepada Kaum tani,Tuntaskan Konflik Pertanahan (agraria) yang ada di Sumsel dan terakhir Hentikan tidakan Kekerasan terhadap Kaum Tani di Sumatera Selatan.

Selain dari tuntutan tersebut Hadi Jatmiko berharap pada aksi kali ini akan Berjalan lancar dan Damai, ”kami harapkan agar pihak kepolisian dapat bekerja secara Profesional dan sesuai prosedur yaitu melindungi Hak para Petani menyampaikan pendapat di Muka umum,dan jangan sampai kejadian seperti tahun kemarin Pemukulan terhadap Peserta Aksi oleh Preman bayaran terulang Kembali”.
Selengkapnya...

Sabtu, September 24, 2011

Penolakan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan

Gambaran
Saat ini, DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. RUU ini mencakup pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum dan kepentingan usaha swasta. RUU ini ditargetkan untuk disahkan pada tahun 2011 ini, karena merupakan salah satu prasyarat penting untuk mempelancar penyediaan tanah bagi proyek pembangunan, sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah diluncurkan pada awal tahun ini oleh Presiden RI. Hal ini adalah karena dianggap bahwa salah satu kendala pembangunan adalah sulitnya memperoleh tanah untuk proyek, dan kebijakan yang  ada dinilai kurang cukup. Namun, Pembangunan yang berkeadilan dan demokratis, harus memperhatikan situasi, kondisi dan kepentingan rakyat Indonesia di atas kepentingan usaha swasta.

Secara substansi,  RUU ini tidak jauh berbeda dengan Perpres No. 36 tahun 2005 dan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum, yang ditolak sebagian besar masyarakat sipil karena dinilai menjadi alat penggusuran tanah-tanah rakyat, serta tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat korban, termasuk perempuan. Praktik pengadaan tanah di Indonesia masih banyak menyisakan persoalan  hingga kini. Permasalahan di dalam  praktik pengadaan tanah selama ini, antara lain adalah  penggusuran paksa, praktik kolusi pertanahan terkait bukti hak atas tanah, inventarisasi dan identifikasi obyek pengadaan tanah secara sepihak, penetapan kompensasi secara sepihak, hingga  tidak terlibatnya masyarakat terkena dampak dalam penetapan obyek pengadaan tanah. Sedangkan, pelanggaran HAM yang kerap terjadi dalam praktik pengadaan tanah di antaranya intimidasi, penganiayaan, penembakan, hingga penangkapan warga yang berujung pada kriminalisasi, dengan melibatkan aparat negara. Hal ini berdampak nyata terhadap hilangnya sumber-sumber kehidupan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, khususnya perempuan, di mana perempuan lah yang kemudian harus memikirkan keberlanjutan rumah tangga, keluarga dan anak-anaknya, terkait tempat tinggal, penyediaan makanan, air bersih dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Keberlanjutan praktik-praktik tersebut akan semakin memiskinkan masyarakat Indonesia.

Masyarakat sipil di Indonesia telah dan sedang melakukan berbagai perlawanan dan penolakan terhadap pengesahan RUU tersebut. Salah satunya dengan 10 hari aksi pengumpulan tanda tangan petisi penolakan yang akan dikirimkan kepada para anggota DPR RI yang rencananya akan bersidang pada Oktober tahun ini. Dukungan (petisi terlampir) dapat diberikan melalui email ke karamtanah(at)gmail.com dengan menyebutkan NAMA, ORGANISASI/INDEPENDENT, ASAL DAERAH DAN/ATAU NEGARA. Batas waktu penandatanganan (pemberian dukungan) hingga 30 September 2011, pukul 24.00 WIB (GMT+7).



PETISI MASYARAKAT SIPIL
PENOLAKAN RUU PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
Kepada Yth.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia


Kami, yang bertanda tangan, ingin menyampaikan keprihatinan yang mendalam mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan saat ini sedang dalam proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Menurut hemat Kami, RUU ini tidak akan belaku efektif untuk menyelenggarakan pembangunan yang adil dan demokratis, karena sejumlah prasayarat belum tersedia, antara lain: 1) Pengakuan formal terhadap hak-hak masyarakat belum diberikan dan dilaksanakan secara penuh; 2) Penataan ruang belum dibuat partisipatif, integratif dan dilaksanakan secara konsisten; 3) akses masyarakat terhadap informasi pada badan-badan publik belum terpenuhi; 4) tidak adanya mekanisme keberatan yang dapat diakses publik dengan mudah; dan 5) belum terciptanya peradilan yang bersih dan independen. Pengesahan RUU ini akan semakin melanggengkan praktik-praktik pelanggaran HAM terhadap masyarakat, masyarakat adat,  termasuk perempuan,  yang merupakan kelompok rentan di dalam konstruksi jender  patriarki yang masih berlaku di Indonesia. Keprihatinan Kami didasarkan pada berbagai alasan, antara lain:

Pertama, Sebagian besar tanah-tanah masyarakat di Indonesia hanya sedikit  yang ‘memiliki’ dokumen hukum  lengkap. Tahun 2004 tercatat, dari 85 juta bidang tanah (belum termasuk tanah-tanah yang berada di kawasan hutan dan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat adat), baru 26 juta bidang yang bersertifikat atau  30 persennya. Pada tahun 2005–2008 bertambah 13 juta sertifikat, sehingga sampai dengan tahun 2008, masih 60 persen yang belum bersertifikat. Sedangkan, dasar ganti kerugian adalah bukti sertifikat. Keadaan ini jelas akan mempertajam potensi konflik agraria yang  sudah banyak terjadi. Apalagi di dalam RUU tersebut tidak ada pengakuan yang hakiki atas hak masyarakat adat maupun tanah komunal atau tanah adat. Selain itu, RUU ini tidak mencantumkan ketentuan terkait perlindungan tanah-tanah produktif alih fungsi lahan, padahal Indonesia merupakan negara agraris. Dengan tidak adanya ketentuan ini maka sangat potensial sekali RUU ini nantinya mengkonversi atau mengusur  tanah-tanah pertanian produktif milik rakyat atau petani kecil dengan dalih pembangunan kepentingan umum. Artinya RUU ini sama sekali tidak memiliki pertimbangkan analisis historis-sosiologis bahwa Indonesia adalah negara agraris yang rakyatnya hidup dari tanah-tanah pertanian.

Kedua, Praktik pengadaan tanah di Indonesia masih banyak menyisakan persoalan dan konflik hingga kini. Data KPA, menunjukan sepanjang  tahun 2010  terjadi 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517,159 KK yang berkonflik. Posisi sebagian besar rakyat yang tidak dilindungi hak atas tanahnya, mekanisme pembebasan tanah yang bersifat otoriter/memaksa, serta manipulasi makna ’kepentingan umum’,   merupakan catatan buruk pemerintah dalam pengaturan dan pengadaan tanah, karena selalu ‘memakan’ korban. Berdasarkan data kasus LBH Jakarta, terkait penggusuran di wilayah perkotaan, terjadi kenaikan korban penggusuran dari  1883 KK pada 2006  menjadi 6000 KK pada tahun 2007. Sedangkan, data Komnas Perempuan tahun 2010 mencatat 395 perempuan yang menjadi korban penggusuran. Permasalahan di dalam  praktik pengadaan tanah selama ini, antara lain adalah  penggusuran paksa, praktik kolusi pertanahan terkait bukti hak atas tanah, inventarisasi dan identifikasi obyek pengadaan tanah secara sepihak, penetapan kompensasi secara sepihak, hingga  tidak terlibatnya masyarakat terkena dampak dalam penetapan obyek pengadaan tanah. Sedangkan, pelanggaran HAM yang kerap terjadi dalam praktik pengadaan tanah di antaranya intimidasi, penganiayaan, penembakan, hingga penangkapan warga yang berujung pada kriminalisasi, dengan melibatkan aparat negara. Hal ini berdampak nyata terhadap hilangnya sumber-sumber kehidupan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, khususnya perempuan, di mana perempuan lah yang kemudian harus memikirkan keberlanjutan rumah tangga, keluarga dan anak-anaknya, terkait tempat tinggal, penyediaan makanan, air bersih dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Keberlanjutan praktik-praktik tersebut akan semakin memiskinkan masyarakat Indonesia.

Ketiga, RUU ini merupakan bagian dari paket reformasi regulasi pembangunan infrastruktur di Indonesia bagi proses keterbukaan pasar dan pelibatan peran swasta, dengan konsep pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum dan kepentingan usaha  swasta. Sedangkan, pengertian dan kriteria kepentingan umum tidak dijelaskan di dalam RUU tersebut. RUU ini seperti berdalih seolah-olah proyek yang didorong adalah untuk kepentingan umum, padahal proyek tersebut tidak lebih hanya untuk kepentingan swasta, seperti proyek infrastruktur yang sepenuhnya dibiayai, dimiliki,  dikelola dan diperuntukan bagi kepentingan swasta, bahkan asing. Antara lain,  proyek jalan tol, bendungan, pelabuhan, bandara, sarana dan prasarana telekomunikasi, transportasi, air minum, sampai pada pertanian skala besar seperti Food Estate. yang selama ini terbuka untuk swasta dan asing. RUU ini menjadi alat pendukung dari pengembangan investasi atas nama pembangunan, melalui eksploitasi sumber daya alam dan industrialisasi oleh swasta. Yang mana berbanding terbalik dengan semangat mengatasi perubahan iklim, karena berdampak pada percepatan pemanasan global akibat alih fungsi lahan dan industrialisasi. Kebijakan ini sekaligus dimaksudkan untuk memudahkan investor asing menguasai sektor-sektor strategis melalui pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kebijakan ini dinilai tidak memihak kepada masyarakat yang justru menjadi rentan terhadap penggusuran dan menjadi target kriminalisasi. Bahkan, di dalam Naskah akademik RUU ini disebutkan bahwa ‘keberatan masyarakat atas pengadaan tanah untuk sebuah pembangunan dikategorikan sebagai ‘kendala atau hambatan’. Hal ini sangat jelas bahwa RUU ini memang lebih mengakomodir kepentinan sektor swasta.

Keempat, RUU ini juga dinilai sarat dengan ‘pesanan’ asing. Beberapa dokumen menyebutkan bahwa RUU ini didorong oleh ADB dan Bank Dunia. Sejak tahun 2005, Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) telah berperan dalam mengarahkan kebijakan pembangunan di Indonesia, melalui penyediaan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur serta bantuan teknis untuk perubahan regulasi. Hal ini dilakukan melalui skema utang untuk ”Program Pembangunan Reformasi Sektor Infrastruktur, yang mendorong pemerintah melakukan berbagai reformasi kebijakan untuk menguatkan peran swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) dan kebijakan liberalisasi. Dampaknya adalah penguatan utang atas nama pembangunan, baik utang publik maupun utang swasta yang dijamin oleh publik.

Atas dasar keprihatian tersebut, KAMI MENDESAK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNTUK SEGERA MENGHENTIKAN PEMBAHASAN DAN MENOLAK PENGESAHAN RUU PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN INI, SERTA MENDORONG UNTUK TERLAKSANANYA REFORMA AGRARIA SEJATI, dengan Agenda :
  1. Merombak struktur penguasaan tanah dan sumber-sumber agraria yang sudah sangat timpang saat ini.
  2. Menyelesaikan seluruh konflik dan sengketa agraria yang telah, sedang dan masih terjadi sejak masa Orde Baru hingga sekarang tanpa terkecuali dan berpegang pada prinsip-prinsip keadilan serta mengedepankan kepentingan rakyat.
  3. Mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.
  4. Melakukan perombakan, perubahan, dan sejumlah perbaikan terhadap sistem hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber daya alam agar lebih berpihak pada rakyat Indonesia.

Demikian kami sampaikan keprihatinan dan tuntutan Kami. Kami berharap Bapak/Ibu, selaku perwakilan rakyat, dapat mempertimbangkan keprihatinan kami dan mengambil keputusan yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia. Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.

Jakarta, September 2011

KOALISI RAKYAT ANTI PERAMPASAN TANAH – KARAM TANAH
(KPA, WALHI, IHCS, Bina Desa, KIARA, UPC, SPI, Sawit Watch, API, AMAN, SAINS, JKPP, HuMA, PERGERAKAN, PRP, ABM, SMI, Epistema Institue, RACA Institute, KAU, Solidaritas Perempuan, JATAM,PPI, SHI, IHI, YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, PBHI Jakarta, KPOP, FPBJ, SPKAJ, FPPI, SALUD, REPDEM, IGJ, KpSHK, AGRA, FMN, PUSAKA)

Selengkapnya...

Hotspot Belum Padam, Asap Masih terus Selimuti Tuan rumah SEA GAMES

Hotspot Sumsel,23 Sept 2011,141 titik
Ratusan Hot Spot kembali muncul di Sumatera Selatan. Dampaknya Asap kembali Selimuti Propinsi yang akan menjadi tuan rumah Pelaksanaan SEA Games Ke 16. Berdasarkan hasil pemantauan oleh Satelit Terra dan Aqua, terlihat Hotspot di Sumsel setiap harinya semakin meningkat.

”Dua hari yang lalu Hotspot hanya 84 titik, namun satu hari setelahnya (23 Sept) meningkat menjadi 141 Titik. ”Ungkap Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPER)Walhi Sumsel Hadi Jatmiko.

Hal ini membuktikan,usaha pemerintah dengan membuat hujan buatan di Sumsel, dengan menggunakan uang APBN mencapai Puluhan Milyar beberapa Waktu yang lalu tersebut, Bisa dikatakan Gagal.

Sebelum Hujan Buatan ini dibuat,Kami sudah Menggingatkan Pemerintah bahwa hal seperti itu akan sia sia dan hanya akan menghabiskan uang rakyat,Tapi mungkin karena ada Motif lain atau Pemimpinya keras Kepala mereka tetap melakukannya” Kata Hadi Jatmiko yang merupakan alumni Fakultas Teknik salh satu Universitas Swasta di Palembang. Ditambahkan Oleh Hadi ” Semestinya yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi Kebakaran hutan dan lahan di sumsel ini adalah Melakukan penegakan hukum terhadap para Perusahaan yang memang berdasarkan analisis Walhi,seluruh Titik api di sumsel berada didalam lahan Usaha Perusahaan”.

Sekedar Menginggatkan pembaca, pada 9 September yang lalu Walhi telah mengeluarkan siaran pers, isinya menuntut agar Pemerintah Sumsel segera menghentikan rencana pembuatan Hujan Buatan yang menggunakan Uang rakyat,  karena menurut Walhi yag harus bertanggung jawab penuh untuk mendanai pembuatan hujan buatan tersebut adalah pihak Swasta yang terbukti di area mereka terdapat titik api. Selain itu didalam siaran pers tersebut Walhi juga menuntut agar Menteri Kehutanan Segera Mencabut Penghargaan Gubernur Peduli Api terbaik yang di Berikan kepada Gubernur Sumsel Alex Nurdin beberapa Waktu yang lalu, Karena Hal itu tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Sumsel.

DOWNLOAD lokasi Titik Api Sumsel, 22 -23 Sept

Hotspot Sumsel,22 September 2011 Sebanyak 84 Titik
Selengkapnya...

Kamis, September 22, 2011

80 Desa di Banyuasin kekeringan

Ilustrasi
BANYUASIN – Kemarau yang melanda Bumi Sedulang Setudung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, dalam dua bulan terakhir ini berdampak sulitnya bagi warga untuk mendapatkan air bersih terutama untuk air minum, memasak, mandi, dan mencuci.umber-sumber air warga baik itu sumur maupun sungai kecil hampir semuanya kering akibat tidak turun hujan dalam dua bulan terakhir ini. 

Ketua DPRD Banyuasin H Agus Salam kepada sripoku.com, Selasa (13/9), mengatakan, dari informasi yang berhasil dirangkum hampir di setiap kecamatan ada desa yang kesulitan air bersih.
“Kalau dihitung dari 288 desa bisa mencapai 80 desa yang saat ini kekeringan kesulitan mendapatkan air bersih,“ katanya.

Ke-80 desa itu tersebar di berbagai kecamatan mulai dari Kecamatan Banyuasin III, Betung, Pulaurimau, Tungkalilir, Talangkelapa, Tanjunglago, Rambutan, Banyuasin I dan sejumlah kecamatan wilayah peraiaran.
“Rata-rata desa yang kesulitan mendapatkan air bersih ini desa yang tidak dialiri jaringan PDAM. Contoh kecil saja wilayah Kecamatan Banyuasin III yang tidak jauh dari Ibu Kota Kabupaten, ada beberapa desa yang kekeringan kesulitan mendapatkan air bersih, “katanya.

Dengan kondisi ini, DPRD Banyuasin mendesak Pemkab Banyuasin, dalam hal ini PU Cipta Karya dan PDAM Tirta Betuah untuk mencarikan solusi guna membantu warga desa tersebut.

“Bila perlu PDAM menyediakan layanan keliling kepada masyarakat sehingga kesulitan mereka akan air bersih dapat teratasi,“ tegasnya.

Politisi senior Partai Golkar ini juga berharap Dinas PU Cipta Karya segera mengoperasikan sejumlah booster PDAM yang ada di beberapa kecamatan seperti booster yang ada di Desa Sungairebo, Betung, Tungkalilir, Makartijaya dan sejumlah kecamatan lainnya.

“Kalau saja keberadaan booster yang bernilai miliaran rupiah ini sudah dapat di operasikan, tentu kesulitan warga akan air bersih seperti saat ini tidak akan terjadi,“ tegasnya.

Kades Reganagung, Kecamatan Banyuasin III, Nurleman Usman, membenarkan jika Desa berpenduduk sekitar 1.200 kepala keluarga tersebut mengalami kekeringan.

“Sudah hampir dua bulan ini warga kita kesulitan mendapatkan air bersih, semua sumber air hampir semuanya kekeringan,“ katanya.

Sumber Sripo.com

Selengkapnya...

2.800 hektar Sawah di OKI Sumsel Mengalami Kekeringan

Palembang - Sekitar 2.800 hektar persawahan di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, mengalami kekeringan sehingga tidak bisa ditanami padi. Ini merupakan dampak dari musim kemarau yang sudah berjalan selama empat bulan di OKI.

Akibat kekeringan ini diperkirakan akan mempengaruhi produksi padi, sehingga OKI diprediksi pada musim panen nanti bakal kehilangan 8.400 ton gabah.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pertanian OKI, Asmar Wijaya, kepada pers di Kayuagung, OKI, Rabu (14/09/2011).

"Sudah hampir empat bulan di OKI tidak turun hujan. Kondisi ini sangat mempengaruhi produksi padi di sini. Setidaknya seluas 2.800 hektar lahan persawahan di wilayah OKI yang mengalami kekeringan sehingga tidak bisa ditanam dan ada juga yang sudah tanam padi, tapi padi tidak berisi," kata Asmar.

Wilayah kekeringan umumnya di persawahan lebak dan sawah tadah hujan, yang seharusnya pada saat ini memasuki masa tanam. "Sawah lebak ini terdapat di wilayah Kayuagung, Pampangan, Sirah Pulau Padang, Lempuing, Lempuing Jaya, dan Mesuji, termasuk di beberapa kecamatan lainnya," ujar Asmar.

Sementara hujan buatan yang dilakukan pada Senin (12/09/2011) kemarin hanya menciptakan hujan di sebagian wilayah di Sumatera Selatan. Di Palembang hanya terjadi hujan gerimis pada Rabu (14/09/2011) sore.

Sumber : Detik.com
Selengkapnya...

2.336 Hektare Sawah di Sumsel Terancam Puso

Ilustrasi dari kompas.com

PALEMBANG-Kemarau tahun ini yang berdampak kekeringan ektrem menyebabkan 2.336 hektare sawah di Sumatra Selatan terancam puso. Seluas 426 hektare lainnya sudah mengalami puso.

Pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura melalui Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatra Selatan telah melakukan sejumlah antisipasi untuk menghindari terjadinya perluasan sawah yang terancam puso dan puso.

Di antaranya dengan pompanisasi dan menyarankan petani menanam palawija, sayur-mayur, yang dapat dipanen dalam waktu singkat serta tahan terhadap kekeringan.

Menurut Kepala UPTD, Antoni Alam, kekeringan tahun ini lebih parah dibanding tahun sebelumnya. Bila tadinya Sumsel diharapkan
dapat menyumpang padi dari sawah lebak dalam dan sedang pada saat kemarau, dikhawatirkan kontribusi itu tidak dapat terpenuhi.

Namun dia berharap, kekhawatiran sawah yang terancam puso itu tidak akan terjadi puso terlebih saat ini di Sumatera Selatan sudah dilakukan hujan buatan, sehingga sawah di daerah ini tidak akan mengalami kekeringan yang ekstrem.

Berdasarkan laporan dari petugas dilapangan, kata Antoni, di Sumsel, seluas 426 hektare sawah di Kabupaten Banyuasin mengalami puso. Sisanya, 594 hektare di Kabupaten Ogan Ilir (OI), 1.451 hektare, 232 hektare di OKU Timur, dan 54,25 hektare di OKI yang terancam puso. Di OKU Selatan ada 5 hektare tanaman jagung yang sudah mengalami puso.

Awalnya menurut Antoni, jadwal tanam di sawah lebak dalam dan sedang serta tadah hujan dimulai pada Februari-Maret. Petani sudah menyemai di bulan itu namun pada April airnya belum turun sehingga padi sudah terlanjur tua untuk disemai. Belakangan penyusutan air berlangsung secara drastis sehingga terjadi kekeringan.

Menurut dia, produksi sawah lebak sangat menjadi andalan saat kemarau. Terlebih lebak di Sumsel merupakan satu dari dua lokasi di Tanah Air. Satunya lagi di Kalimantas Selatan yang diandalkan untuk menopang stok nasional.

"Potensi sawah lebak di Sumsel mencapai 336.514 hektare. Ini jadi andalan nasional saat kemarau namun kenyataan tahun ini tidak demikian," katanya.

Petani pun disarankan agar menanam palawija, dan sayur-mayur. Petugas juga diminta untuk menginventarisir dan mobilisasi peralatan pompa di lapangan ke daerah yang kekeringan.

Di sisi lain varitas padi yang ditanam di lahan kering disarankan gogo rancah varitas Situ Bagendit, dan Situ Patenggang
yang bisa ditanam di lahan tadah hujan.

Sementara Petugas Pengamat Hama UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Kecamatan Tungkal Ilir, Banyuasin, Sudarto mengatakan di daerahnya terjadi puso di areal seluas 425 hektare. Di daerah ini terdapat sawah lebak seluas 4.000 hekare. Namun 2.400 hektare mengalami panen tidak maksimal. 

Sumber : MediaIndonesia.com
Selengkapnya...

Warga Palembang Kesulitan Air


PALEMBANG:  Warga di Kecamatan Sukarame dan Kecamatan Kertapati Palembang kesulitan air bersih karena pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat tidak mengalir dan sumur kering akibat musim kemarau sekarang ini.

Hal itu disampaikan warga ketika anggota DPRD Sumatra Selatan daerah pemilihan I melakukan mengunjungi kedua kecamatan tersebut saat reses di Palembang, Jumat 16 September 2011.
Salah seorang warga Kecamatan Sukarame, Usmilah mengatakan, sudah satu minggu ini air (ledeng) mati di daerah mereka.

Hal yang sama juga diutarakan, Arsyad, terkait dengan masalah air bersih itu, kalau bisa ada bantuan kapsul air di daerah tersebut.

Pada musim kemarau yang terjadi sekarang ini sumur kering, airnya kuning dan berbau, katanya.
Di Sukawinatan, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarame ini, sebagian besar warga tidak mampu memasang PAM, jadi menggunakan sumur, tetapi musim kemarau ini kering bercampur lumpur, kata Syarmidi pula.

Terkait dengan itu pula ia berharap ada bantuan kapsul air bersih di daerah tersebut.
Hal senada juga disampaikan warga di Kecamatan Kertapati Palembang, kalau saat ini sumur mereka kering akibat musim kemarau.

Menanggapi hal itu, anggota DPRD Sumsel Dapil I Palembang, Misliha mengatakan, mereka akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan warga terkait dengan air bersih ke PDAM Palembang.
Kalau bisa masyarakat membuat proposal, karena dewan juga mempunyai dana aspirasi, tutur dia.
“Terkait dengan masalah air pam mati, sudah saya laporkan ke PDAM,” kata anggota DPRD Sumsel, H Syaiful Islam menambahkan.

Masalah air bersih ini kalau bisa dibuat surat resmi dan akan disampaikan ke pihak PDAM, kata anggota DPRD Sumsel, KH Zaini Husin Umrie.
Sesuai dengan janji Pak wali kota Palembang pada tahun 2012 semua teraliri air bersih, demikian wakil rakyat. 

sumber: Antara.com
Selengkapnya...

Satwa di Punti Kayu Kurang Perawatan

Monday, 19 September 2011 
PALEMBANG– Puluhan satwa di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu Palembang dalam kondisi kurang perawatan.Hampir semua tempat hewan terlihat kotor dan tanpa tersedia air minum. Kondisi ini terjadi,karena selain musim kemarau yang masihberlanjut, juga akibat kurangnya perhatian pihak pengelola. 

Maria,41,salah satu pengunjung, saat ditemui dalam kunjungan bersama keluarganya di Taman WisataHutanPuntiKayukemarin mengatakan,hampir seluruhkandanghewandihutanwisata itu tidak memiliki air untuk minum, seperti kandang Monyet,Siamang, dan Beruang. Bahkan, kandang burung Elang pun yang seharusnya ada air tidak terlihat sama sekali. “Saya tidak tahu hewan-hewandisiniselaludiberiairminum atau tidak? Namun,mungkin saja Taman Satwa Punti Kayu ini kekerangan air karena berkurangnya intensitas curah hujan sejakJulilalu,”ujarnya menduga. Seharusnya, kata dia, pihak pengelola Taman Wisata Hutan Punti Kayu lebih bisa mengantisipasi kemarau,karena kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan hewan–hewan yang ada dui Punti Kayu. 

Menanggapi masalah ini, Humas Taman Wisata Hutan Punti Kayu Antoni Puspo mengatakan, kendati saat ini Sumsel dilanda musim kemarau, namun debit air di Taman Wisata Hutan Punti Kayu masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh satwa di Taman Satwa Punti Kayu. “Seluruh satwa di Taman Wisata Hutan Punti Kayu tidak akan kekurangan air.

Jika terlihat ada kandang satwa yang kering karena tidak ada airnya, itu mungkin saja kelalaian dari petugas yang tidak aktif melakukan pengisian air di kandang- kandang satwa tersebut setiap harinya,“ kilahnya. Menurutdia,di Taman Wisata Hutan Punti Kayu ada empat sumur dan lima danau atau kolam dengan persediaan air yang masih mampu mencukupi kebutuhan satwa-satwa di dalamnya. “Sumur dan Kolam di Taman Wisata Hutan Punti Kayu tidak pernah kering,karena topografi tempat ini relatif lebih rendah dari dataran sekitarnya.Sehingga, seluruh air merembes atau mengalir ke sini, dan mengisi kolam-kolam yang ada.Bahkan, tetap membuat hijau semua jenis tanaman di Taman Wisata Hutan Punti Kayu,”sebutnya. 

Sementara itu,Kepala Observasi Badan Meteoreologi dan Geofisika (BMKG) Palembang Agus Santosa menyatakan, hingga pertengahan Oktober mendatang, wilayah Sumsel masih dinyatakan musim kemarau. “Berdasarkan hasil penelitian BMKG, pergerakan awan masih taraf normal dan tidak berpotensi mengadung uap air berlebih.Jadi,bisa saya nyatakan curah hujan dipalembang hampir tidak ada. Kalau pun ada, itu sifatnya hanya gangguan lokal,”sebutnya. 

Dia menjelaskan, berdasarkan gambaran radar cuaca dengan radius hingga mencapai 400 Km yang terpasang di BMKG Palembang, sangat terlihat jelas ada awan hijau yang menandakan hujan ringan berpotensi di wilayah Kayuagung, Inderalaya dan sekitarnya. Namun, hal itu bisa dikatakan hanya gejala gangguan lokal atau bisa dikatakan pertumbuhan kumpulan awan. Di samping itu, terdapat juga awan biru muda yang hanya menandakan ada titik embun uap air di Kota Palembang. “Jadi,walaupun sudah tiga hari belakangan ini Sumsel diguyur hujan,hal itu bisa dikatakan hujan paksaan dari tim pembuat hujan dengan teknis modifikasi cuaca,”bebernya. 

Sumber : seputarindonesia.com
Selengkapnya...

Selasa, September 20, 2011

Pertambangan Sumbang Satu Persen Pendapatan Negara


Tambang Batubara di LAHAT
JAKARTA - Meski Indonesia menyimpan hasil tambang yang melimpah, tapi sayangnya penerimaan negara dari sektor tersebut masih sangat kecil yakni hanya 1 persen dari total penerimaan negara secara keseluruhan. Fakta ini disebabkan masih lemahnya kebijakan politik ekonomi yang digariskan pemerintah.

"Penerimaan dari eksploitasi tambang di seluruh Indonesia ini cuma 1 persen dari total penerimaan negara," kata Ketua Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Didik J Rachbini di Jakarta, Senin (19/9).

Didik menjelaskan,  minimnya penerimaan negara itu lantaran selama kurang lebih dari 4-5 tahun dekade terakhir ini kebijakan sektor pertambangan ditelantarkan dan mayoritas didominasi asing. "Ada masalah politik ekonomi, kebijakan dan peranan asing yang begitu dominan. Akibatnya penerimaan negara dalam bidang ini sangat kecil dan tidak signifikan. Atau hanya sepersepuluh dari pertambangan total," paparnya.

Ia menyebutkan penerimaan negara tahun ini dari pertambangan umum hanya Rp 15,4 triliun. Tahun 2012, RAPBN diperkirakan hanya Rp 13,6 triliun. Ini berarti hanya berkontribusi 1,6 persen terhadap APBN. "Negara hanya menerima Rp 13 triliun dari seluruh tambang tersebut, padahal total penerimaan negara lebih dari Rp 1.000 triliun," jelasnya.

Ia mengatakan, sumber daya alam dieksploitasi tetapi negara hanya menerima sedikit dan manfaatnya bagi masyarakat sangat rendah. Didik merinci, Indonesia memiliki cadangan bijih tembaga sebesar 5 miliar ton, nikel 2,5 miliar ton, emas primer 5,4 miliar ton, dan perak 3,5 miliar ton. Menurutnya, politik divestasi perusahaan SDA dari asing ke dalam negeri sudah bagus, hanya saja masih salah kaprah, misalnya pada kasus Newmont. 
Sumber : JPNN.COM
Selengkapnya...

Senin, September 19, 2011

MK Kabulkan Uji Materi UU Perkebunan


Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan yang diajukan oleh empat pemohon yakni Japin, Vitalis Andi, Sakri, dan Ngatimin, yang merupakan para petani.

"Mengabulkan permohonan para pemohon," ujar anggota Hakim MK, Harjono saat membaca putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, Pasal 21 beserta penjelasannya, Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

MK juga memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Putusan tersebut disetujui oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Harjono, M Akil Mochtar, dan Muhammad Alim.

"Dalam pemohonan UU Perkebunan terkait Pasal 21 dan 47, bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan," kata Mahfud.

Pasal 21 mengatur tentang larangan menggunakan tanah perkebunan tanpa izin karena tindakan itu melanggar hak atas tanah orang lain. Hak tersebut meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai yang dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1960 jo PP Nomor 40 Tahun 1996 dan PP Nomor 24 Tahun 1997.

Pasal 47 tidak bisa dilepaskan dari Pasal 21. Sebab, berdasarkan penafsiran sistematis siapapun yang melanggar unsur-unsur Pasal 21 baik disengaja atau karena kelalaiannya dapat dituntut pidana sesuai Pasal 47 yang memuat sanksinya.

Para pemohon menggugat bahwa kedua pasal yang diajukan tersebut, yang berbunyi "melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan", dirumuskan secara samar-samar, tidak jelas, dan tidak rinci mengenai perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidan, serta pengertiannya terlalu luas dan rumit.

Hal ini mengakibatkan setiap upaya dan usaha yang dilakukan oleh setiap orang dalam mempertahankan dan memperjuangkan haknya dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang dimaksud oleh pasal tersebut.

Menurut salah satu ahli yang diajukan pemohon, Hermansyah, Pasal 21 dan Pasal 47 UU No. 18 tahun 2004 dapat menjadi sarana bagi pihak perkebunan untuk mempertahankan haknya dengan mengabaikan hak masyarakat adat yang secara konstitusional.

Sumber: Republika.co.id Selengkapnya...

Hujan, Belum Padamkan Hotspot di Sumsel

Hotspot Sumsel,18 Sepy 2011,104 Titik
Hujan yang telah menguyur Propinsi Sumatera Selatan beberapa hari yang, ternyata belumlah dapat memadamkan Hot spot yang tersebar di berbagai Kabupaten yang ada di Sumsel. Hal ini dinyatakan oleh Kepala Divisi Pengambangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPER) Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko. pada Hari ini (senin,19/8) di Palembang. Menurut Hadi berdasarkan pantauan dan Informasi yang didapat Rekaman Satelit Terra dan Aqua yang di terima Walhi. Jumlah Titik Api tertanggal 18 September masih ditemukan sekitar 104 titik, artinya seperti yang di khawatirkan Walhi Seblumnya bahwa Hujan Buatan yang menggunakan dana mencapai 10 Milyar dari Dana APBN/D tersebut,tidak efektif dan bisa dikatakan Sia Sia. Belum lagi rumor yang berkembang tentang Hujan yang menguyur Sumatera Selatan beberapa hari yang lalu, diyakinai banyak kalangan ahli,bukanlah hasil dari Hujan Buatan tetapi benar benar hujan yang terjadi secara Alamiah. 
"Dampak dari masih banyaknya Hotspot tersebut, dimalam hari ASAP masih menyelimuti Propinsi Sumsel terkhusus Kota palembang." Ungkap Hadi.
Atas Dasar Hal itu seperti yang telah dinyatakan WALHI sebelumnya,WALHI tetap Menuntut kepada Pemerintah untuk Melakukan tindakan Konkrit yang efeknya lebih mengena dan cepat, berupa Penegakan Hukum sesuai UU No 4 Tahun 200 dan UU 32 Tahun 2009, terhadap Perusahaan Perkebunan dan HTI yang selama ini dilahan mereka terdapat titik api. Dan faktanya ditambahkan oleh Hadi "Kebakaran Hutan dan lahan di tahun ini di dominasi dilkkukan,atau berada di Lahan milik Perusahaan. " Pungkasnya

TABEL HOTSPOT DI SUMSEL,18 September 2011

NoWilayaLintaBujurTanggalT.Key
1Sumsel-3,82105,4418/09/2011100
2-3,81105,4418/09/2011100
3-3,63104,0518/09/2011100
4-3,59104,2618/09/2011100
5-2,44103,4318/09/2011100
6-1,83103,9418/09/201111
7-3,32105,6018/09/201115
8-2,68103,4118/09/201116
9-3,41105,5618/09/201122
10-3,48105,7718/09/201128
11-2,77105,5018/09/201130
12-3,79105,6518/09/201130
13-2,88104,8118/09/201131
14-3,80104,4418/09/201132
15-4,01105,6318/09/201134
16-3,38104,9918/09/201135
17-3,56105,6618/09/201136
18-2,06104,0018/09/201136
19-4,16103,8818/09/201139
20-3,54105,7518/09/201139
21-3,81104,4518/09/201139
22-3,39105,0918/09/201140
23-3,44105,7218/09/201140
24-4,76103,9118/09/201142
25-4,48104,1818/09/201142
26-2,43103,4418/09/201142
27-2,99105,3518/09/201143
28-3,56105,6318/09/201143
29-2,73103,0318/09/201143
30-2,01104,0118/09/201144
31-4,08104,0418/09/201147
32-3,73104,6418/09/201147
33-3,02104,3618/09/201147
34-3,37105,0118/09/201149
35-4,38104,1518/09/201149
36-3,37105,0018/09/201149
37-3,16105,0318/09/201150
38-4,16103,8918/09/201151
39-3,62105,7818/09/201152
40-3,41104,7118/09/201153
41-2,76105,5118/09/201154
42-4,75103,9118/09/201155
43-4,18103,9318/09/201155
44-3,00103,9518/09/201155
45-2,07103,9218/09/201157
46-3,40105,0918/09/201157
47-2,42103,1218/09/201158
48-4,27104,0618/09/201159
49-2,90104,2318/09/201161
50-3,77105,7818/09/201162
51-3,76105,7818/09/201162
52-3,40104,6918/09/201162
53-3,35105,7518/09/201163
54-3,77103,3818/09/201164
55-2,71103,4918/09/201164
56-2,76105,5018/09/201165
57-3,68104,2818/09/201165
58-3,64104,0418/09/201165
59-2,44103,4418/09/201165
60-2,68103,4218/09/201167
61-3,98103,8318/09/201168
62-3,22103,3918/09/201168
63-3,94104,3018/09/201169
64-4,12103,7318/09/201169
65-3,54105,5318/09/201169
66-4,11104,2318/09/201171
67-4,15104,4818/09/201172
68-3,47105,2418/09/201172
69-2,67103,4218/09/201172
70-3,39105,0818/09/201173
71-3,23103,3818/09/201174
72-3,23103,3818/09/201174
73-2,01103,9218/09/201175
74-2,02103,9218/09/201175
75-2,76105,5118/09/201176
76-2,97105,2818/09/201176
77-3,73103,9618/09/201176
78-3,59104,2518/09/201176
79-4,48104,2318/09/201178
80-4,48104,2218/09/201178
81-3,77105,7918/09/201178
82-3,64104,0518/09/201178
83-4,15104,4718/09/201179
84-2,77105,5118/09/201180
85-4,61104,2118/09/201180
86-4,13103,7018/09/201180
87-2,74103,0218/09/201180
88-4,15104,4718/09/201181
89-4,76103,9118/09/201183
90-3,77105,7818/09/201183
91-2,92103,6918/09/201183
92-4,65104,2218/09/201184
93-3,40104,7118/09/201184
94-3,62105,7918/09/201185
95-4,48104,2218/09/201188
96-3,41103,9418/09/201188
97-3,41104,7018/09/201189
98-3,45103,8018/09/201189
99-4,13103,7218/09/201190
100-3,79103,9118/09/201191
101-3,75103,4118/09/201191
102-3,82105,4318/09/201194
103-3,80103,9118/09/201194
104-3,41103,9518/09/201194




Selengkapnya...

Sabtu, September 17, 2011

Pasca Penyemaian, Palembang Diguyur Hujan

PALEMBANG– Koordinator Hujan Buatan Unit Pelaksana Teknis BPPT Sunu Tikno menuturkan hujan cukup deras lebih kurang setengah jam mencapai 10 mm/jam terjadi di Kota Palembang, kemarin. Hujan mengguyur beberapa wilayah Kota Palembang diantaranya kawasan Bukit Lama, Dempo Luar IT I,hingga Jalan Merdeka IT I, Kertapati serta sebelah Selatan Bandara SMB II. Selain itu hujan gerimis terjadi di arah Angkatan 45, dan Sekip. Namun demikian,dirinya menyesalkan jumlah hostpot kembali meningkat dibandingkan hari Selasa (13/9) yang hanya terdapat 5 titik.

Kemarin, jumlah hotspot menjadi 80 titik yang sangat memerangaruhi tingkat ketebalan asap. “Karena itu menjadi tantangan kita lagi untuk bisa mengurangi, minimal memadamkan hotspot baru yang mucul. Bisa dikatakan adanya sumber kebakaran baru yang kemarin tidak terlihat, hari ini (kemarin) terlihat seperti di daerah OKI, Muaraenim dan sebagian Muba. Untuk itu besok (hari ini) tetap kita rencanakan melakukan penerbangan,” ujar Sunu. Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sumsel Sigit Wibowo menilai puncak hotspot sudah mengganggu kehidupan masyarakat. “Upaya pemadaman terus dilakukan seperti hari ini (kemarin) kita melakukan pemadaman titik api melalui udara dengan membuat hujan untuk menekan jumlah titik api yang tumbuh secara sporadis. Sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak melakukan pembakaran lahan terus disampaikan. Karena dinsyalir kebakaran hutan dan lahan dilakukan oknum msyarakat,” ujarnya.

Jangan Salahkan Masyarakat
Aktivis Lingkungan Walhi Sumsel Hadi Jatmiko berharap pemerintah daerah tidak selalu menyalahkan masyarakat terkait hutan dan lahan yang terbakar.Menurut Hadi, berdasarkan analisis yang dilakukan Walhi Sumsel sejumlah lokasi titik api berada di lahan gambut yang masuk dalam lahan konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit yang telah existing (aktif) maupun nonaktif (pra dan pasca).

“Jadi permasalahan kabut asap jangan hanya dibebankan kepada masyarakat dengan berbagai dugaan pembakaran lahan sebagai upaya untuk pembukaan lahan garapan. Sebab fakta yang ada menunjukkan kawasan perkebunan cenderung lebih banyak titik api ketimbang dilahan masyarakat,” ujarnya. Dia menegaskan, kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumsel berlangsung setiap tahun. Namun upaya peringatan yang dilakukan berbagai lembaga penelitian dan organisasi nonpemerintah (Ornop/NGO/ LSM) ditingkat Sumsel maupun nasional tidak pernah ditanggapi serius oleh pemerintah daerah.“ Banyaknya titikapidiSumsel menunjukkan bahwa Pemprov Sumsel sesungguhnya belum layak menerima penghargaan dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 18 Juli lalu di Jakarta,”tukasnya.

Sementara itu, pengamat politik Sumsel dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Joko Siswanto menilai untuk membuat peraturan daerah (Perda) pelarangan pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oknum masyarakat perlu dilakukan pengkajian.“Sebab saat ini di Indonesia antara perda dan Undang-Undang saling tumpang tindih,”jelasnya. Joko pun menyesalkan keterlambatan kalangan DPRD Sumsel dalam merencanakan pembuatan raperda pelarangan pembakaran hutan dan lahan saat musim kemarau tiba. “Ya mengapa DPRD baru sadarnya sekarang saat pembakaran lahan menimbulkan dampak yang besar.Padahal munculnya dampak tersebut terjadi setiap tahun, ”pungkasnya. 

Sumber:seputar Indonesia


Selengkapnya...

Perairan Sungai Musi Masih Diselimuti Kabut Asap

Kabut asap masih menyelimuti perairan Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (15/9). Padahal, Rabu petang kemarin wilayah tersebut sempat diguyur hujan lebat.

Margono (38), nakhoda bus air di Sungai Musi, mengatakan kabut asap sangat dirasakan terutama di kawasan Pulo Kemaro dan Pulokerto yang berada di perbatasan Palembang dengan kabupaten Ogan Ilir dan Banyuasin.

Menurutnya, kabut asap menyelimuti perairan sepanjang hari, bukan hanya pagi atau sore. Jarak pandang yang terhalang terjadi terutama pagi dan sore akibat kabut asap sangat tebal. Kondisi itu tetap dirasakan sampai saat ini, meskipun hujan mulai turun.

Ia berharap, kabut asap segera berkurang, sehingga laju transportasi air tersebut tidak terganggu. Apalagi saat ini pengguna jasa bus air itu mulai ramai terutama pada akhir pekan. Sebagian besar pengguna bus air berasal dari luar Kota Palembang yang khusus datang berwisata menikmati panorama Sungai Musi.

Sebelumnya, Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPER) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko mengatakan, kabut asap disebabkan oleh pembakaran hutan yang sebagian besar terjadi di kawasan hutan milik perusahaan yang beroperasi di daerah ini.

"Perusahaan yang terlibat dalam pembakaran hutan tersebut, semestinya bertanggung jawab untuk memadamkan api akibat pembakaran lahan bukan pemerintah yang membiayainya," kata dia.

Dia menambahkan, pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan uang rakyat untuk membuat hujan buatan, karena perusahaan yang mesti bertanggung jawab. Namun, tampaknya Pemprov Sumsel cenderung tidak berani meminta pertanggungjawaban perusahaan perkebunan yang bisa dipastikan menyumbang sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi di daerah ini.

Walhi Sumsel juga menilai, kebijakan hujan buatan di Sumsel yang dibiayai dari APBN/APBD adalah kebijakan yang kurang tepat dan hanya berdampak sesaat. Seharusnya pemerintah dapat mengatasi masalah kabut asap dan kebakaran hutan dan lahan itu secara komprehensif atau menyeluruh, bukan menangani akibatnya tanpa mencari tahu dan menangani penyebabnya.

Hingga Kamis ini, kendati hujan telah turun di Palembang, sebagian warga masih merasakan sesak untuk bernapas akibat kabut asap yang telah masuk sampai ke rumah-rumah warga, bukan hanya di luar.

Sumber : MetroTv.com
Selengkapnya...

Govt to seed clouds for 30 days to fight S. Sumatra forest fires

The South Sumatra provincial administration will launch a weather control program to stop the forest fires and haze that have plagued to province for the last month, according to an official.

The weather modification program will be administered by the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT) and is expected to last 30 days.

BPPT Artificial Rain division head Heru Widodo said that artificial rain, also known as cloud seeding, was first introduced in Indonesia in 2007 and had proven effective in overcoming haze.

According to the agency’s plan, two CASA C-212-200 planes will be used to spray 1 ton of salt into the air on the first day of the project.

“However, everything depends of the natural conditions. If clouds have fully developed, rain will fall in a matter of minutes. If not, we will fly four times a day to conduct cloud seeding,” Heru told reporters on Monday.

Between one and two tons of salt a day is needed to seed clouds, at a cost of Rp 144 million (about US$17,000). Seven tons of salt have been prepared for the project.

Field coordinator Sunu Tikno said that the salt would be sprayed around potential clouds and, if successful, rain would fall around 120 minutes after seeding.

“Usually, cloud seeding is carried out after 12 noon, as the clouds develop,” he said.

South Sumatra Disaster Mitigation Agency (BPBD) head Yulizar Dinoto said 894 active hot spots have been recorded in the forested areas of several regencies, including Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas and Muaraenim.

“The fires come from forests, peatlands, bushes and plantations,” he said.

South Sumatra Governor Alex Noerdin urged residents not to set fires, especially in forests, during the dry season, to minimize accidental fires, and threatened stern action against offenders.

Alex said that he was shocked to learn that some plantation companies were not equipped with fire-fighting equipment and personnel and said he would follow up and evaluate the matter.

Separately, the Indonesian Forum for the Environment’s (Walhi) South Sumatra branch deplored statements issued by several regency administrations and government agencies in the province that blamed local residents for the fires.

“The accusations are not objective. Based on actual facts, the central government and the provincial administration were the ones who previously issued licenses to plantation and timber processing companies in the forested and peatland areas,” Walhi’s South Sumatra executive Anwar Sadat said.

According to Walhi, there were 170 hot spots in industrial production forests (HTI) or in areas controlled by estate companies.

“Forest fires in South Sumatra have happened again and again. Warnings from several research institutions seem to have fallen on the deaf ears of the government officials,” Anwar said.

He said artificial rain would only temporarily solve the problem and that a concrete and economic way should be found to limit fires.

Walhi agreed with the ban on resident’s using fire to clear peatlands, Anwar said, adding, however, that such a ban might infringe on the people’s rights.

He said lackluster law enforcement had contributed to the problem

Sumber : The jakarta Post  Selengkapnya...