PERNYATAAN DAN TUNTUTAN
Aksi Walhi Sumsel dan Petani di Sumsel kepada Pemprop Sumsel
“Tanah tidak boleh menjadi alat
penghisapan,
apalagi penghisapan dari modal-asing
terhadap Rakyat Indonesia
(Bung Karno)”
Semua orang
menyadari bahwa tanah merupakan aset penting bagi kehidupan manusia. Terlebih
bagi kaum tani, tanah adalah sumber terpokok kehidupan. Tanah tempat petani
hidup, tanah tempat petani menafkahi keluarga, tanah tempat petani memiliki
kemampuan untuk mampu menyekolahkan anak-anaknya, tanah bagian dari harkat dan
martabatnya, dan secara mendasar tanah bagi petani adalah bagian yang tidak
tepisahkan dalam kehidupan, darah dan urat nadinya.
Namun sejarah
telah mengguratkan, penindasan terhadap kaum tani khususnya berupa penguasaan
atau penggusuran lahan secara sefihak yang dilakukan oleh kekuatan modal hingga
detik ini terus berlangsung. Parahnya penggusuran tersebut secara terang didukung
penuh oleh Pemerintah yang seharusnya melindungi hak atas tanah rakyat. Hal
tersebutlah yang menjadikan rakyat petani telah atau selalu hidup dalam
gelimang kesengsaraan dan penderitaan.
Sangat
banyak tentunya dapat dijadikan contoh bagaimana praktek kekejaman pemilik
modal yang disokong oleh Pemerintah dalam menggusur tanah kehidupan rakyat.
Tidak hanya tanah yang hilang, berbagai peristiwa seperti; mendekam dalam
penjara, hidup ketakutan, pengkriminalisasian, bahkan kehilangan nyawa selalu
dialami rakyat dalam upaya pemilik modal merampas setiap jengkal tanah rakyat.
Terhadap
kasus atau persoalan yang saat ini kami sampaikan merupakan sekelumit kasus
yang ada di Indonesia
termasuk di Propinsi Sumatera Selaran. Persoalan kami ini, banyak diantaranya
telah bertahun-tahun hingga saat ini tidak pernah secara serius dituntaskan
oleh Pemerintah. Tentunya kita tidak ingin bersama peristiwa berdarah akan
terus menyelimuti kehidupan rakyat, karena sudah menjadi wajib hukumnya bagi
pemerintah untuk melindungi hak rakyat, termasuk mensegerakan penuntasan
kasus-kasus agraria (konflik tanah) sebagai bagian dari penyelenggaraan HAM.
Untuk
itu kami masyarakat dari berbagai Desa di 2 (dua) Kabupaten; OKI dan MUBA
Propinsi Sumatera Selatan bersama lembaga pendamping (WALHI Sumatera Selatan dan
lainnya), tanpa kompromi dan tidak ingin terus-menerus dipermainkan, dengan ini
secara tegas menuntut:
- Cabut/bekukan izin HGU PT. Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sodong sampai dengan konflik tanah terselesaikan;
- Cabut izin HGU PT. Selatan Agro Mulya Lestari (SAML) di Desa Nusantara dan sekitarnya karena izin terbit tidak berdasarkan persetujuan rakyat pemilik tanah dan hanya akan mengancam kelangsungan pangan rakyat dan kedaulatan pangan bagi bangsa;
3.
3.1. Cabut izin lokasi PT. Bumi Sriwijaya
Sentosa (BSS) dan tolak rencana terbitnya izin HGU A/N Perusahaan tersebut di
Desa Totan, Jerambah Rengas, Cambai, Sungutan Air Besar, Pulauan, Penanggoan
Duren, dan berbagai desa di sekitarnya;
3.2. Bebaskan/lepaskan status
kawasan hutan terhadap wilayah Desa di atas yang tidak berdasarkan fakta
obyektif lapangan dan tanpa prosedur yang melibatkan rakyat yang telah hidup
dan menentap di wilayah itu sejak sebelum Indonesia diproklamasikan;
- Cabut izin HPHTI PT. Pakerin di Kabupaten MUBA;
- Enclave tanah rakyat Desa Sinar Harapan dari izin HPHTI PT. Bumi Persada Permai (BPP), serta kembalikan tanah rakyat yang telah dirampas oleh perusahaan tersebut;
- Cabut izin HGU PT. Berkat Sawit Sejati (BSS) di Desa Sinar Harapan;
- Kembalikan tanah rakyat Desa Suka Damai yang telah diserobot oleh PT. Hindoli;
- Kembalikan tanah rakyat Desa Simpang Tungkal yang telah diserobot oleh PT. Sentosa Mulya Bahagia (SMB);
Demikianlah, untuk menjadi perhatian serius dari Pemerintah.
Palembang, 27 Desember 2010
Dede Chaniago
Koordinator Aksi
0 komentar:
Posting Komentar