PALEMBANG – Pemkot Palembang akan menghentikan pembangunan ruko 17
pintu milik CV Vinayaka Abadi di Jalan Martadinata,Kecamatan Kalidoni.
Hal ini disampaikan Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kota Palembang
Rosidi saat menanggapi tuntutan warga yang diwakili Persatuan Warga
Kalidoni dan Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup di kantor wali kota
Palembang kemarin. “Kami akan tutup sementara pembangunan ruko tersebut. Untuk langkah awal,akan kami layangkan surat penyetopan pembangunan tersebut sebelum tanggal 1 Oktober 2011 dan akan diterjunkan juga Satpol PP ke sana,”ujar Rosidi dalam audiensinya. Penutupan ini sebagai upaya mengakomodasi tuntutan warga yang merasa dirugikan atas aktivitas penimbunan rawa seluas 7 ha yang dilakukan pihak perusahaan dalam proyek pembangunan ruko. Terkait berjalannya pembangunan ruko yang berada di kawasan pemukiman warga, Rosyidi menyatakan, akan memanggil dinas terkait yang mengetahui persis pembangunan tersebut yang disinyalir menjadi penyebab banjir belasan rumah warga. “Kami juga akan memanggil Dinas Tata Kota,Dinas PU Bina Marga,camat,dan lurah terkait pembangunan yang terus berlangsung ini,”tegas Rosidi. Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat mengatakan,warga Kelurahan Kalidoni sudah berulang kali mengajukan keluhan atas pembangunan ruko tersebut. Pasalnya,pengembang menimbun semua rawa di kawasan itu yang berarti telah melanggar ketentuan Peraturan Daerah No 5/2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan rawa. “Sehingga kami minta Pemkot segera menghentikan pembangunan ruko tersebut agar warga bisa beraktivitas normal karena meskipun kemarau dampak banjir lumpur itu masih mereka alami,” katanya didampingi koordinator aksi Dede Chaniago. Anwar menyatakan, akan mendatangkan ratusan massa dan mahasiswa apabila proyek pembangunan terus berjalan tanpa memerhatikan UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dede Chaniago menambahkan, akibat penimbunan yang dilakukan pengembang tersebut sejak tiga tahun lalu warga selalu tergenang air,meskipun tidak turun hujan. Kalau hujan turun deras, dipastikan 15 rumah warga Kalidoni tersebut semakin terendam.Hal tersebut tentu dapat mengakibatkan kerugian materi yang cukup besar. “Airnya bercampur lumpur yang sangat bau,”beber Dede. Untuk itu, pihaknya mendesak Pemkot Palembang untuk menghentikan aktivitas pembangunan CV Vinayaka Abadi dengan cara mencabut izin usaha dan IMB perusahaan tersebut karena secara jelas telah melanggar berbagai peraturan lingkungan hidup. Selain itu, pemkot diharapkan dapat membantu pemulihan lingkungan tempat tinggal warga yang rusak akibat pembangunan ruko.
Sumber : SeputarIndonesia.com
|
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Jumat, September 30, 2011
Pemkot Hentikan Pembangunan Ruko
Kamis, September 29, 2011
Tuntutan Aksi Warga Kalidoni Atas Pembangunan RUKO oleh PT.Vinayaka
(WALHI Sumsel, SHI Sumsel, MHI, DKR Sumsel)
Gubernur Sumsel Tak Pantas Dapat Penghargaan Bidang Energi
Ilustrasi |
Penyerahan penghargaan oleh Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh itu berlangsung ditengah-tengah peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke 66-di Museum Gawitra Migas-Museum Listrik Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Rabu (28/09/2011).
Hadir dalam kesempatan itu Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, mantan Menteri Pertambangan Subroto dan tokoh pertambangan lainya serta para pemangku kepentingan dibidang Pertambangan dan Energi.
Namun, penyerahan penghargaan ini dikritik Kepala Divisi Pengembagan Organisasi dan Pengorganisasia Walhi Sumsel, Hadi Sujatmiko. Menurut Hadi, seharusnya Gubernur Sumsel malu dan menolak penghargaan tersebut karena Sumsel belum pantas untuk mendapatkan penghargaan bidang Pertambangan dan Energi. "Potensi energi yang berlimpah di Sumsel belum sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena hampir 90 persen sumber daya energi tersebut di ekspor keluar negeri," kata Hadi, Rabu (28/09/2011) malam kepada Okezone.
Hadi menambahkan, penghargaan yang diterima tersebut sangat ironi dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di wilayah Sumsel. Provinsi yang menyatakan diri sebagai Lumbung Energi Nasional ini belum bisa menyalurkan secara merata kebutuhan listrik kepada warganya. "Ada sekitar 600 desa di Sumsel yang belum bisa menikmati listrik. Selain itu, jika pun dialiri listrik tidak dapat dinikmati maksimal karena masih seringnya pemadaman bergilir alias byar pet," pungkasnya.
Sumber:Okezone.com Selengkapnya...
Senin, September 26, 2011
Menhut Resmi Cabut Permenhut soal Sawit Masuk HTI
Jakarta: Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan resmi mencabut Peraturan Menteri Kehutanan
(Permenhut) Nomor 62 tahun 2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan
Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI).
Permenhut ini memasukkan kelapa sawit dalam hutan tanaman industri.
Dengan dicabutnya Permenhut yang baru berumur 1 bulan itu, Kemenhut
akan menggunakan kembali Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor 614 tahun 1999 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Campuran.
"Permenhut No 62 resmi resmi dicabut hari ini. Saya keluarkan Surat
Keputusan (SK) Pencabutan Permenhut tersebut," ujarnya di kantor
Kementerian Kehutanan, Jakarta, Senin (26/9).
Dia mengaku pembahasan tentang hutan tanaman berbagai jenis sebenarnya belum usai dan terus dibahas hingga saat ini.
"Saya sendiri berpendapat bahwa itu (Permenhut) belum tuntas. Tapi kok Agustus ada permenhut?" katanya.
Pembahasan itu masih dilakukan antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan tim hukum.
"Sekarang lagi pembahasan belum sosialisasi. Intinya belum tahu kapan selesainya," ujarnya.
Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan menandatangani Permenhut Nomor 62 tahun 2011 pada 25 Agustus 2011. (MI/ICH)
Sumber :Metronews.com
Selengkapnya...
Tuntutan Petani Sumsel Pada Peringatan Hari Tani 2011
Massa Aksi Hari Tani 2011 Terlihat Mengular |
- Berikan atau jamin aset dan akses agraria bagi kaum tani dan buruh tani di Sumatera Selatan. Pemerintah terkait di Propinsi Sumatera Selatan harus memastikan dilaksanakannya agenda land reform (distribusi tanah) bagi rakyat Sumsel dan dilakukannya perlindungan terhadap tanah yang dimiliki oleh rakyat. Selain itu, Pemerintah berkewajiban memfasilitasi tersedianya modal, sarana produksi pertanian, sarana irigasi dan penunjang produksi pertanian lainnya agar kaum tani Sumsel mampu secara maksimal memanfaatkan dan mendayagunakan lahan yang dimilikinya.
- Tuntaskan konflik pertanahan di Sumatera Selatan dengan menjunjung azas keadilan bagi rakyat khususnya kaum tani Sumatera Selatan.
- Hentikan intimidasi dan kekerasan terhadap kaum tani
- Stop RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (PTUP) yang saat ini tengah menjadi agenda pembahasan DPR RI yang menurut kami secara aturan hukum telah bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960 – yang pada sisi lainnya hanya merupakan jalan legal dengan mengatasnamakan pembangunan untuk menggusur dan menggerus hak tanah rakyat
- WALHI Sumatera Selatan
- SHI Sumatera Selatan
- Mahasiswa Hijau Indonesia
- Serikat Petani Indonesia Sumatera Selatan
- Dewan Kesehatan Rakyat Sumatera Selatan
- Serikat Perempuan Wilayah Sumatera Selatan
- Dewan Petani Sumatera Selatan Simpang Bayat
- Forum Petani Nusantara Bersatu
- Serikat Petani Rengas dan Lubuk Bandung
- Konsorsium Pembaruan Agraria – Jakarta
- Sawit Watch – Bogor
Ratusan Petani Gagal Aksi Hari Tani
Dihadang aparat pemerintah alasan Pilkada
Petani Tuntut Hentikan Intimidasi dan Kekerasan
Ribuan Petani Ikuti aksi Peringatan hari Tani di Sumsel (foto Walhi Sumsel) |
Aksi yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Tani Nasional ke-51 dikoordinir oleh Hadi Jatmiko dan korlap Dede Chaniago. Dalam orasinya mereka menyampaikan sejumlah tuntutan antara lain, jaminan aset dan akses agraria kaum tani dan buruh tani di Sumsel.
Mereka juga menuntut penuntasan konflik pertanahan di Sumsel dengan menjunjung azas keadilan bagi rakyat khususnya kaum tani Sumsel. Para petani juga minta penghentian intimidasi dan kekerasan terhadap kaum tani dan menghentikan RUU PTUP yang saat ini tengah menjadi agenda pembahasan DPR RI.
Sumber :www.sripoku.com
Minggu, September 25, 2011
Hari Tani : Ribuan Petani Sumsel akan datangi Pusat Pusat Pemerintahan
Aksi Hari Tani Nasional di Sumsel 2010. |
Sabtu, September 24, 2011
Penolakan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
Saat ini, DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. RUU ini mencakup pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum dan kepentingan usaha swasta. RUU ini ditargetkan untuk disahkan pada tahun 2011 ini, karena merupakan salah satu prasyarat penting untuk mempelancar penyediaan tanah bagi proyek pembangunan, sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah diluncurkan pada awal tahun ini oleh Presiden RI. Hal ini adalah karena dianggap bahwa salah satu kendala pembangunan adalah sulitnya memperoleh tanah untuk proyek, dan kebijakan yang ada dinilai kurang cukup. Namun, Pembangunan yang berkeadilan dan demokratis, harus memperhatikan situasi, kondisi dan kepentingan rakyat Indonesia di atas kepentingan usaha swasta.
Secara substansi, RUU ini tidak jauh berbeda dengan Perpres No. 36 tahun 2005 dan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum, yang ditolak sebagian besar masyarakat sipil karena dinilai menjadi alat penggusuran tanah-tanah rakyat, serta tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat korban, termasuk perempuan. Praktik pengadaan tanah di Indonesia masih banyak menyisakan persoalan hingga kini. Permasalahan di dalam praktik pengadaan tanah selama ini, antara lain adalah penggusuran paksa, praktik kolusi pertanahan terkait bukti hak atas tanah, inventarisasi dan identifikasi obyek pengadaan tanah secara sepihak, penetapan kompensasi secara sepihak, hingga tidak terlibatnya masyarakat terkena dampak dalam penetapan obyek pengadaan tanah. Sedangkan, pelanggaran HAM yang kerap terjadi dalam praktik pengadaan tanah di antaranya intimidasi, penganiayaan, penembakan, hingga penangkapan warga yang berujung pada kriminalisasi, dengan melibatkan aparat negara. Hal ini berdampak nyata terhadap hilangnya sumber-sumber kehidupan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, khususnya perempuan, di mana perempuan lah yang kemudian harus memikirkan keberlanjutan rumah tangga, keluarga dan anak-anaknya, terkait tempat tinggal, penyediaan makanan, air bersih dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Keberlanjutan praktik-praktik tersebut akan semakin memiskinkan masyarakat Indonesia.
Masyarakat sipil di Indonesia telah dan sedang melakukan berbagai perlawanan dan penolakan terhadap pengesahan RUU tersebut. Salah satunya dengan 10 hari aksi pengumpulan tanda tangan petisi penolakan yang akan dikirimkan kepada para anggota DPR RI yang rencananya akan bersidang pada Oktober tahun ini. Dukungan (petisi terlampir) dapat diberikan melalui email ke karamtanah(at)gmail.com dengan menyebutkan NAMA, ORGANISASI/INDEPENDENT, ASAL DAERAH DAN/ATAU NEGARA. Batas waktu penandatanganan (pemberian dukungan) hingga 30 September 2011, pukul 24.00 WIB (GMT+7).
PETISI MASYARAKAT SIPIL
- Merombak struktur penguasaan tanah dan sumber-sumber agraria yang sudah sangat timpang saat ini.
- Menyelesaikan seluruh konflik dan sengketa agraria yang telah, sedang dan masih terjadi sejak masa Orde Baru hingga sekarang tanpa terkecuali dan berpegang pada prinsip-prinsip keadilan serta mengedepankan kepentingan rakyat.
- Mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.
- Melakukan perombakan, perubahan, dan sejumlah perbaikan terhadap sistem hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber daya alam agar lebih berpihak pada rakyat Indonesia.
Hotspot Belum Padam, Asap Masih terus Selimuti Tuan rumah SEA GAMES
Hotspot Sumsel,23 Sept 2011,141 titik |
DOWNLOAD lokasi Titik Api Sumsel, 22 -23 Sept
Hotspot Sumsel,22 September 2011 Sebanyak 84 Titik |
Kamis, September 22, 2011
80 Desa di Banyuasin kekeringan
Ilustrasi |
2.800 hektar Sawah di OKI Sumsel Mengalami Kekeringan
Akibat kekeringan ini diperkirakan akan mempengaruhi produksi padi, sehingga OKI diprediksi pada musim panen nanti bakal kehilangan 8.400 ton gabah.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pertanian OKI, Asmar Wijaya, kepada pers di Kayuagung, OKI, Rabu (14/09/2011).
"Sudah hampir empat bulan di OKI tidak turun hujan. Kondisi ini sangat mempengaruhi produksi padi di sini. Setidaknya seluas 2.800 hektar lahan persawahan di wilayah OKI yang mengalami kekeringan sehingga tidak bisa ditanam dan ada juga yang sudah tanam padi, tapi padi tidak berisi," kata Asmar.
Wilayah kekeringan umumnya di persawahan lebak dan sawah tadah hujan, yang seharusnya pada saat ini memasuki masa tanam. "Sawah lebak ini terdapat di wilayah Kayuagung, Pampangan, Sirah Pulau Padang, Lempuing, Lempuing Jaya, dan Mesuji, termasuk di beberapa kecamatan lainnya," ujar Asmar.
Sementara hujan buatan yang dilakukan pada Senin (12/09/2011) kemarin hanya menciptakan hujan di sebagian wilayah di Sumatera Selatan. Di Palembang hanya terjadi hujan gerimis pada Rabu (14/09/2011) sore.
Sumber : Detik.com
2.336 Hektare Sawah di Sumsel Terancam Puso
Pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura melalui Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatra Selatan telah melakukan sejumlah antisipasi untuk menghindari terjadinya perluasan sawah yang terancam puso dan puso.
Di antaranya dengan pompanisasi dan menyarankan petani menanam palawija, sayur-mayur, yang dapat dipanen dalam waktu singkat serta tahan terhadap kekeringan.
Menurut Kepala UPTD, Antoni Alam, kekeringan tahun ini lebih parah dibanding tahun sebelumnya. Bila tadinya Sumsel diharapkan
dapat menyumpang padi dari sawah lebak dalam dan sedang pada saat kemarau, dikhawatirkan kontribusi itu tidak dapat terpenuhi.
Namun dia berharap, kekhawatiran sawah yang terancam puso itu tidak akan terjadi puso terlebih saat ini di Sumatera Selatan sudah dilakukan hujan buatan, sehingga sawah di daerah ini tidak akan mengalami kekeringan yang ekstrem.
Berdasarkan laporan dari petugas dilapangan, kata Antoni, di Sumsel, seluas 426 hektare sawah di Kabupaten Banyuasin mengalami puso. Sisanya, 594 hektare di Kabupaten Ogan Ilir (OI), 1.451 hektare, 232 hektare di OKU Timur, dan 54,25 hektare di OKI yang terancam puso. Di OKU Selatan ada 5 hektare tanaman jagung yang sudah mengalami puso.
Awalnya menurut Antoni, jadwal tanam di sawah lebak dalam dan sedang serta tadah hujan dimulai pada Februari-Maret. Petani sudah menyemai di bulan itu namun pada April airnya belum turun sehingga padi sudah terlanjur tua untuk disemai. Belakangan penyusutan air berlangsung secara drastis sehingga terjadi kekeringan.
Menurut dia, produksi sawah lebak sangat menjadi andalan saat kemarau. Terlebih lebak di Sumsel merupakan satu dari dua lokasi di Tanah Air. Satunya lagi di Kalimantas Selatan yang diandalkan untuk menopang stok nasional.
"Potensi sawah lebak di Sumsel mencapai 336.514 hektare. Ini jadi andalan nasional saat kemarau namun kenyataan tahun ini tidak demikian," katanya.
Petani pun disarankan agar menanam palawija, dan sayur-mayur. Petugas juga diminta untuk menginventarisir dan mobilisasi peralatan pompa di lapangan ke daerah yang kekeringan.
Di sisi lain varitas padi yang ditanam di lahan kering disarankan gogo rancah varitas Situ Bagendit, dan Situ Patenggang
yang bisa ditanam di lahan tadah hujan.
Sementara Petugas Pengamat Hama UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Kecamatan Tungkal Ilir, Banyuasin, Sudarto mengatakan di daerahnya terjadi puso di areal seluas 425 hektare. Di daerah ini terdapat sawah lebak seluas 4.000 hekare. Namun 2.400 hektare mengalami panen tidak maksimal.
Warga Palembang Kesulitan Air
Satwa di Punti Kayu Kurang Perawatan
Selasa, September 20, 2011
Pertambangan Sumbang Satu Persen Pendapatan Negara
Tambang Batubara di LAHAT |
"Penerimaan dari eksploitasi tambang di seluruh Indonesia ini cuma 1 persen dari total penerimaan negara," kata Ketua Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Didik J Rachbini di Jakarta, Senin (19/9).
Didik menjelaskan, minimnya penerimaan negara itu lantaran selama kurang lebih dari 4-5 tahun dekade terakhir ini kebijakan sektor pertambangan ditelantarkan dan mayoritas didominasi asing. "Ada masalah politik ekonomi, kebijakan dan peranan asing yang begitu dominan. Akibatnya penerimaan negara dalam bidang ini sangat kecil dan tidak signifikan. Atau hanya sepersepuluh dari pertambangan total," paparnya.
Ia menyebutkan penerimaan negara tahun ini dari pertambangan umum hanya Rp 15,4 triliun. Tahun 2012, RAPBN diperkirakan hanya Rp 13,6 triliun. Ini berarti hanya berkontribusi 1,6 persen terhadap APBN. "Negara hanya menerima Rp 13 triliun dari seluruh tambang tersebut, padahal total penerimaan negara lebih dari Rp 1.000 triliun," jelasnya.
Ia mengatakan, sumber daya alam dieksploitasi tetapi negara hanya menerima sedikit dan manfaatnya bagi masyarakat sangat rendah. Didik merinci, Indonesia memiliki cadangan bijih tembaga sebesar 5 miliar ton, nikel 2,5 miliar ton, emas primer 5,4 miliar ton, dan perak 3,5 miliar ton. Menurutnya, politik divestasi perusahaan SDA dari asing ke dalam negeri sudah bagus, hanya saja masih salah kaprah, misalnya pada kasus Newmont.
Senin, September 19, 2011
MK Kabulkan Uji Materi UU Perkebunan
"Mengabulkan permohonan para pemohon," ujar anggota Hakim MK, Harjono saat membaca putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, Pasal 21 beserta penjelasannya, Pasal 47 ayat (1) dan
ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
MK juga memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Putusan tersebut disetujui oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh
Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil
Sumadi, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Harjono, M
Akil Mochtar, dan Muhammad Alim.
"Dalam pemohonan UU Perkebunan terkait Pasal 21 dan 47, bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan," kata Mahfud.
Pasal 21 mengatur tentang larangan menggunakan tanah perkebunan tanpa
izin karena tindakan itu melanggar hak atas tanah orang lain. Hak
tersebut meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak
pakai yang dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1960 jo PP Nomor 40 Tahun 1996
dan PP Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal 47 tidak bisa dilepaskan dari Pasal 21. Sebab, berdasarkan
penafsiran sistematis siapapun yang melanggar unsur-unsur Pasal 21 baik
disengaja atau karena kelalaiannya dapat dituntut pidana sesuai Pasal 47
yang memuat sanksinya.
Para pemohon menggugat bahwa kedua pasal yang diajukan tersebut, yang
berbunyi "melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun
dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah tanpa izin dan/atau tindakan
lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan", dirumuskan
secara samar-samar, tidak jelas, dan tidak rinci mengenai perbuatan yang
dikualifikasi sebagai tindak pidan, serta pengertiannya terlalu luas
dan rumit.
Hal ini mengakibatkan setiap upaya dan usaha yang dilakukan oleh setiap
orang dalam mempertahankan dan memperjuangkan haknya dapat dikualifikasi
sebagai perbuatan yang dimaksud oleh pasal tersebut.
Menurut salah satu ahli yang diajukan pemohon, Hermansyah, Pasal 21 dan
Pasal 47 UU No. 18 tahun 2004 dapat menjadi sarana bagi pihak perkebunan
untuk mempertahankan haknya dengan mengabaikan hak masyarakat adat yang
secara konstitusional.
Sumber: Republika.co.id
Selengkapnya...
Hujan, Belum Padamkan Hotspot di Sumsel
Hotspot Sumsel,18 Sepy 2011,104 Titik |
No | Wilaya | Linta | Bujur | Tanggal | T.Key |
---|---|---|---|---|---|
1 | Sumsel | -3,82 | 105,44 | 18/09/2011 | 100 |
2 | -3,81 | 105,44 | 18/09/2011 | 100 | |
3 | -3,63 | 104,05 | 18/09/2011 | 100 | |
4 | -3,59 | 104,26 | 18/09/2011 | 100 | |
5 | -2,44 | 103,43 | 18/09/2011 | 100 | |
6 | -1,83 | 103,94 | 18/09/2011 | 11 | |
7 | -3,32 | 105,60 | 18/09/2011 | 15 | |
8 | -2,68 | 103,41 | 18/09/2011 | 16 | |
9 | -3,41 | 105,56 | 18/09/2011 | 22 | |
10 | -3,48 | 105,77 | 18/09/2011 | 28 | |
11 | -2,77 | 105,50 | 18/09/2011 | 30 | |
12 | -3,79 | 105,65 | 18/09/2011 | 30 | |
13 | -2,88 | 104,81 | 18/09/2011 | 31 | |
14 | -3,80 | 104,44 | 18/09/2011 | 32 | |
15 | -4,01 | 105,63 | 18/09/2011 | 34 | |
16 | -3,38 | 104,99 | 18/09/2011 | 35 | |
17 | -3,56 | 105,66 | 18/09/2011 | 36 | |
18 | -2,06 | 104,00 | 18/09/2011 | 36 | |
19 | -4,16 | 103,88 | 18/09/2011 | 39 | |
20 | -3,54 | 105,75 | 18/09/2011 | 39 | |
21 | -3,81 | 104,45 | 18/09/2011 | 39 | |
22 | -3,39 | 105,09 | 18/09/2011 | 40 | |
23 | -3,44 | 105,72 | 18/09/2011 | 40 | |
24 | -4,76 | 103,91 | 18/09/2011 | 42 | |
25 | -4,48 | 104,18 | 18/09/2011 | 42 | |
26 | -2,43 | 103,44 | 18/09/2011 | 42 | |
27 | -2,99 | 105,35 | 18/09/2011 | 43 | |
28 | -3,56 | 105,63 | 18/09/2011 | 43 | |
29 | -2,73 | 103,03 | 18/09/2011 | 43 | |
30 | -2,01 | 104,01 | 18/09/2011 | 44 | |
31 | -4,08 | 104,04 | 18/09/2011 | 47 | |
32 | -3,73 | 104,64 | 18/09/2011 | 47 | |
33 | -3,02 | 104,36 | 18/09/2011 | 47 | |
34 | -3,37 | 105,01 | 18/09/2011 | 49 | |
35 | -4,38 | 104,15 | 18/09/2011 | 49 | |
36 | -3,37 | 105,00 | 18/09/2011 | 49 | |
37 | -3,16 | 105,03 | 18/09/2011 | 50 | |
38 | -4,16 | 103,89 | 18/09/2011 | 51 | |
39 | -3,62 | 105,78 | 18/09/2011 | 52 | |
40 | -3,41 | 104,71 | 18/09/2011 | 53 | |
41 | -2,76 | 105,51 | 18/09/2011 | 54 | |
42 | -4,75 | 103,91 | 18/09/2011 | 55 | |
43 | -4,18 | 103,93 | 18/09/2011 | 55 | |
44 | -3,00 | 103,95 | 18/09/2011 | 55 | |
45 | -2,07 | 103,92 | 18/09/2011 | 57 | |
46 | -3,40 | 105,09 | 18/09/2011 | 57 | |
47 | -2,42 | 103,12 | 18/09/2011 | 58 | |
48 | -4,27 | 104,06 | 18/09/2011 | 59 | |
49 | -2,90 | 104,23 | 18/09/2011 | 61 | |
50 | -3,77 | 105,78 | 18/09/2011 | 62 | |
51 | -3,76 | 105,78 | 18/09/2011 | 62 | |
52 | -3,40 | 104,69 | 18/09/2011 | 62 | |
53 | -3,35 | 105,75 | 18/09/2011 | 63 | |
54 | -3,77 | 103,38 | 18/09/2011 | 64 | |
55 | -2,71 | 103,49 | 18/09/2011 | 64 | |
56 | -2,76 | 105,50 | 18/09/2011 | 65 | |
57 | -3,68 | 104,28 | 18/09/2011 | 65 | |
58 | -3,64 | 104,04 | 18/09/2011 | 65 | |
59 | -2,44 | 103,44 | 18/09/2011 | 65 | |
60 | -2,68 | 103,42 | 18/09/2011 | 67 | |
61 | -3,98 | 103,83 | 18/09/2011 | 68 | |
62 | -3,22 | 103,39 | 18/09/2011 | 68 | |
63 | -3,94 | 104,30 | 18/09/2011 | 69 | |
64 | -4,12 | 103,73 | 18/09/2011 | 69 | |
65 | -3,54 | 105,53 | 18/09/2011 | 69 | |
66 | -4,11 | 104,23 | 18/09/2011 | 71 | |
67 | -4,15 | 104,48 | 18/09/2011 | 72 | |
68 | -3,47 | 105,24 | 18/09/2011 | 72 | |
69 | -2,67 | 103,42 | 18/09/2011 | 72 | |
70 | -3,39 | 105,08 | 18/09/2011 | 73 | |
71 | -3,23 | 103,38 | 18/09/2011 | 74 | |
72 | -3,23 | 103,38 | 18/09/2011 | 74 | |
73 | -2,01 | 103,92 | 18/09/2011 | 75 | |
74 | -2,02 | 103,92 | 18/09/2011 | 75 | |
75 | -2,76 | 105,51 | 18/09/2011 | 76 | |
76 | -2,97 | 105,28 | 18/09/2011 | 76 | |
77 | -3,73 | 103,96 | 18/09/2011 | 76 | |
78 | -3,59 | 104,25 | 18/09/2011 | 76 | |
79 | -4,48 | 104,23 | 18/09/2011 | 78 | |
80 | -4,48 | 104,22 | 18/09/2011 | 78 | |
81 | -3,77 | 105,79 | 18/09/2011 | 78 | |
82 | -3,64 | 104,05 | 18/09/2011 | 78 | |
83 | -4,15 | 104,47 | 18/09/2011 | 79 | |
84 | -2,77 | 105,51 | 18/09/2011 | 80 | |
85 | -4,61 | 104,21 | 18/09/2011 | 80 | |
86 | -4,13 | 103,70 | 18/09/2011 | 80 | |
87 | -2,74 | 103,02 | 18/09/2011 | 80 | |
88 | -4,15 | 104,47 | 18/09/2011 | 81 | |
89 | -4,76 | 103,91 | 18/09/2011 | 83 | |
90 | -3,77 | 105,78 | 18/09/2011 | 83 | |
91 | -2,92 | 103,69 | 18/09/2011 | 83 | |
92 | -4,65 | 104,22 | 18/09/2011 | 84 | |
93 | -3,40 | 104,71 | 18/09/2011 | 84 | |
94 | -3,62 | 105,79 | 18/09/2011 | 85 | |
95 | -4,48 | 104,22 | 18/09/2011 | 88 | |
96 | -3,41 | 103,94 | 18/09/2011 | 88 | |
97 | -3,41 | 104,70 | 18/09/2011 | 89 | |
98 | -3,45 | 103,80 | 18/09/2011 | 89 | |
99 | -4,13 | 103,72 | 18/09/2011 | 90 | |
100 | -3,79 | 103,91 | 18/09/2011 | 91 | |
101 | -3,75 | 103,41 | 18/09/2011 | 91 | |
102 | -3,82 | 105,43 | 18/09/2011 | 94 | |
103 | -3,80 | 103,91 | 18/09/2011 | 94 | |
104 | -3,41 | 103,95 | 18/09/2011 | 94 |
Sabtu, September 17, 2011
Pasca Penyemaian, Palembang Diguyur Hujan
Perairan Sungai Musi Masih Diselimuti Kabut Asap
Margono (38), nakhoda bus air di Sungai Musi, mengatakan kabut asap sangat dirasakan terutama di kawasan Pulo Kemaro dan Pulokerto yang berada di perbatasan Palembang dengan kabupaten Ogan Ilir dan Banyuasin.
Menurutnya, kabut asap menyelimuti perairan sepanjang hari, bukan hanya pagi atau sore. Jarak pandang yang terhalang terjadi terutama pagi dan sore akibat kabut asap sangat tebal. Kondisi itu tetap dirasakan sampai saat ini, meskipun hujan mulai turun.
Ia berharap, kabut asap segera berkurang, sehingga laju transportasi air tersebut tidak terganggu. Apalagi saat ini pengguna jasa bus air itu mulai ramai terutama pada akhir pekan. Sebagian besar pengguna bus air berasal dari luar Kota Palembang yang khusus datang berwisata menikmati panorama Sungai Musi.
Sebelumnya, Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPER) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko mengatakan, kabut asap disebabkan oleh pembakaran hutan yang sebagian besar terjadi di kawasan hutan milik perusahaan yang beroperasi di daerah ini.
"Perusahaan yang terlibat dalam pembakaran hutan tersebut, semestinya bertanggung jawab untuk memadamkan api akibat pembakaran lahan bukan pemerintah yang membiayainya," kata dia.
Dia menambahkan, pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan uang rakyat untuk membuat hujan buatan, karena perusahaan yang mesti bertanggung jawab. Namun, tampaknya Pemprov Sumsel cenderung tidak berani meminta pertanggungjawaban perusahaan perkebunan yang bisa dipastikan menyumbang sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi di daerah ini.
Walhi Sumsel juga menilai, kebijakan hujan buatan di Sumsel yang dibiayai dari APBN/APBD adalah kebijakan yang kurang tepat dan hanya berdampak sesaat. Seharusnya pemerintah dapat mengatasi masalah kabut asap dan kebakaran hutan dan lahan itu secara komprehensif atau menyeluruh, bukan menangani akibatnya tanpa mencari tahu dan menangani penyebabnya.
Hingga Kamis ini, kendati hujan telah turun di Palembang, sebagian warga masih merasakan sesak untuk bernapas akibat kabut asap yang telah masuk sampai ke rumah-rumah warga, bukan hanya di luar.
Govt to seed clouds for 30 days to fight S. Sumatra forest fires
The weather modification program will be administered by the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT) and is expected to last 30 days.
BPPT Artificial Rain division head Heru Widodo said that artificial rain, also known as cloud seeding, was first introduced in Indonesia in 2007 and had proven effective in overcoming haze.
According to the agency’s plan, two CASA C-212-200 planes will be used to spray 1 ton of salt into the air on the first day of the project.
“However, everything depends of the natural conditions. If clouds have fully developed, rain will fall in a matter of minutes. If not, we will fly four times a day to conduct cloud seeding,” Heru told reporters on Monday.
Between one and two tons of salt a day is needed to seed clouds, at a cost of Rp 144 million (about US$17,000). Seven tons of salt have been prepared for the project.
Field coordinator Sunu Tikno said that the salt would be sprayed around potential clouds and, if successful, rain would fall around 120 minutes after seeding.
“Usually, cloud seeding is carried out after 12 noon, as the clouds develop,” he said.
South Sumatra Disaster Mitigation Agency (BPBD) head Yulizar Dinoto said 894 active hot spots have been recorded in the forested areas of several regencies, including Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas and Muaraenim.
“The fires come from forests, peatlands, bushes and plantations,” he said.
South Sumatra Governor Alex Noerdin urged residents not to set fires, especially in forests, during the dry season, to minimize accidental fires, and threatened stern action against offenders.
Alex said that he was shocked to learn that some plantation companies were not equipped with fire-fighting equipment and personnel and said he would follow up and evaluate the matter.
Separately, the Indonesian Forum for the Environment’s (Walhi) South Sumatra branch deplored statements issued by several regency administrations and government agencies in the province that blamed local residents for the fires.
“The accusations are not objective. Based on actual facts, the central government and the provincial administration were the ones who previously issued licenses to plantation and timber processing companies in the forested and peatland areas,” Walhi’s South Sumatra executive Anwar Sadat said.
According to Walhi, there were 170 hot spots in industrial production forests (HTI) or in areas controlled by estate companies.
“Forest fires in South Sumatra have happened again and again. Warnings from several research institutions seem to have fallen on the deaf ears of the government officials,” Anwar said.
He said artificial rain would only temporarily solve the problem and that a concrete and economic way should be found to limit fires.
Walhi agreed with the ban on resident’s using fire to clear peatlands, Anwar said, adding, however, that such a ban might infringe on the people’s rights.
He said lackluster law enforcement had contributed to the problem
Sumber : The jakarta Post Selengkapnya...