Oleh : Pius Ginting Juru Kampanye Tambang dan Energi WALHI Nasional
Sekali
masa, Marx menulis surat bahwa era kapital pada masa pertengahan abad
19 belum mendekati usai. Ruang luas untuk berkembang masih tersedia.
Kapital baru berkembang di sudut kecil dunia (a little corner of the world),
benua Eropa Barat. Banyak ruang benua belum dieksploitasi, jadi sumber
bahan mentah dan lalu pasar tambahan. Tambang di Papua belum lagi
dipetakan, bahkan riwayat panjang tambang timah di pulau Bangka oleh
kapital Belanda baru dimulai tahun 1850.
Kini, awal abad
21. Kapital benar-benar menguasai semua ruang hidup. Sebaliknya, ruang
hidup rakyat lah yang tersisa tinggal sudut-sudut kecil. Perusahaan
perkebunan, pertambangan, industri kayu menempati sebagian besar ruang
hidup di Indonesia dan negeri terbelakang lainnya. Tak hanya di darat,
di laut pun ruang hidup rakyat terdesak ekspansi kapital. Sengketa
rakyat dan kapital terjadi di lepas pantai Teluk Tolo, pulau Tiaka,
Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah Agustus 2011 adalah salah satu
contoh.
Kapital telah mengeksploitasi hampir sempurna
semua benua, ruang hidup rakyat. Kapital telah hisap minyak Indonesia
lewat beragam bendera korporasi, seperti Caltex (kini Chevron), Shell
dan lainnya hingga Indonesia telah lewati puncak produksi minyaknya
tahun 1977.
Di negeri terbelakang, salah satu prioritas
kapital adalah memakan sumber daya alam, sektor yang perlu lahan luas.
Ekspansi kapital terhadap sisa-sisa terakhir ruang hidup rakyat tak
terelakkan menimbulkan konflik intens. Kapital yang menghidupri diri di
sektor sumber daya alam membutuhkan ruang luas, dan bagaimanapun rakyat
perlu ruang hidup. Penghujung tahun 2011 kembali terjadi konflik rakyat
dengan kapital, yakni di Bima, pulau Sumbawa, NTB.
Luas
pulau Sumbawa adalah 14.386 km persegi. Di sebelah barat, telah terdapat
tambang Newmont Nusa Tenggara. Kini menguasai ruang seluas 13,2
kilometer persegi untuk tambang Batu Hijau.[1] Newmont mengklaim
memiliki tiga blok tambang lain ke arah timur, yakni Lunyuk Utara,
Elang, Rinti, dan Teluk Panas. Keseluruhan blok baru ini akan
membutuhkan lahan lebih luas dibanding tambang Batu Hijau. Belum lagi
penggunaan ruang lautan yang terdampak limbah tambang, kini besarnya
140.000 ton per hari (21 kali harian sampah kota Jakarta) dibuang ke
Teluk Senunu, sebelah barat daya P.Sumbawa. Sebelah timur pulau Sumbawa
adalah Kabupaten Bima.
Pilkada dan Izin Pertambangan
Tanggal
28 April 2010 adalah tanggal disahkannya paket 15 buah izin usaha
pertambangan oleh Bupati Bima. Adalah janggal izin pertambangan
dikeluarkan sebanyak itu sekaligus di tingkat Kabupaten, mengingat
pertambangan membutuhkan ruang yang luas. PT. SMN dapatkan IUP bernomor
188/45/357/004/2010,
seluas 24.980 Ha; dan PT. Indo Mineral Cipta Persada mendapatkan 3
Izin Usaha Pertambangan. Luas Izin Usaha Produksi mineral logam minimal
5.000 (lima ribu) hektare dan maksimal 100.000 (seratus ribu) hektar,
menurut Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Luas
ke 15 izin perusahaan tersebut jauh diatas luas minimum, seperti
tambang SMN. Kelimabelas izin ini dikeluarkan dua bulan jelang Pilkada
Bima, 7 Juni 2010. Sudah sering dilaporkan aktivis dan media bahwa para
kepala daerah yang ikut lagi dalam ajang pilkada obral izin untuk
dapatkan dana pemenangan. Ridha Saleh, dari Komnas HAM menyatakan dana
izin pertambangan dimanfaatkan oleh kepala daerah incumben
untuk menghimpun dana kampanye pilkada. Indikasinya, pemerintah daerah
royal mengeluarkan izin pertambangan menjelang pemilihan kepala
daerah.[2]
Pilkada Bima 2010 tergolong sengit, bahkan
kantor partai kandidat yang menang pilkada dibakar warga yang kecewa
calonnya kalah. Kesengitan tentu berbanding lurus dengan biaya yang
dikeluarkan. Sengketa pilkada ini pun berlanjut ke Mahkamah Konstitusi,
namun pengadilan tetap memenangkan kandidat incumbent yang keluarkan izin tambang tersebut.
Kian tumbuh, kian mendominasi ruang hidup rakyat
PT.
SMN beroperasi di kecamatan Lambu dan Kecamatan Sape. Dalam mengerjakan
proyek tambang di Bima, perusahaan ini mengajak Arch Exploration,
perusahaan tambang terdaftar di Australia. PT.SMN tampaknya dipasang
untuk mendapatkan izin-izin dari bupati. Disamping Bima, PT. SMN juga
koalisi dengan Arch Exploration untuk proyek tambang emas di Trenggalek,
Jawa Timur.
Managing Director Arch Exploration
Limited, John Carlile seorang geologis lebih dari 30 tahun bekerja di
eksplorasi emas di perusahaan BHP dan Newcrest (perusahaan induk Nusa
Halmahera Mineral, NHM) di Asia, Indonesia. Sebelumnya, sebagai manajer
ekplorasi bagi tambang Newcrest Mining, John bertanggung-jawab bagi
pembangungan dan pengelolaan eksplorasi, akusisi dan sejumlah aktivitas
korporasi yang berujung kepada penemuan jutaan ons emas di Gosowong,
Kabupaten Halmahera Utara.
John Carlile bisa saja melihat
dengan mata sendiri Rusdi Tungapi mati ditembak polisi pada tahun
2006 setelah aksi rakyat sekitar tambang menolak hutan dan tanah
pertanian mereka dirusak operasi pertambangan di sekitar Teluk Kao,
Halmahera. Berdasarkan penuturan, warga yang protes dikumpulkan, di
suruh jongkok. Oleh komandan kepolisian, Rusdi Tungkapi disuruh berdiri
dan maju ke depan. Ditembak di depan manajer dan staf perusahaan.
Sayang, rekaman media tidak ada seperti kejadian di Pelabuhan Sape, di
Bima. Tapi melihat kejadian penembakan di Bima terhadap rakyat dalam
posisi yang tak menyerang sama sekali, tampaknya kekejaman kepolisian
tersebut masuk akal terjadi.
John ditunjuk menjadi
Managing Director Arc Exploration pada tahun 2008[3]. Sebagai eksekutif
di perusahaan, dia memastikan budaya kerja perusahaan dan perwakilan
ideologi perusahaannya dalam pelaksanaan misi perusahaan. Dia menerapkan
perubahan di perusahaan untuk “meningkatkan efesiensi dan meningkatkan
keuntungan bagi perusahaan”.
Arc Exploration mengeluhkan
penolakan masyarakat yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang di
Bima pada bulan Febuari 2010. Rakyat yang akrab dengan tanah dan laut
hidup sebagai petani dan nelawan tentu peka akan daya dukung lingkungan
bagi kehidupan mereka. Bima sebelah timur berbatasan laut dengan
Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Di Kabupaten ini penolakan
masyarakat terhadap tambang membuat Bupati yang baru saja menang Pilkada
tahun 2010 mengeluarkan surat menghentikan semua kegiatan izin
pertambangan.
Untuk tetap menjalankan operasi tambangnya, Arch Exploration nyatakan dalam Quarter Activities Report
Juni 2011 akan melakukan diskusi dan pertemuan intens dengan pejabat
pemerintah. Lalu, 29 November 2011, perusahaan nyatakan memulai kembali
operasinya.[4] Rakyat agraris yang sangat tergantung kepada alam dalam
setiap hari kehidupannya tentu merasa terancam dengan kegiatan tambang
yang membongkar lapisan tanah yang bisa dicocok-tanami. Lanjutnya
kembali kegiatan tambang inilah yang mendorong warga melakukan aksi
protes hingga melakukan aksi pendudukan di Pelabunan Sape, Kabupaten
Bima.
Di jajaran direktur Arc Exploration, terdapat George
Tahija. Sebagai direktur non eksekutif, dia terlibat dalam perencanaan
dan pembuatan kebijakan perusahaan, mengawasi mendorong kinerja direktur
eksekutif dan manajemen. Pada saat yang sama dia juga sebagai seorang
Komisaris Freeport Indonesia. George adalah anak Julius Tahija.
Julius
pernah jadi sersan tentara KNIL, lalu menjadi Ketua Dewan Direksi PT
Caltex Pacific Indonesia (kini Chevron) pada tahun 1966, saat Orde Baru
membukakan pintu lebar bagi investasi asing di Indonesia. Julius bisa
meraih jabatan tertinggi di Caltex tentunya tak terlepas dari jasanya
menyelamatkan perusahaan tersebut dinasionalisasi pada tahun 1950-1965
karena kedekatan eratnya dengan Sukarno. Julius dan petinggi Caltex
lainnya mendorong agar Freeport melakukan investasi di Indonesia pada
tahun 1965[5]. Atas jasanya, Julius diberikan saham oleh Freeport.
Padahal, pemerintah sendiri sebagai representasi kepentingan publik
Indonesia tidak mendapatkan saham dari Freeport pada masa tersebut.
George
adalah salah seorang personifikasi kapital yang terus berkembang, dari
generasi bapaknya awal masa Orde Baru hingga awal abad 21, berusaha
dapatkan ruang baru untuk berkembang. Kendati itu bertabrakan dengan
ruang hidup rakyat.
William Liddle, Profesor Emeritus Ilmu
Politik Universitas Ohio, tanggal 8 Desember 2011 dalam orasinya pada
Nurcholish Madjid Memorial Lecture V, didukung perusahaan tambang
Newmont Nusa Tenggara menyebutkan “”ekonomi kapitalis pasar sebagai
sistem ekonomi yang paling baik.” [6] Ajuran dia, “kita perlu
meninggalkan tradisi teoretisi sosial Karl Marx dan menggantikannya
dengan pendekatan filsuf politik Niccolo Machiavelli. Pendekatan Marx
terjerumus dalam perang antarkelas dan kurang peka pada cara-cara lain
untuk menambah dan meratakan sumber daya politik. Sebaliknya, pendekatan
Machiavelli terfokus
pada peran individu selaku aktor mandiri
yang memiliki, menciptakan, dan memanfaatkan sumber daya politik demi
pencapaian tujuannya. Sang individu ciptaan Machiavelli merupakan basis
yang menjanjikan buat sebuah theory of action, teori tindakan.”
Sungguh,
tindakan Brimob Polda NTB adalah sebuah tindakan Machiavellis.
Moralitas pribadi dan publik harus dilepaskan dalam mengatur. Penguasa
harus bisa bertindak tak sesuai moral, secara metodik lakukan kekerasan,
penipuan dan sejenisnya.
Pilihan waktu penyerangan saat
akhir pekan, jelang liburan Natal dan Tahun Baru, diharapkan kurangi
perhatian publik. Mengulang kembali kesuksesan penembakan Yurifin dan
rakyat Kolo Bawah diatas perahu kecil lepas Pantai Tolo, Kabupaten
Morowali, Sulawesi Tengah, usai protes atas ingkar janji kesejahteraan
oleh Medco-Pertamina, di Pulau Tiaka. Serangan sukses,. Komandan,
Anggota Kepolisian, personel Perusahaan tidak ada yang diadili atas
pelanggaran HAM atau pidana, atas hilangnya nyawa rakyat bersenjatakan
semangat penyelamatan ruang hidup!
Tapi rakyat Bima, Kolo
Bawah, Mesuji, sekitar Teluk Kao dll tidak akan bisa diam lama. Karena
mereka sungguh terdesak di sudut kecil ruang hidup yang tersisa. Kemana
mereka lagi mereka pergi? Atau bakar diri bersama, bapak, ibu, anak,
depan kantor Bupati?
----------------------------------
[1] http://www.infomine.com/minesite/minesite.asp?site=batuhijau
[2] http://www.vhrmedia.com/Obral-Izin-Tambang-Menjelang-Pilkada--berita4489.html
[3]http://www.arcexploration.com.au/IRM/Company/ShowPage.aspx/PDFs/1131-51684774/WiseOwlIndonesianGold
[4] http://www.arcexploration.com.au/IRM/Company/ShowPage.aspx/PDFs/1497-50502448/ExplorationRecommencesatBima
[5] Denise Leith, The Politics of Power, Freeport in Soeharto’s Indonesia, University Hawai’i Press 2003
[6] http://www.paramadina.or.id/2011/12/09/publikasi/artikel/marx-atau-machiavelli.html
0 komentar:
Posting Komentar