Sriwijaya Post - Selasa, 9 Februari 2010 08:54 WIB
Salam Sriwijaya PRAKTIK ilegal logging di Provinsi Sumsel terungkap kembali. Ratusan kubik kayu pinus di Kabupaten Muaraenim yang dicuri dari hutan PT Musi Hutan Persada (MHP) berhasil diamankan kepolisian Muaraenim. Setidaknya 10 truk yang memuat kayu gelondongan sepanjang 4 meter serta 23 orang yang diduga pelaku, berhasil diamankan di Polres Muaraenim.
Ada dugaan bahwa kayu-kayu itu akan dibawa ke Provinsi Lampung bila melihat nomor polisi dari truk pengangkut, yakni BE. Sebanyak lima orang yang kesemuanya pekerja dari satu perusahaan menjadi calon tersangka. Menurut Kapolres Muaraenim AKBP Drs H Yohanes Suharmanto melalui Wakapolres Muaraenim Kompol Barliansyah, SH, meski para pelaku mengantongi dokumen usaha yang lengkap tetapi tidak mengantongi izin menebang dilokasi.
Yang lebih menyedihkan dari kejadian itu, kayu-kayu pinus yang ditebang berasal dari hutan reboisasi (hutan penghijauan). Orang sudah mengerti apa itu reboisasi dan tujuannya. Terlebih lagi ketika saat ini banjir melanda sebagian besar kabupaten/kota di Sumsel, orang tentunya ingat salah satu penyebab banjir adalah hutan yang sudah gundul.
Data yang dilansir Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Sumsel) melalui Manajer PSDO-nya, Hadi Jatmiko menyebut, setiap tahun 100 ribu hektare hutan di Sumsel hilang. Hutan yang luasnya 3,7 juta hektare saat ini diperkirakan tinggal 1 juta hektare saja. Walhi Sumsel menduga pembalakan liar yang marak dibekingi oleh aparat.
Walhi memperkirakan hutan yang hilang karena dikonversi menjadi perkebunan atau hutan tanaman industri. Pembalakan liar pun turut andil dalam memperburuk wajah hutan di Sumsel.
Praktik ilegal logging sudah berlangsung lama. Cerita penangkapan dan pengungkapan praktik banyak terekspose. Tetapi kelanjutan cerita bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tidak pernah jelas. Paling yang menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana adalah pekerja-pekerja dilapangan. Otaknnya tidak pernah diadili secara serius.
Dampak dari praktik yang hanya menguntungkan sebagian orang ini, terasa pahit ketika banjir menerjang desa, merendam jalan lintas, memutuskan jembatan penghubung, menelan korban jiwa dan sebagainya. Belum lagi masalah yang skalanya lebih luas, yakni pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.
Kita berharap bahwa penegak hukum di negeri ini, paling tidak di provinsi ini, tak main-main untuk urusan ilegal logging. Wajah penegakan hukum kita bisa tercermin dari wajah lingkungan hidup kita.
Salam Sriwijaya PRAKTIK ilegal logging di Provinsi Sumsel terungkap kembali. Ratusan kubik kayu pinus di Kabupaten Muaraenim yang dicuri dari hutan PT Musi Hutan Persada (MHP) berhasil diamankan kepolisian Muaraenim. Setidaknya 10 truk yang memuat kayu gelondongan sepanjang 4 meter serta 23 orang yang diduga pelaku, berhasil diamankan di Polres Muaraenim.
Ada dugaan bahwa kayu-kayu itu akan dibawa ke Provinsi Lampung bila melihat nomor polisi dari truk pengangkut, yakni BE. Sebanyak lima orang yang kesemuanya pekerja dari satu perusahaan menjadi calon tersangka. Menurut Kapolres Muaraenim AKBP Drs H Yohanes Suharmanto melalui Wakapolres Muaraenim Kompol Barliansyah, SH, meski para pelaku mengantongi dokumen usaha yang lengkap tetapi tidak mengantongi izin menebang dilokasi.
Yang lebih menyedihkan dari kejadian itu, kayu-kayu pinus yang ditebang berasal dari hutan reboisasi (hutan penghijauan). Orang sudah mengerti apa itu reboisasi dan tujuannya. Terlebih lagi ketika saat ini banjir melanda sebagian besar kabupaten/kota di Sumsel, orang tentunya ingat salah satu penyebab banjir adalah hutan yang sudah gundul.
Data yang dilansir Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Sumsel) melalui Manajer PSDO-nya, Hadi Jatmiko menyebut, setiap tahun 100 ribu hektare hutan di Sumsel hilang. Hutan yang luasnya 3,7 juta hektare saat ini diperkirakan tinggal 1 juta hektare saja. Walhi Sumsel menduga pembalakan liar yang marak dibekingi oleh aparat.
Walhi memperkirakan hutan yang hilang karena dikonversi menjadi perkebunan atau hutan tanaman industri. Pembalakan liar pun turut andil dalam memperburuk wajah hutan di Sumsel.
Praktik ilegal logging sudah berlangsung lama. Cerita penangkapan dan pengungkapan praktik banyak terekspose. Tetapi kelanjutan cerita bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tidak pernah jelas. Paling yang menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana adalah pekerja-pekerja dilapangan. Otaknnya tidak pernah diadili secara serius.
Dampak dari praktik yang hanya menguntungkan sebagian orang ini, terasa pahit ketika banjir menerjang desa, merendam jalan lintas, memutuskan jembatan penghubung, menelan korban jiwa dan sebagainya. Belum lagi masalah yang skalanya lebih luas, yakni pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.
Kita berharap bahwa penegak hukum di negeri ini, paling tidak di provinsi ini, tak main-main untuk urusan ilegal logging. Wajah penegakan hukum kita bisa tercermin dari wajah lingkungan hidup kita.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar