WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Februari 14, 2010

Sumsel Berpotensi Alami Bencana Ekologi

PALEMBANG - Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menegaskan, maraknya bencana alam seperti banjir atau longsor di Sumsel menandakan Provinsi Sumsel mengalami bencana ekologi. Bila tidak diambil langkah serius mengantisipasi atau menanggulai bencana, bisa-bisa Sumsel menjadi lumbung bencana ekologi.

Hal itu kemukakannya terkait dengan bencana banjir, longsor atau bencana lain yang berkaitan dengan kondisi lingkungan hidup dibeberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumsel. Meski belum menelan banyak korban jiwa, tetapi menurutnya hal itu sudah seharusnya disikapi.

"Walhi Sumsel sudah jauh-jauh hari memprediksikan akan terjadinya bencana," ujar Sadat, Jumat (12/2).

Ia berharap dengan kejadian yang sudah, pihak pemerintah daerah baik di provinsi atau kabupaten/kota di Sumsel mengambil pelajaran. Kejadian tersebut merupakan warning agar pengelolaan lingkungan lebih baik diwaktu mendatang.

Sadat mencontohkan, diwilayah Kabupaten OKU ada kawasan dibagian hulu sungai yang merupakan kawasan hutan konservasi tetapi dibabat. Diwilayah lain, kawasan hutan menjadi perkantoran. Keadaan tersebut menurunkan daya dukung tanah sehingga berpotensi terjadi bencana seperti longsor.

Walhi Sumsel mengingatkan, berbagai jenis bantuan untuk masyarakat yang ditimpa bencana alam seperti banjir atau longsor tidak ada apa-apanya. Yang penting adalah niat baik melakukan pengelolaan lingkungan hidup. "Bantuan mi instan atau beras tidak cukup untuk menjawab bencana yang terjadi," tegas Sadat.


Soegeng Haryadi







Artikel Terkait:

0 komentar: