JAKARTA--Kasus
berdarah di area perkebunan sawit Kabupaten Mesuji Lampung dan
Kecamatan Mesuji, Ogan Kemering Ilir (OKI), Sumsel, dinilai hanya puncak
gunung es. Di sejumlah daerah, perkara serupa sering terjadi. Hanya
kadar kekerasan saja yang membedakan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forkan mengatakan, konflik lahan antara petani dengan perusahaan sawit semakin runcing karena keterlibatan aparat kepolisian. Walhi menyebut aparat lebih berperan sebagai centeng perusahaan, dibanding membela warga.
"Keterlibatan aparat polisi dalam semua kasus justru bukan untuk meredam konflik melainkan melindungi perusahaan. Maka jangan heran jika organisasi masyarakat sipil mengkategorikan mereka sebagai centeng perusahaan," kata Berry Nahdian di Sekertariat Walhi, Jakarta Selatan, kemarin (16/12).
Dengan tegas, Walhi mendesak Kapolri Jenderal Timur Pradopo agar segera menarik seluruh personilnya dari area perkebunan sawit di beberapa daerah Indonesia.
Walhi memberi contoh peran aparat di tragedi Mesuji. Menurut Bery, pemicu konflik karena pihak perusahaan perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga sejak lama. Perusahaan lantas meminta aparat tersebut menjaga dan mengamankan wilayah tanah perusahaan dari serangan warga yang biasanya melawan karena merasa tanahnya dirampas.
Dengan dalih menjaga keamanan, polisi bermarkas di areal kebun sawit dengan mendirikan pos-pos di dalam lahan perkebunan seperti didapati di PT BSMI di Lampung. Kondisi seperti ini yang memperuncing konflik. "Dan polisi pun dengan mudah memuntahkan peluru ke arah masyarakat tanpa mengikuti SOP," ucapnya.
Data Walhi menyebutkan, dari Januari hingga November 2011, ada lebih 102 kasus kekerasan baik di area kebun sawit, tambang, dan hutan. Dari 102 kasus tersebut, 123 warga dikriminalkan, 62 orang luka tembak, 26 orang dianiaya, dan sembilan orang meninggal dunia.
"Ini semua dilakukan oleh aparat kepolisian khususnya brimob yang bertugas untuk menjaga lahan perkebunan dan pertambangan. Dan kalau ini tidak segera dihentikan oleh negara, ke depan, potensi konflik akan semakin besar, ribuan orang akan menjadi korban," katanya.
Terpisah, Kapolri Jenderal Timur Pardopo membantah tudingan itu. Dia tegasnya, polisian bersikap tidak memihak. Hanya saja diakui, tidak tertutup kemungkinan ada anggotanya yang nakal. "Kita netral, kita jamin. Kalau ada anggota kita yang seperti itu, ya kita proses dan kita luruskan,’’ ujar Timur di Mabes Polri, Jumat (16/12). (sam/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar