Sunday, 18 September 2011 | |
PALEMBANG– Keberadaan hutan kota
dan ruang terbuka hijau di Palembang belum sebanding dengan pesatnya
pembangunan di ibu kota Sumsel ini.
Padahal
selain sebagai penyangga lingkungan,hutan kota juga menambah estetika
sebuah kota. Keberadaan hutan kota yang merupakan komponen lahan yang
ditumbuhi pepohonan diharapkan mampu menjadi fungsi penyangga lingkungan
terkait pengaturan tata air,habitat flora dan fauna,maupun paru-paru
kota.
Sebagai
sebuah kota besar,pembangunan di Palembang sudah sedemikian
pesat.Berbagai penghargaan di bidang penataan pemukiman, lingkungan,dan
penghijauan pun diraih. Namun,di balik pesatnya pembangunan dan
penghargaan yang diraih,ternyata sedikit mengabaikan keseimbangan
lingkungan.Banyak pohon yang ditebang dan rawa yang ditimbun tanpa
diimbangi keberadaan saluran air yang memadai.
Akibatnya,
tak sedikit kawasan ruko dan perumahan sering terendam banjir,terutama
saat musim hujan tiba. “Hal ini memang menjadi salah satu pekerjaan
rumah (PR) penting yang harus terus dicarikan solusi dan inovasi oleh
pemerintah maupun stakeholder lain yang berkepentingan. Meski disadari,
persoalan lingkungan juga merupakan kepentingan semua pihak,termasuk
masyarakat luas,”ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)
Sumsel Anwar Sadat kepada SINDO kemarin.
Sadat
menuturkan,keberadaan hutan Kota Palembang dinilai masih sangat minim.
Realitas itu dilihatnya dari aspek upaya memaksimalkan jumlah hutan kota
yang belum begitu kentara. “Memang pemerintah terus mewacanakan
memperluas hutan kota dan ruang terbuka hijau, tapi realisasi dalam hal
eksistensinya belum maksimal,” tukasnya.
Adanya
Perda Hutan Kota yang merujuk angka-angka dan wilayah hutan kota
sendiri, seperti kawasan Gandus dan Bukit Seguntang,masih perlu evaluasi
dan proyeksi. Objek yang dimaksud sebagai hutan kota itu juga tidak
jelas.
“Di
manakah dan berapa luas realisasi hutan kota yang dimaksud pemerintah
itu? Misal disebut di kawasan Gandus yang mencapai 1.000 hektare.Lalu
keberadaan Hutan Punti Kayu yang berada di bawah Kementerian Kehutanan
tak bisa sertamerta dimaksud hutan kota Palembang,”ungkapnya.
Menurut
perhitungan mereka, luas hutan Kota Palembang hanya sekitar 1% dari
total luas wilayahnya. Jumlah tersebut berbeda dengan data pemerintah
yang menyatakan persentasenya sudah 3%. “Itu (luas 3% lahan) masih
sangat minim dari kenyataan 30% yang seharusnya dimiliki. Padahal,hutan
kota yang merujuk konteks ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologis,
sosial,budaya,dan estetika yang sangat baik,” tukasnya.
Dia
berharap langkah pemerintah maupun pihak terkait lainnya dalam
mendukung perluasan hutan kota hanya simbolis dan seremonial. Dia
menilai acap kali kegiatan penanam pohon yang dilakukan hanyalah
bersifat formalitas dan seremoni.Akibatnya, ribuan pohon seperti yang
dimaksud tidak tumbuh dan berkembang sesuai kenyataan yang diharapkan.
“Justru
kita ambigu dengan pemerintah,mana luasan hutan kota yang ditambah
tidak seperti jumlah dan luasan seperti yang disampaikan. Banyak pohon
yang baru ditanam di pinggir jalan malah hidup segan mati tak
mau,seperti kurang sekali perawatan.Juga di manakah ribuan pohon yang
ditanam beberapa tahun lalu, sebab yang tampak pohon-pohon yang sudah
tua dan sedikit sekali penambahannya,” bebernya.
Sadat
mengharapkan,tata laksana hingga bentuk pengawasan akan hutan kota dan
ruang terbuka hijau harus terus dilakukan.Proses pembangunan
gedung,ruko,perumahan, rumah sakit,mal, hingga sarana privat harus
mengedepankan kaidah lingkungan. Paling tidak,pihak ruko,bangunan dan
perumahan miliki 10% kawasannya untuk ditanami pohon.
Di
samping itu,setiap pembangunan gedung dan sarana publik harus memiliki
izin amdal,IPAL,tidak menimbun rawa,dan memperhatikan tata lingkungan.
“Artinya jika luasan kota Palembang 40.000 hektare, 20%–30% wilayah
seharusnya “hijau”.Kenyataan hanya 1%–3% itu sepatutnya ditambah. Sebab,
hal itu tidaklah sebanding dengan jumlah luasan hutan kita yang
ditebang. Diibaratkan data nasional, pemerintah mengalkulasikan 1 miliar
pohon ditanam, tapi kenyataannya 7 miliar pohon di kawasan hutan primer
justru ditebang dan itu kontradiktif,”tukasnya.
Sementara
itu,Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah
(Setda) Kota Palembang Apriadi Surya Busri mengatakan akan terus
menambah ruang terbuka hijau (RTH) di Palembang.Sekitar 36 hektare lahan
telah disiapkan di Pulau Kemaro dan Pulokerto.Disebutkannya, dari luas
tanah Pulau Kemaro sebesar 90 hektare, terdapat 20 hektare lahan milik
Pemkot.
Sedangkan
dari 100 hektare tanah di Pulokerto, terdapat 16 hektare lahan yang
menjadi aset Pemkot.“Total 36 hektare lahan yang akan dijadikan hutan
kota,”katanya di kantor wali kota belum lama ini. Penambahan hutan kota
di dua titik penghijauan di Kota Palembang ini merupakan tindak lanjut
Pemkot Palembang dalam mewujudkan Kota Palembang ramah lingkungan
|
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Sabtu, Desember 10, 2011
Luas Hutan Kota Perlu Ditambah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar