Empatbelas tahun beroperasi, tepatnya sejak tahun 1996, ternyata PT Batubara Bukit Kendi (BBK) di Desa Keban Agung, Lawang Kidul, Muara Enim, belum memiliki izin alih hutan produksi dari Menteri Kehutanan (Menhut). Akibatnya, sejak Kamis (18/2), Mabes Polri melalui Direskrim Tipiter V menutup seluruh kegiatan penambangan di sana.
“Penyegelan dan penghentian dari seluruh kegiatan penambangan batu bara oleh PT BBK lantaran mereka belum memiliki izin pemanfaatan hutan produksi dari Menhut,” ungkap Kompol Jery Siahaan dari Tipiter V Direksrim Mabes Polri kepada Sumatera Ekspres di lokasi tambang batu bara PT BBK, kemarin (19/2).
Dikatakan, hutan produksi bisa dimanfaatkan termasuk untuk penambangan. Tapi, itu tadi. Harus mengantongi izin dari Menhut terlebih dahulu. “Setelah diteliti, ternyata dari 1996 sampai sekarang, izin itu tidak ada.”
PT BBK, lanjutnya, sudah pernah disurati, diberitahu, dan dipanggil. Hanya, manajemen perusahaan tidak kunjung mengurus perizinan tersebut. “Makanya kita segel,” cetusnya.
Ia menambahkan, keberadaan Tipiter Direskrim Mabes Polri sekaligus mengusut kasus PT BBK terkait pemanfaatan hutan produksi dengan penambangan batu bara. “Mudah-mudahan seminggu selesai,” tukasnya.
Kapolres Muara Enim AKBP Yohanes Soeharmanto, menegaskan, kasus PT BBK ditangani langsung oleh Mabes Polri. “Kita (Polres Muara Enim, red) sifatnya hanya membantu dan mem-back up,” katanya dihubungi via handphone-nya tadi malam.
Sebelumnya, Kasat Reskrim AKP Awan Hariono SH SIk MH didampingi Kanit Pidsus Ipta Ahmad Fausi SH MH menjelaskan, Tim Tipiter Mabes secara maraton sudah memeriksa sekitar 90-an saksi. Lantaran jumlah saksi cukup banyak, pemeriksaan sendiri berakhir pukul 01.00 WIB, kemarin (19/2).
Saksi yang dimintai keterangan di antaranya, para tenaga sopir, operator alat-alat berat, dan karyawan lainnya. “Kalau saksi setingkat manajer, pemeriksaannya di Jakarta,” kata Kasat Reskrim AKP Awan Hariono.
Selain memeriksa para saksi, Tim Tipiter juga menyegel alat-alat berat, kantor, dan lokasi penambangan batu bara. Namun sebelum dilakukan penyegelan, petugas terlebih dahulu menyita kunci-kunci kendaraan dan alat berat lainnya agar tidak bisa dioperasikan lagi.
Penyegelan dengan memasang police line yang dilakukan kemarin (19/2) ada 13 titik. Mulai dari 9 unit alat berat di lokasi penambangan batu bara PIT I Utara, Keban Agung. Dilanjutkan dengan menyegel workshop (bengkel). Kemudian gudang bahan peledak dan workshop PT LMT selaku kontraktor PT BBK.
Titik lainnya, di lokasi stock pile batu bara dan laboratorium. Stasiun pengisian bahan bakar juga ikut disegel. Begitu juga dengan puluhan dump truck yang berada di pool kendaraan.
Petugas Mabes Polri dibantu sejumlah personel dari Reskrim Polres Muara Enim juga menyegel kantor PT BBK. “Lokasi tambang PIT III yang berada di Desa Pulau Panggung Enim, Tanjung Agung juga disegel,” kata Kasatreskrim Awan Hariono.
Ada lagi, workshop BKBL Tambang Selatan. Penyegelan berlanjut pada puluhan alat berat dan dump truck di atas lokasi reklamasi sebelum akhirnya dilakukan di lokasi stock pile milik PTBA yang dipakai untuk menumpuk stok batu bara milik PT BBK.
Selama melakukan penyegelan, tim Mabes didampingi Kepala Surveyor PT BBK, Giman. Di sela-sela menunjukkan lokasi yang hendak disegel, Giman kepada koran ini menyatakan bahwa seluruh alat berat yang disegel adalah milik kontraktor dan sub-kontraktor PT BBK seperti PT HMS, PT MJP, PT LMT, dan PT APC. “Kalau areal tambang yang disegel adalah milik PT BBK,” katanya singkat.
H Ahmad Sudarto, sekretaris perusahaan PTBA tadi malam membantah soal penyegelan tersebut. Katanya, perlu diluruskan bahwa itu, bukan penyegelan melainkan pemeriksaan tim biasa. “Ndak ada penyegelan. Pas makan siang ramai-ramai, ada yang lagi cek peralatan. Bukan disegel,” kata Sudarto kepada Sumatera Ekspres tadi malam.
Ia memastikan semua aktivitas penambangan di Bukit Kendi mulai hari ini berjalan normal. “Kalau belum kantongi izin, sebetulnya kita sudah proses pengurusan sejak 14 tahun yang lalu. Hanya, sampai sekarang tidak keluar-keluar,” kilahnya.
Pantauan Sumatera Ekspres, penutupan dan penyegelan kantor berikut seluruh alat berat serta lokasi penambangan, seluruh karyawan termasuk tenaga kerja dari seluruh kontraktor berjumlah sekitar 750 orang terpaksa tidak bisa bekerja. Beberapa karyawan yang keberatan disebut namannya mengaku tidak setuju atas penyegelan dan penutupan tersebut.
“Nanti, kita sulit cari pekerjaan. Makin banyak pengangguran. Silakan tempuh jalur hukum, tapi penambangan tetap jalan. Jadi, karyawan tidak kehilangan pekerjaan,” pungkasnya. (43/24)
“Penyegelan dan penghentian dari seluruh kegiatan penambangan batu bara oleh PT BBK lantaran mereka belum memiliki izin pemanfaatan hutan produksi dari Menhut,” ungkap Kompol Jery Siahaan dari Tipiter V Direksrim Mabes Polri kepada Sumatera Ekspres di lokasi tambang batu bara PT BBK, kemarin (19/2).
Dikatakan, hutan produksi bisa dimanfaatkan termasuk untuk penambangan. Tapi, itu tadi. Harus mengantongi izin dari Menhut terlebih dahulu. “Setelah diteliti, ternyata dari 1996 sampai sekarang, izin itu tidak ada.”
PT BBK, lanjutnya, sudah pernah disurati, diberitahu, dan dipanggil. Hanya, manajemen perusahaan tidak kunjung mengurus perizinan tersebut. “Makanya kita segel,” cetusnya.
Ia menambahkan, keberadaan Tipiter Direskrim Mabes Polri sekaligus mengusut kasus PT BBK terkait pemanfaatan hutan produksi dengan penambangan batu bara. “Mudah-mudahan seminggu selesai,” tukasnya.
Kapolres Muara Enim AKBP Yohanes Soeharmanto, menegaskan, kasus PT BBK ditangani langsung oleh Mabes Polri. “Kita (Polres Muara Enim, red) sifatnya hanya membantu dan mem-back up,” katanya dihubungi via handphone-nya tadi malam.
Sebelumnya, Kasat Reskrim AKP Awan Hariono SH SIk MH didampingi Kanit Pidsus Ipta Ahmad Fausi SH MH menjelaskan, Tim Tipiter Mabes secara maraton sudah memeriksa sekitar 90-an saksi. Lantaran jumlah saksi cukup banyak, pemeriksaan sendiri berakhir pukul 01.00 WIB, kemarin (19/2).
Saksi yang dimintai keterangan di antaranya, para tenaga sopir, operator alat-alat berat, dan karyawan lainnya. “Kalau saksi setingkat manajer, pemeriksaannya di Jakarta,” kata Kasat Reskrim AKP Awan Hariono.
Selain memeriksa para saksi, Tim Tipiter juga menyegel alat-alat berat, kantor, dan lokasi penambangan batu bara. Namun sebelum dilakukan penyegelan, petugas terlebih dahulu menyita kunci-kunci kendaraan dan alat berat lainnya agar tidak bisa dioperasikan lagi.
Penyegelan dengan memasang police line yang dilakukan kemarin (19/2) ada 13 titik. Mulai dari 9 unit alat berat di lokasi penambangan batu bara PIT I Utara, Keban Agung. Dilanjutkan dengan menyegel workshop (bengkel). Kemudian gudang bahan peledak dan workshop PT LMT selaku kontraktor PT BBK.
Titik lainnya, di lokasi stock pile batu bara dan laboratorium. Stasiun pengisian bahan bakar juga ikut disegel. Begitu juga dengan puluhan dump truck yang berada di pool kendaraan.
Petugas Mabes Polri dibantu sejumlah personel dari Reskrim Polres Muara Enim juga menyegel kantor PT BBK. “Lokasi tambang PIT III yang berada di Desa Pulau Panggung Enim, Tanjung Agung juga disegel,” kata Kasatreskrim Awan Hariono.
Ada lagi, workshop BKBL Tambang Selatan. Penyegelan berlanjut pada puluhan alat berat dan dump truck di atas lokasi reklamasi sebelum akhirnya dilakukan di lokasi stock pile milik PTBA yang dipakai untuk menumpuk stok batu bara milik PT BBK.
Selama melakukan penyegelan, tim Mabes didampingi Kepala Surveyor PT BBK, Giman. Di sela-sela menunjukkan lokasi yang hendak disegel, Giman kepada koran ini menyatakan bahwa seluruh alat berat yang disegel adalah milik kontraktor dan sub-kontraktor PT BBK seperti PT HMS, PT MJP, PT LMT, dan PT APC. “Kalau areal tambang yang disegel adalah milik PT BBK,” katanya singkat.
H Ahmad Sudarto, sekretaris perusahaan PTBA tadi malam membantah soal penyegelan tersebut. Katanya, perlu diluruskan bahwa itu, bukan penyegelan melainkan pemeriksaan tim biasa. “Ndak ada penyegelan. Pas makan siang ramai-ramai, ada yang lagi cek peralatan. Bukan disegel,” kata Sudarto kepada Sumatera Ekspres tadi malam.
Ia memastikan semua aktivitas penambangan di Bukit Kendi mulai hari ini berjalan normal. “Kalau belum kantongi izin, sebetulnya kita sudah proses pengurusan sejak 14 tahun yang lalu. Hanya, sampai sekarang tidak keluar-keluar,” kilahnya.
Pantauan Sumatera Ekspres, penutupan dan penyegelan kantor berikut seluruh alat berat serta lokasi penambangan, seluruh karyawan termasuk tenaga kerja dari seluruh kontraktor berjumlah sekitar 750 orang terpaksa tidak bisa bekerja. Beberapa karyawan yang keberatan disebut namannya mengaku tidak setuju atas penyegelan dan penutupan tersebut.
“Nanti, kita sulit cari pekerjaan. Makin banyak pengangguran. Silakan tempuh jalur hukum, tapi penambangan tetap jalan. Jadi, karyawan tidak kehilangan pekerjaan,” pungkasnya. (43/24)
0 komentar:
Posting Komentar