SENYERANG – Ribuan Petani Kelurahan Senyerang,
Tanjab Barat, Jambi yang tergabung dalam Persatuan Petani Jambi (PPJ) kembali
melakukan aksi pendudukan lahan dan tanah adat yang telah dirampas anak
perusahaan Sinarmas Forestry, PT. Wirakarya Sakti (WKS). Aktifitas pendu-dukan lahan
dimulai pada pukul 19.55 WIB hari ini, Rabu (21/12), di kanal 15 dan 16. Untuk
menuju lahan yang akan diduduki, para petani terpaksa membangun jembatan
darurat di kanal 19 yang sengaja diputus pihak perusahaan.
Aksi pendudukan ini, dipicu oleh tumpukan kekecewaan petani Senyerang
terhadap janji-janji yang pernah ucapkan Pemerintah dalam setiap upaya perjuangan
yang dilakukan. Baik Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Pemerintah Propinsi
Jambi maupun Kementrian Kehutanan. Bahkan, yang terakhir sudah ditangani oleh
Dewan Kehutanan Nasional.
Konflik antara petani Senyerang dengan PT. WKS sebenarnya sudah
berlangsung cukup lama, sejak tahun 2001, berawal dari dikeluarkannya Perda No.
52 oleh Bupati Tanjung Jabung Barat, Usman Ermulan. Bupati yang kini kembali
menjabat tersebut merekomendasikan pengalih-fungsian kawasan kelola rakyat seluas
52.000 hektar yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi Kawasan Hutan
Produksi (HP), dan selanjutnya diserahkan kepada PT. WKS guna dikelola menjadi
bisnis Hutan Tanaman Industri (HTI).
Berbekal Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 64/Kpts-II/2001, tanpa
proses perundingan dengan masyarakat, PT WKS menggusur lahan petani dan tanah
adat masyarakat Senyerang dan sekitarnya untuk kemudian ditanami tanaman akasia-ekaliptus.
Pada saat itu, aktifitas pembukaan lahan oleh perusahaan dilakukan dengan
cara-cara kekerasan, dikawal oleh aparat Kepolisian/TNI dan preman bayaran.
Petani Senyerang akan terus berjuang menduduki lahan dan menanam
tanaman cepat tumbuh dan menghasilkan diatasnya. Setelah berhasil menduduki dan
menanami satu kanal, petani akan menduduki dan menanami kanal yang lainnya. Perjuangan
petani Senyerang tidak akan berhenti sampai ada itikad baik dari Perusahaan dan
Pemerintah untuk memenuhi tuntutan petani. Lahan seluas 7.224 Ha yang terletak
dari kanal 1 sampai kanal 19 yang dirampas PT. WKS tersebut harus kembali
seutuhnya. Karena lahan tersebut adalah satu-satunya kawasan kelola rakyat
Senyerang yang masih tersedia untuk memperbaiki tarap hidup dan mengembangkan
diri. Kini dan di masa depan.
Kepada seluruh Organisasi Massa, LSM, Pengamat, Akademisi, Media
Massa dan kelompok-kelompok pro demokrasi lainnya, Petani Senyerang mohon dukungan
atas perjuangan yang sedang dan akan terus dilakukan. Kiranya juga berkenan
menyebarkan informasi ini seluas-luasnya.
Kami juga meminta agar Aparat Kepolisian/TNI tidak turut campur
dan melakukan tindakan kekerasan terhadap petani Senyerang yang sedang memperjuangkan
tanah kembali.
Saat ini, di lapangan, petani Senyerang akan berhadap-hadapan
langsung dengan aparat Kepolisian/TNI dan preman bayaran perusahaan. Yang petani
Senyerang inginkan adalah tanah, bukan tindakan kekerasan dan perlakukan
semena-mena. Negara harusnya melindungi rakyat, dan bukan pengusaha saja.
Demikian Siaran Pers ini disampaikan kepada semua pihak untuk
menjadi perhatian bersama. Terima kasih.
Hormat kami,
Petani Senyerang, Persatuan Petani Jambi - PPJ
***
- PT. WKS adalah anak perusahaan Sinarmas Forestry, mendapatkan areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 357.461 hektar di lima Kabupaten di Propinsi Jambi, yaitu Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Tebo. Seperti yang kerap terjadi, penunjukan kawasan dan penetapan SK oleh Menteri Kehutanan atas areal konsesi HTI tersebut dibuat secara sepihak dan tanpa perundingan dengan masyarakat.
- Kenyataannya pula, areal konsesi tersebut berada di perkampungan, kebun-kebun masyarakat dan tanah adat. Sesuai dengan SK Menhut No.744/1996, sesungguhnya jika ditemukan areal-areal perkampungan dan kebun masyarakat, maka areal tersebut menjadi pengecualian dan atau dikeluarkan dari wilayah konsesi perusahaan. Akan tetapi, pihak perusahaan justru menggusur semua tanaman, pondok masyarakat dan tanah adat sebagai upaya untuk menyatakan bahwa kampung, kebun masyarakat dan klaim adat itu tidak pernah ada di wilayah tersebut.
- Maka terjadilah konflik masyarakat setempat dengan PT WKS. Konflik pecah pada Desember 2007 di Desa Lubuk Mandarasah, Kabupaten Tebo. Pada saat itu, 12 alat berat PT. WKS yang menggusur kebun karet dan sawit warga dibakar oleh petani. Karena aksi pembakaran ini, kemudian 21 orang petani Desa Lubuk Mandarsah ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian.
- Kemudian pada tanggal 10 November, tahun 2010 lalu, satu orang petani Desa Senyerang meninggal duni karena ditembak oleh Aparat Kepolisian (Brimob) Tanjab Barat, saat petani melakukan aksi blokade Sungai Pengabuan. Petani Senyerang menuntut agar lahan seluas 7.224 Ha segera kembali.
--
Salam,
Zainul Mubarok
0 komentar:
Posting Komentar