WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Kamis, Mei 31, 2012
Cinta Manis Klaim merugi Milyaran.
Rabu, Mei 30, 2012
Kapolda Sumsel: Kondisi PTPN VII Cinta Manis Kondusif
Tidak ada pergolakan massa. Hanya saja manajemen perusahaan menghentikan sementara produksinya.
Hal ini disampaikan Djarod, ketika menyambangi Mapolres OI, saat akan meninjau langsung lokasi pabrik dan perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis serta mengadakan dialog dengan warga setempat.
"Tidak ada aktivitas warga yang berbuat cenderung anarkis, namun untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sejak beberapa hari ini manajemen perusahaan menyetop dahulu produksi perusahaan," kata Djarod.
Menurut Djarod, Polda Sumsel datang ke lokasi untuk menyampaikan imbauan supaya warga tetap tenang dan tidak merusak karena dapat merugikan warga sendiri.
Dia menyebutkan, rencananya pada hari Kamis mendatang akan dilakukan negosiasi dan pertemuan antara pihak kepolisian, Direksi PTPN, masyarakat dan anggota dewan guna untuk membahas kelanjutan dari tuntutan warga yang menghendaki lahan mereka dikembalikan.
"Kami akan memberikan pengamanan dan pengawalan ketat untuk pelaksanaan pertemuan tersebut, agar tidak ricuh," tuturnya kepada Sripoku.com.
Seperti diberitakan sebelumnya, tuntutan warga agar lahan mereka dikembalikan sudah meluas hingga ke seluruh desa yang berbatasan dan di daerahnya ada kebun tebu PTPN VII Cinta Manis.
Warga beralasan, waktu lahan mereka diambil untuk jadi kebun tebu antara tahun 1982 hingga 1983 ada unsur intimidasi dan paksaan sehingga mereka tidak terima.
Untuk membuktikan mereka tetap bersikukuh agar lahan mereka dikembalikan, saat ini warga sudah membangun posko-posko di lahan yang akan mereka rebut kembali tersebut.
Catatan Sripo, setidaknya lebih dari 10 desa dalam beberapa kecamatan di OI yang berbatasan langsung dengan kebun tebu PTPN VII sudah bergerak untuk siap mematok lahan mereka.
Desa-desa itu seperti Sribandung, Tanjung Atap, Srikembang masuk dalam Kecamatan Tanjung Batu.
Kemudian Desa Meranjat I, II, Ilir, Kecamatan Indralaya Selatan, Desa Betung, Ketiau dalam Kecamatan Kubuk Keliat dan lainnya.
Warga dengan tegas menolak kompromi dan memilih harga mati untuk lahan mereka dikembalikan.
Kisruh Warga-Cinta Manis- Disperindag Jamin Persediaan Gula
“Besok (hari ini) atau lusa kita turunkan tim langsung ke lapangan untuk mempersiapkan langkah- langkah antisipatif yang mesti dilakukan untuk menjamin ketersediaan gula di Sumsel, khususnya menjelang bulan puasa,” ujar Kepala Disperindag Sumsel Nasrun Umar di ruang kerjanya kemarin. Hasil tinjauan,kata dia,akan disampaikan ke pemprov supaya dapat dipelajari pengaruhnya terhadap persediaan gula di Sumsel.“Mudah-mudahan Senin mendatang sudah ada hasil dari tim yang kita turunkan. Kalau nanti ditemukan indikasi berbahaya akan dicari solusi terbaik agar stok gula di Sumsel aman, khususnya bulan puasa mendatang,”ujarnya.
Stok gula saat ini,menurut dia,aman karena cukup sampai tiga bulan ke depan dan tidak ada kenaikan harga gula di pasaran.Namun, permasalahan PTPN VII unit usaha Cinta Manis harus segera diselesaikan. “Karena pabrik gula milik negara tersebut merupakan salah satu pemasok gula terbesar untuk provinsi,” katanya. Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Disperindag Sumsel Uron menuturkan, untuk mengetahui kenaikan atau kelangkaan sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran,harus dilakukan kontrol harga dan stok pada distributor setiap hari.
“Kita memiliki petugas khusus yang setiap hari melakukan monitor harga di lapangan dan setiap seminggu sekali melakukan monitor stok barang di tangan para distributor. Hasilnya masih bagus dan aman hingga akhir bulan enam mendatang atau sampai musim giling tebu dimulai,” ungkapnya. Sementara itu, Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Polisi Dikdik M Arief Mansur kemarin sekitar 10.00 WIB meninjau lokasi pabrik PTPN VII unit usaha Cinta Manis di Kecamatan Tanjung Raja,Kabupaten Ogan Ilir (OI).
Kapolda meninjau tiga rayon PTPN, yakni III, IV, dan V, yang sebagian lahannya disengketakan warga. Pantauan SINDO, kondisi pabrik di tiga rayon tersebut terlihat lumpuh total. Tidak ada kegiatan operasional maupun produksi dilakukan. Sementara, di luar lokasi pabrik terlihat kondusif dan warga setempat menjalankan rutinitas seperti biasanya. “Sejumlah petugas kepolisian sampai saat ini masih bersiaga menjaga lokasi pabrik PTPN VII Cinta Manis guna meminimalisasi aksi lanjutan. Apabila warga melanjutkan aksi serupa dan mengarah ke anarkistis, kami segera mengambil tindakan tegas,” paparnya kemarin.
Sementara itu, Direktur Produksi PTPN VII unit usaha Cinta Manis Muhammad Nasir menuturkan tidak dapat berbuat banyak terkait tuntutan warga. “Kami tidak berwenang melepas aset negara karena itu adalah hak Menteri BUMN. Sampai saat ini persoalan sengketa lahan antara PTPN dengan warga masih dilakukan pembahasan bersama di Kementerian BUMN,” ungkapnya. cr2/darfian jaya suprana
Walhi ingatkan kewajiban laksanakan reforma agraria
Sikap Walhi itu disampaikan kepada ANTARA di Bandarlampung, Selasa, berkaitan dengan pernyataan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII yang berkantor pusat di Lampung atas konflik lahan dengan warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan yang mengakibatkan penggilingan tebu di Pabrik Gula Cinta Manis terhenti dan menimbulkan kerugian belasan miliar rupiah.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, didampingi Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian, Hadi Jatmiko, dalam pernyataan sikapnya, mendesak Pemprov Sumsel, khususnya Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, untuk segera menjalankan Reforma Agraria sejati sesuai mandat UU Pembaharuan Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
"Kami yakin, bila ini dilaksanakan, dapat dipastikan tak akan ada lagi kemiskinan melanda masyarakat di perdesaan, dan kami pastikan juga tidak akan terjadi konflik agraria yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan secara signifikan," kata Sadat lagi.
Walhi minta dalam penyelesaian sengketa lahan warga Sribandung dengan PTPN VII, lahan milik warga seluas 3.000 hektare segera dikembalikan.
Selain itu, pihak PTPN VII harus menghentikan upaya provokasi berupa kebohongan publik dan pengkambinghitaman terhadap warga Desa Sribandung karena semua itu hanya akan memperkeruh keadaan yang saat ini telah kondusif.
"Kami mendukung setiap upaya rakyat di mana pun berada yang ingin merebut hak atas tanahnya yang direbut paksa oleh korporasi," kata dia.
Sadat menyatakan bahwa sengketa agraria merupakan masalah yang cenderung selalu dibiarkan oleh aparatur pemerintahan.
Konflik terjadi akibat adanya ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia, mengingat data statistik menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2010, hanya sekitar 0,2 persen penduduk Indonesia yang kini justru menguasai 56 persen aset nasional, termasuk tanah. Sisanya dikuasai korporasi asing maupun nasional.
Menanggapi pihak PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, Sabtu (26/5), menyatakan bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp15 miliar lebih akibat terbakar seluas 310,8 hektare areal tebu dan pemblokiran akses jalan oleh warga, seperti disampaikan Syufri Gunawan, Kepala Tanaman Unit Usaha Cinta Manis, Walhi selaku pendamping warga itu berbalik menyatakan bahwa selama ini masyarakat Desa Sribandung yang tergabung dalam Petani Sri Bandung Bersatu (PSB) tidak melakukan perusakan sebagaimana yang dituduhkan oleh pihak PTPN VII.
Tindakan warga Desa Sri Bandung melakukan pematokan lahan seluas 3.000 ha itu merupakan akumulasi kekecewaan warga akibat pihak PTPN VII tidak pernah menanggapi keinginan warga setempat, katanya menandaskan.
Selain itu, pembukaan perkebunan tebu PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis pada tahun 1982, dituding penuh dengan pemaksaan, intimidasi, dan proses ganti rugi yang tidak layak.
Salah satu contoh, lahan 5 hektare milik warga, hanya 1 hektare saja yang diganti rugi, dan hingga hari ini masih ada warga yang memiliki lahan belum diganti rugi oleh pihak perusahaan milik negara itu.
Selanjutnya, berdasarkan hasil kesepakatan antara warga dan PTPN VII di gedung DPRD Ogan Ilir pada tanggal 23 Mei lalu, difasilitasi serta disaksikan oleh Kapolres, Dandim, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Ogan Ilir, menyepakati bahwa pihak perusahaan tidak keberatan warga Sribandung melakukan pematokan lahan dan mendirikan tenda selama tidak mengganggu aktivitas perusahaan hingga jenjang waktu negosiasi tanggal 31 Mei nanti.
Hal itu tercantum dalam surat perjanjian dan rekomendasi yang ditandatangani oleh semua pihak, baik perusahaan, masyarakat, aparat kepolisian,TNI, dan DPRD Ogan ilir.
Walhi menyatakan, di lapangan warga Sribandung tetap mematuhi kesepakatan yang telah dibuat, sejak Rabu (23/5) sore telah membuka blokade jalan dan mempersilakan pihak PTPN VII untuk memanen tebu tanpa gangguan.
Selain itu, kata Sadat, tuduhan serta pernyataan dari PTPN VII bahwa kerugian yang mereka alami akibat dari terjadi kebakaran di lahan tebu seluas 310 ha adalah pernyataan bohong karena berdasarkan fakta di lapangan tidak ada 1 hektare pun lahan tebu milik perusahaan ini yang dibakar oleh masyarakat.
"Jika pun terjadi kebakaran, bukanlah di lahan tebu produktif, melainkan di lahan yang di atasnya terdapat sampah bekas tanaman tebu yang telah dipanen oleh perusahaan," ujarnya.
Kebakaran itu pun telah dipadamkan oleh masyarakat secara bersama sama, dengan sebelumnya telah dikoordinasikan dulu kepada pihak kepolisian bahwa ada titik api di lahan dimaksud.
Menurut dia, bila perusahaan menyatakan mengalami kerugian besar akibat dari aksi yang dilakukan masyarakat beberapa hari belakangan ini, seharusnya perusahaan juga menghitung kerugian materi maupun non-materi yang dialami masyarakat selama 30 tahun (sejak 1982) akibat lahan produktif milik mereka diambil paksa oleh PTPN VII.
"Asumsi kami, jika lahan seluas 3.000 hektare tersebut diusahakan oleh masyarakat dengan tanaman karet, maka dalam satu bulan per hektare-nya masyarakat dapat mengantongi keuntungan rata rata sebesar Rp5 juta, jika dikalikan selama 30 tahun, dipastikan tidak akan ada kemiskinan yang melanda sedikitnya 800 KK di desa itu," ujar Sadat lagi.
Apalagi menurut keterangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel bahwa PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis hanya mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) seluas 6.000 ha, dan itu tidak berada di desa Sribandung tetapi berada di Desa Burai, Kecamatan Tanjung Alai, Kabupaten Ogan Ilir.
Sebelumnya, menurut warga Desa Sribandung, pendudukan lahan PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, akibat upaya dialog dan mediasi sebelumnya dinilai gagal dan tidak memberikan keputusan yang jelas.
Koordinator Petani Sri Bandung Bersatu (PSB), Abdul Muis, menjelaskan, justru aksi warga itu dipicu oleh kejadian perampasan tanah warga Desa tersebut oleh PTPN VII Cinta Manis yang sudah berlangsung lama sejak tahun 1982.
Waktu itu, kata dia, warga tidak memiliki pilihan selain pasrah ketika kebun karet dan nanas mereka digusur oleh pihak PTPN VII tanpa mendapatkan ganti rugi yang layak.
Proses ganti rugi tahun 1982 pun menurut dia, dipenuhi tekanan, intimidasi dan sikap represif aparat keamanan.
Ganti rugi itu pun dinilai warga di sini tidak adil, seperti dari lima ha lahan hanya satu hektare saja yang diganti, dan lebih parah kagi, hingga saat ini masih ada tanah warga yang masih belum diganti rugi oleh pihak PTPN VII, kata dia lagi.
Berbagai upaya dialog dan mediasi juga telah ditempuh warga, namun pihak PTPN VII dituding selalu mengulur waktu dan cenderung tidak memberi keputusan yang tegas.
Akhirnya, pada Senin (21/5), warga memutuskan untuk memblokade akses jalan menuju pabrik pengolahan gula pasir PTPN VII Unit Cinta Manis, dan warga kemudian mendirikan tenda serta mematok lahan seluas 3.000 ha di sana.
Aksi tersebut merupakan puncak kekecewaan warga terhadap keberadaan PTPN VII yang dinilai selama ini tidak menguntungkan rakyat sekitar, ujar dia lagi.
Dia menyebutkan, dari jumlah tenaga kerja 70 persen didatangkan dari luar.
Kemudian, sungai di daerah itu yang tadinya bisa dijadikan tempat mencari ikan, kini sudah tercemar dan ikan-ikan sudah mulai punah akibat limbah.
Selanjutnya, debu pembakaran tebu dari Pabrik Gula (PG) Cinta Manis PTPN VII masuk ke permukiman warga dan mengganggu aktivitas mereka.
Karena itu, warga Sribandung menuntut, agar tanah warga yang telah dirampas oleh PTPN VII sejak tahun 1982 segera dikembalikan kepada warga.
Apabila hal itu tidak dipenuhi, warga akan terus menginap dan melakukan aktivitas penanaman serta pematokan di lokasi, kata Abdul Muis pula.
Penggilingan Tebu Berhenti
Menanggapi aksi warga Sribandung itu, PTPN VII menyayangkan aksi mereka yang berakibat buruk bagi aktivitas perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di Kabupaten Ogan Ilir itu.
Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Sonny Soediastanto, atasnama Direksi yang berkantor di Bandarlampung, membenarkan aksi unjuk rasa disertai dengan pendudukan lahan dan pemblokiran jalan oleh warga di PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel itu terus meluas.
Akibatnya, menurut Sonny, aktivitas Pabrik Gula Cinta Manis di sana yang menggiling tebu, berhenti total sejak 25 Mei lalu.
Selain mengancam produksi gula pasir nasional, aktivitas perekonomian masyarakat pada mata rantai produksi gula juga terancam, akibat aksi pendudukan lahan yang membuat penggilingan tebu terhenti, kata dia.
"Banyak yang kehilangan pendapatan dengan penghentian aktivitas pabrik, seperti pekerja tebang, muat, usaha angkutan, dan ikutannya yang melibatkan ribuan orang," ujar Sonny lagi.
Aksi unjuk rasa menuntut pengembalian lahan yang dilakukan warga hingga sepekan ini, bukan saja hanya dilakukan oleh warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, melainkan juga dilakukan oleh warga 13 desa di sekitar.
Mereka terus melakukan pematokan lahan dan memblokir jalan, sehingga aktivitas tebang, muat, dan angkut tebu tak bisa dilakukan, ujar dia pula.
Menurut Sonny, dengan berhenti giling, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, melainkan juga masyarakat dan pekerja yang pendapatannya bergantung dari proses produksi gula pasir di PG Cinta Manis itu.
Pada musim giling saat ini saja, ada sekitar 2.500 orang tenaga borong tebang dan muat, dan sekitar 250 tenaga sopir angkutan yang menggantungkan hidupnya dari proses produksi gula pasir itu, kata dia.
"Kalau pabrik berhenti, mereka kehilangan mata pencaharian yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial," ujar dia lagi.
Bila banyak warga yang kehilangan mata pencaharian, juga akan menimbulkan keresahan dan kegalauan yang bisa memicu konflik horizontal antara petani, pekerja, dan masyarakat yang akan merugikan banyak pihak, kata Sonny.
Karena itu, manajemen PTPN VII berharap semua pihak, terutama aparat pemerintah dan aparat keamanan serta para tokoh masyarakat membantu memulihkan situasi dan kondisi agar menjadi kondusif sehingga aktivitas produksi gula bisa kembali dilakukan secepatnya.
"Kami berharap, aksi tersebut tidak anarkis dan berkelanjutan, karena bisa mengancam perekonomian masyarakat dan perekonomian daerah," kata dia.
Sonny juga mengatakan, sebenarnya tuntutan warga terhadap lahan perusahaan bisa dimusyawarahkan, meski sebenarnya lahan yang dituntut warga tersebut sebenarnya sudah "clear", dan perolehannya melalui prosedur yang benar.
Perolehan lahan berdasarkan SK Gubernur Sumsel No: 379/Kpts/I/1981 tanggal 16 November 1981, Perihal Pencadangan Tanah Negara seluas 20.000 ha untuk Proyek Pabrik Gula di Kecamatan Tanjungraja, Muarakuang, Inderalaya, dan Tanjungbatu, Kabupaten Dati II Ogan Komering Ilir.
Hal itu berdasarkan surat tugas Bupati Kdh. Tingkat II OKI No: AG.210-243/1981 tanggal 10 April 1981 untuk mengadakan inventarisasi tanah, tanam tumbuh, dan bangunan rakyat terhadap lokasi yang akan dibebaskan oleh PTP XXI-XXII (Persero) di Marga Tanjungbatu, Meranjat, Lubukkeliat, dan Marga Rambang IV Suku di Kecamatan Tanjungbatu dan Muarakuang.
Sesuai hasil inventarisasi itu, tanah rakyat di Rayon III, di Ketiau seluas 374 ha yang ganti ruginya diberikan kepada 133 warga; di Sribandung, Sritanjung, dan Tanjungatap seluas 1.479 ha, dan ganti ruginya diberikan kepada 894 warga.
"Jadi lahan milik rakyat yang diganti rugi seluas 1.853 ha dengan jumlah pemilik sebanyak 1.027 orang," ujar dia pula.
Sedangkan sisanya merupakan tanah negara eks tanah marga, kata Sonny, seraya menegaskan pula, berdasarkan kronologis tersebut, jelas PTPN VII telah melalui prosedur dalam memperoleh lahan dimaksud.
Polres Ogan Ilir berkaitan aksi pendudukan lahan itu, tetap meminta kepada warga untuk tidak melakukan tindakan anarkis dalam menuntut lahan tersebut, apalagi sampai melakukan pembakaran terhadap aset PTPN VII Cinta Manis yang merupakan aset negara dan harus dilindungi bersama.
Walhi Sumsel selaku pendamping warga juga tetap berharap aksi itu dilakukan tanpa terjadi bentrok atau tindakan anarkis, mengingat tuntutan warga adalah dapat mengembalikan hak mereka sebelumnya.
Diharapkan ada dialog antara warga dengan pihak penentu kebijakan di PTPN VII, sehingga dapat segera dicarikan titik temu dan solusi yang dapat diterima para pihak dengan baik
Selasa, Mei 29, 2012
WALHI : PETANI TAK BAKAR LAHAN PTPN VII
Cuma api dari Ban ini yang kami temui dilapangan, dan kami tidak menemukan lahan 310 ha yang kat pihak PTPN VII terbakar (Foto WALHI Sumsel) |
Petani Sribandung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan yang bersengkata lahan dengan PT Perkebunan Nusantara VII menegaskan tidak membakar lahan milik perusahaan tersebut tetapi mereka hanya memblokade jalan sampai, Rabu (23/5).
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat di Palembang, Senin, mengatakan pihaknya memastikan tidak ada pembakaran lahan yang dilakukan petani terkait dengan aksi blokade jalan menuju pabrik gula Cinta Manis.
Namun, mereka membenarkan memang ada kebakaran di lokasi perkebunan yang tidak produktif lagi dan menjadi tempat pembuangan sampah tebu bekas.
Ia menjelaskan, mereka bersama petani Sribandung melakukan aksi menuntut dikembalikannya lahan seluas 3.000 hektare yang diklaim milik perusahaan perkebunan tersebut.
Tuntutan itu telah berulangkali disampaikan petani sejak sengketa lahan terjadi tahun 1982. Memang ada warga yang menerima ganti rugi tetapi dari lima hektare yang diklaim PTPN VII hanya satu hektare yang dibayarkan kepada petani.
Menurut dia, terkait dengan aksi massa blokade jalan yang dilakukan petani Desa Sribandung dan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir itu merupakan akumulasi dampak dari sikap PTPN VII yang tidak pernah mengubris tuntutan masyarakat.
Bukan hanya ganti rugi lahan yang mereka tuntut tetapi perusahaan juga tidak pernah memberdayakan warga di daerah itu untuk bekerja di pabrik milik perkebunan tebu itu.
Dia mengatakan, sesuai dengan kesepakatan bersama warga dan PTPN VII yang disaksikan perwakilan pemkab dan aparat kepolisian serta TNI, Rabu (23/5) petani dipersilahkan mematok lahan dan mendirikan tenda asal tidak menganggu aktivitas perusahaan sampai masa negosiasi, Kamis (31/5).
Sesuai dengan kesepakatan tersebut, petani telah membuka blokade dan sama sekali tidak melakukan tindakan apapun yang menganggu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan memanen tebu.
Anwar menegaskan bahwa sampai hari ini petani tidak pernah melakukan pembakaran lahan tebu seluas 310 hektare seperti yang dituduhkan perusahaan.
Sebab, faktanya sejak tahun 1982 sebanyak 800 kepala keluarga dari dua desa itu mengalami 'pemaksaan' menjadi miskin karena lahan mereka dikuasai perusahaan perkebunan itu, padahal jika mereka tanami karet saja sudah berapa besar pendapatan yang dihasilkan dari produksi getah itu sejak 30 tahun lalu.
Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional Sumsel perusahaan itu hanya mengantongi hak guna usaha lahan seluas 6.000 hektare dan lokasinya bukan di Desa Sribandung atau Tanjung Batu melainkan di Desa Burai Kecamatan Tanjung Alai-Ogan Ilir.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Sjakhyakirti Palembang, Prof Edwar Juliartha menanggapi berlarut-larutnya masalah sengketa lahan antara PTPN VII dan warga bukti dari tidak berjalannya komunikasi yang baik.
Semestinya perusahaan yang notabene menjadi pendatang di wilayah tersebut membangun komunikasi yang bagus sehingga masalah bisa diselesaikan bukan malah meruncing seperti saat ini.
Apalagi ia menambahkan kondisi di desa yang tidak jauh dari pabrik cinta manis tersebut kesejahteraan warga sangat berbeda dengan pegawai perusahaan yang berkecukupan sehingga wajar kalau terjadi kecemburuan sosial.
Karena itu, PTPN VII hendaknya tidak hanya mengandalkan hak guna usaha sebagai landasan operasional perusahaan tetapi memperhatikan masyarakat petani di daerah itu.
Masyarakat juga diharapkan memberikan keterangan yang jujur atas kepemilikan lahan mereka sehingga tidak adalagi masalah rebutan lahan.
Pemerintah juga diingatkan untuk memposisikan diri sebagai mediator yang tidak memihak tetapi mencarikan jalan keluar yang benar untuk kepentingan bersama, katanya.
Sumber : sumsel.antaranews.com Selengkapnya...
Senin, Mei 28, 2012
15 Ribu Hektar lahan PTPN VII Cinta Manis Belum HGU
INDRALAYA - Ternyata dari 21 ribu hektare lahan yang
dikuasai PTPN VII Cinta Manis, hanya sekitar 6.600 hektare yang
mengantongi surat Hak Guna Usaha (HGU) yang berada di Rayon I Desa
Burai Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir (OI). Sementara 15
hektare lagi di Rayon II kawasan Desa Payolingkung Kecamatan Lubuk
Keliat dan Rayon III Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu masih dalam
proses.
Bahkan dari data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel,
justru hanya 6 ribu hektare lahan PTPN VII, berstatus HGU, sisanya belum
memiliki status. “Sebetulnya, hanya 6 ribu hektare itulah lahan yang
berhak dikelola Cinta Manis dan selebihnya harus dilepas,” ujar Ketua
Walhi Sumsel Anwar Sadat, pendamping warga Sribandung, kemarin.
Sementara
Asisten Ogan Ilir, H Herman SH MSi ketika dikonfirmasi mengaku, kalau
lahan PTPN VII yang sudah mengantongi HGU hanya 6.600 hektare di Rayon I
Desa Burai. Sedangkan 8.866 hektare di Rayon II dan 4.883 hektar di
Rayon III masih dalam proses pengajuan HGU. “Secara detail saya lupa,
apakah lahan yang dirayon II dan III dalam rangka perpanjangan atau
pengajuan baru HGU. Namun yang jelas, baru 6.600 hektare itulah lahan
yang dikelola PTPN VII sudah berstatus HGU sejak 1995,” ujar Herman.
Herman
juga menjelaskan, jika masa HGU berlaku 25-35 tahun dan bisa
diperpanjang kembali sampai 25 tahun.Setelah perpanjangan itu habis,
maka keberadaan perusahaan akan dievaluasi kembali. Jika ternyata masih
produktif dan tidak bermasalah, maka perusahaan dapat melanjutkannya,
namun bukan diperpanjang tapi melakukan izin kembali.
Sementara
informasi terbaru, sudah 6 desa di Kecamatan Tanjung Batu dan Indralaya
Selatan melakukan pematokan lahan yang dikuasai PTPN VII Cinta Manis,
setelah lebih dulu ratusan warga Desa Sribandung menduduki dan mematok
lahan perusahaan perkebunan tebu di Rayon III.Desa dimaksud, warga
Tanjung Atap, Kecamatan Tanjung Batu, kemudian Desa Meranjat I, Meranjat
II, Meranjat Ilir dan Desa Beti, Kecamatan Indralaya selatan. “Sebab
bukan hanya lahan di Desa Sribandung yang diserobot oleh PTPN VII,
tetapi ada ribuan hektar lahan lagi milik warga lima Desa di Kecamatan
Indrlaya utara dan Tanjung batu juga diambil paksa,” kata Ruslan, warga
Desa Meranjat.
Sumber : Palembang-post.com
Selengkapnya...
PTPN VII jangan Provokasi dan Bohongi Rakyat.
- PTPN VII harus segera mengembalikan lahan milik warga seri Bandung kecamatan tanjung raja Ogan ilir seluas 3000 hektar.
- PTPN VII harus menghentikan upaya provokasi (kebohongan Publik) dan pengkambing hitaman terhadap warga desa seri bandung, karena hal itu hanya akan memperkeruh keadaan yang saat ini telah kondusif.
- Kami mendukung setiap upaya rakyat dimanapun berada yang ingin merebut hak atas tanahnya yang direbut paksa oleh koorporasi.
- Menuntut Pemerintah Propinsi Sumatera selatan khususnya Pemerintah kabupaten ogan ilir untuk segera menjalankan Reforma Agraria Sejati sesuai mandat UU Pembaharuan Agraria no 5 tahun 1960. yang jika ini dilaksanakan maka kami pastikan tak akan ada lagi kemiskinan melanda masyarakat di pedesaan, dan kami pastikan juga tidak akan terjadi konflik agraria yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan secara signifikan.
- Anwar Sadat (Direktur) : 08127855725
- Hadi Jatmiko ( Kadiv Pengembangan dan pengorganisasian) : 0812 731 2042
Warga seri bandung duduki lahan setelah dialog gagal
Warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatera Selatan menduduki lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit
Usaha Cinta Manis, akibat upaya dialog dan mediasi sebelumnya dinilai
gagal dan tidak memberikan keputusan yang jelas.
Koordinator Petani Sri Bandung Bersatu (PSB), Abdul Muis, memberikan
penjelasan yang diterima di Bandarlampung, Minggu, berkaitan aksi unjuk
rasa dan diikuti pendudukan lahan PTPN VII itu, sekaligus untuk
menanggapi penjelasan pihak PTPN VII sebelumnya atas aksi warga
tersebut.
Menurut dia, justru aksi warga itu dipicu oleh kejadian perampasan tanah
warga Desa tersebut oleh PTPN VII Cinta Manis yang sudah berlangsung
lama sejak tahun 1982.
Waktu itu, kata dia, warga tidak memiliki pilihan selain pasrah ketika
kebun karet dan nanas mereka digusur oleh pihak PTPN VII tanpa
mendapatkan ganti rugi yang layak.
Proses ganti rugi tahun 1982 pun menurut dia, dipenuhi tekanan, intimidasi dan sikap represif aparat keamanan.
Ganti rugi itu pun dinilai warga di sini tidak adil, seperti dari lima
ha lahan hanya satu hektare saja yang diganti, dan lebih parah kagi,
hingga saat ini masih ada tanah warga yang masih belum diganti rugi oleh
pihak PTPN VII, kata dia lagi.
Berbagai upaya dialog dan mediasi juga telah ditempuh warga, namun pihak
PTPN VII dituding selalu mengulur waktu dan cenderung tidak memberi
keputusan yang tegas.
Akhirnya, pada Senin (21/5), warga memutuskan untuk memblokade akses
jalan menuju pabrik pengolahan gula pasir PTPN VII Unit Cinta Manis, dan
warga kemudian mendirikan tenda serta mematok lahan seluas 3.000 ha di
sana.
Aksi tersebut merupakan puncak kekecewaan warga terhadap keberadaan PTPN
VII yang dinilai selama ini tidak menguntungkan rakyat sekitar, ujar
dia lagi.
Dia menyebutkan, dari jumlah tenaga kerja 70 persen didatangkan dari luar.
Kemudian, sungai di daerah itu yang tadinya bisa dijadikan tempat
mencari ikan, kini sudah tercemar dan ikan-ikan sudah mulai punah akibat
limbah.
Selanjutnya, debu pembakaran tebu dari Pabrik Gula (PG) Cinta Manis PTPN
VII masuk ke permukiman warga dan mengganggu aktivitas mereka.
Menurut dia, dari luas lahan 20.000 ha yang diusahakan PTPN VII Unit
Cinta Manis, hanya 6.000 ha yang diketahui memiliki hak guna usaha (HGU)
berlokasi di daerah Burai, Kecamatan Rantau Alai.
Karena itu, warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan
Ilir, Sumsel yang tergabung dalam organisasi Petani Sribandung Bersatu
(PSB), menuntut agar tanah warga yang telah dirampas oleh PTPN VII sejak
tahun 1982 segera dikembalikan kepada warga.
Apabila hal itu tidak dipenuhi, warga akan terus menginap dan melakukan
aktivitas penanaman serta pematokan di lokasi, kata Abdul Muis pula.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel,
Anwar Sadat, selaku pendamping warga, menyatakan, bila secara hukum
pihak perusahaan dinilai telah banyak melakukan penyimpangan.
Menurut dia, dari sekitar 20.000 hektare lahan yang dikelola PTPN VII
itu, hanya 6.000 ha yang memiliki HGU dan lokasinya berada di Desa
Burai, Kecamatan Tanjungbatu.
Artinya lebih dari situ, lahan perusahaan itu tidak mempunyai alas hak, termasuk di kawasan Desa Sribandung, ujar dia lagi.
Karena itu, kata dia, tidak berlebihan bila warga Sribandung secara harga mati minta agar lahannya dikembalikan tanpa syarat.
Pabrik Gula Berhenti Giling
Sebelumnya, pihak PTPN VII menyayangkan aksi warga itu, karena berakibat
buruk bagi aktivitas perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di
Kabupaten Ogan Ilir itu.
Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Sonny Soediastanto, atasnama Direksi
yang berkantor di Bandarlampung, membenarkan aksi unjuk rasa disertai
dengan pendudukan lahan dan pemblokiran jalan oleh warga di PTPN VII
Unit Usaha Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel itu terus meluas.
Akibatnya, menurut Sonny, aktivitas Pabrik Gula Cinta Manis di sana yang menggiling tebu, berhenti total sejak 25 Mei lalu.
Selain mengancam produksi gula pasir nasional, aktivitas perekonomian
masyarakat pada mata rantai produksi gula juga terancam, akibat aksi
pendudukan lahan yang membuat penggilingan tebu terhenti, kata dia.
"Banyak yang kehilangan pendapatan dengan penghentian aktivitas pabrik,
seperti pekerja tebang, muat, usaha angkutan, dan ikutannya yang
melibatkan ribuan orang," ujar Sonny lagi.
Aksi unjuk rasa menuntut pengembalian lahan yang dilakukan warga hingga
sepekan ini, bukan saja hanya dilakukan oleh warga Desa Sribandung,
Kecamatan Tanjungbatu, melainkan juga dilakukan oleh warga 13 desa di
sekitar.
Mereka terus melakukan pematokan lahan dan memblokir jalan, sehingga
aktivitas tebang, muat, dan angkut tebu tak bisa dilakukan, ujar dia
pula.
Menurut Sonny, dengan berhenti giling, bukan hanya perusahaan yang
dirugikan, melainkan juga masyarakat dan pekerja yang pendapatannya
bergantung dari proses produksi gula pasir di PG Cinta Manis itu.
Pada musim giling saat ini saja, ada sekitar 2.500 orang tenaga borong
tebang dan muat, dan sekitar 250 tenaga sopir angkutan yang
menggantungkan hidupnya dari proses produksi gula pasir itu, kata dia.
"Kalau pabrik berhenti, mereka kehilangan mata pencaharian yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial," ujar dia lagi.
Kalau banyak warga yang kehilangan mata pencaharian, juga akan
menimbulkan keresahan dan kegalauan yang bisa memicu konflik horizontal
antara petani, pekerja, dan masyarakat yang akan merugikan banyak pihak,
kata Sonny.
Karena itu, manajemen PTPN VII berharap semua pihak, terutama aparat
pemerintah dan aparat keamanan serta para tokoh masyarakat membantu
memulihkan situasi dan kondisi agar menjadi kondusif sehingga aktivitas
produksi gula bisa kembali dilakukan secepatnya.
"Kami berharap, aksi tersebut tidak anarkis dan berkelanjutan, karena
bisa mengancam perekonomian masyarakat dan perekonomian daerah," kata
dia.
Sonny juga mengatakan, sebenarnya tuntutan warga terhadap lahan
perusahaan bisa dimusyawarahkan, meski sebenarnya lahan yang dituntut
warga tersebut sebenarnya sudah "clear", dan perolehannya melalui
prosedur yang benar.
Perolehan lahan berdasarkan SK Gubernur Sumsel No: 379/Kpts/I/1981
tanggal 16 November 1981, Perihal Pencadangan Tanah Negara seluas 20.000
ha untuk Proyek Pabrik Gula di Kecamatan Tanjungraja, Muarakuang,
Inderalaya, dan Tanjungbatu, Kabupaten Dati II Ogan Komering Ilir.
Hal itu berdasarkan surat tugas Bupati Kdh. Tingkat II OKI No:
AG.210-243/1981 tanggal 10 April 1981 untuk mengadakan inventarisasi
tanah, tanam tumbuh, dan bangunan rakyat terhadap lokasi yang akan
dibebaskan oleh PTP XXI-XXII (Persero) di Marga Tanjungbatu, Meranjat,
Lubukkeliat, dan Marga Rambang IV Suku di Kecamatan Tanjungbatu dan
Muarakuang.
Sesuai hasil inventarisasi itu, tanah rakyat di Rayon III, di Ketiau
seluas 374 ha yang ganti ruginya diberikan kepada 133 warga; di
Sribandung, Sritanjung, dan Tanjungatap seluas 1.479 ha, dan ganti
ruginya diberikan kepada 894 warga.
"Jadi lahan milik rakyat yang diganti rugi seluas 1.853 ha dengan jumlah pemilik sebanyak 1.027 orang," ujar dia pula.
Sedangkan sisanya merupakan tanah negara eks tanah marga, kata Sonny,
seraya menegaskan pula, berdasarkan kronologis tersebut, jelas PTPN VII
telah melalui prosedur dalam memperoleh lahan dimaksud.
Polres Ogan Ilir berkaitan aksi pendudukan lahan itu, tetap meminta
kepada warga untuk tidak melakukan tindakan anarkis dalam menuntut lahan
tersebut, apalagi sampai melakukan pembakaran terhadap aset PTPN VII
Cinta Manis yang merupakan aset negara dan harus dilindungi bersama.
Walhi Sumsel selaku pendamping warga juga tetap berharap aksi itu
dilakukan tanpa terjadi bentrok atau tindakan anarkis, mengingat
tuntutan warga adalah dapat mengembalikan hak mereka sebelumnya.
Diharapkan berlangsung dialog antara warga dengan pihak penentu
kebijakan di PTPN VII, sehingga dapat segera dicarikan titik temu dan
solusi yang dapat diterima para pihak dengan baik
sumber : lampung.antaranews.com
Selengkapnya...
Jumat, Mei 25, 2012
Kembalikan Lahan Harga Mati
Warga Sribandung Tolak Negoisasi
INDRALAYA - Tekad warga Desa Sribandung Kecamatan
Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir (OI), yang mendesak kembalikan lahan
seluas 2.500 hektare yang dikuasai PTPN VII Cinta Manis merupakan harga
mati. Mereka menolak negoisasi dengan pihak perusahaan yang menginginkan
adanya pertemuan.
“Saya memang sempat dihubungi lewat SMS oleh petinggi PTPN VII Cinta
Manis yang ingin mengadakan pertemuan. Namun langsung saya balas, tidak
ada negoisasi lagi. Permintaan warga hanya kembalikan lahan yang telah
dikuasai 30 tahun silam,” ujar Rusdi Tahar, anggota DPRD Sumsel,
sekaligus putra daerah Sribandung, kemarin.
Menurut Tahar, keinginan warga Sribandung sudah bulat untuk
mendapatkan lahan mereka kembali. Masyarakat inginnya mengolah lahan
untuk dijadikan perkebunan karet dan sudah bosan menjadi buruh
perusahaan yang hanya mendapatkan upah sangat minim.
“Oleh sebab
itu, apa pun yang terjadi mereka bertekad merebut lahan yang masih
dikuasai perusahaan perkebunan tebu tersebut,” ujarnya.
Saat ini warga memberi batas waktu sampai Rabu (23/5), kepada
perusahaan untuk memanen tebu. Jika tiba waktunya belum juga, maka
warga Sribandung telah merencanakan untuk menebang paksa tebu-tebu yang
terhampar dilokasi perkebunan itu. “Muda-mudahan keinginan warga sudah
diketahui perusahaan, sehingga mereka dapat mengambil sikap,” ujar
Tahar.
Sementara Koordinator Gabungan Petani Sribandung Bersatu (GPSB),
Abdul Muis juga menyatakan, saat ini bukan hanya warganya yang melakukan
pematokan lahan, tapi sejumlah warga desa lainnya seperti Betung,
Rengas, Tanjung Atap dan desa lainnya juga berbuat serupa. Sebab, ribuan
hektare lahan mereka juga ikut dicaplok PTPN VII Cinta Manis sejak
dibuka perkebunan tebu sejak 1982 silam.
Hasil pantauan kemarin sore, situasi di rayon III Desa Sribandung
terus dikerumuni warga. Bahkan sejak dua hari lalu, di lokasi tersebut
sudah terpasang tenda sehingga menjadi pusat pertemuan masyarakat.
Selain
itu, tiga portal di tiga titik di sekitar Rayon III menuju
pabrik Cinta
Manis masih terpasang, sehingga aktivitas penggilingan
tebu lumpuh
total. Sebab, puluhan truk yang mengangkut batang tebu
dari lokasi
perkebunan masih tertahan, karena tidak bisa melintas.
Sedangkan Direksi PTPN VII Cinta Manis melalui Kabag Humas, Abdul
Hamid yang sempat dihubungi masih belum mau berkomentar.
“Maaf, kami
masih melakukan rapat belum mau berkomentar,” ujar Abdul Hamid mengelak
saat dimintai konfirmasinya.
Sementara Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala ketika dimintai
keterangan terkait aksi warga mengaku sudah menurunkan puluhan petugas,
terutama sekitar pabrik untuk mengantisipasi aksi anarkis. “Kita tidak
segan-segan bertindak tegas, jika sampai ada aksi pengrusakan atau
anarkis lainnya,” tegas Deni.
Selengkapnya...
Tuntut Pengembalian Lahan, Warga Duduki Perkebunan Tebu PTPN VII
PALEMBANG - Aksi unjuk rasa warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjung
Batu Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan (Sumsel) terus
berlanjut. Pada Senin (21/5) , warga memasang patok di lahan BUMN
perkebunan. Saat ini, Selasa (22/5) warga memilih menduduki lahan
tersebut.
Dalam aksi yang berlangsung sejak Ahad (20/5) warga
tetap pada sikap mereka. Warta menuntut PTPN VII yang saat ini
mengoperasikan pabrik gula (PG) Cinta Manis di tempat tersebut,
mengembalikan lahan warga seluas 2.500 hektar yang dikuasai BUMN yang
berkantor pusat di Bandarlampung tersebut.
Beberapapengunjuk
rasa menyatakan menolak melakukan negosiasi atau pembicaraan ganti ruga
dengan manajemen PTPN VII. “Kami menuntut lahan kami yang dikuasai PTPN
dikembalikan ke warga,” kata seorang pengunjuk rasa.
Anggota
DPRD Sumsel Rusdi Tahar yang mendampingi aksi warga tersebut menjelaskan
bahwa ia sempat dihubungi oleh pimpinan PTPN VII melalui pesan singkat
di telepon seluler. Dalam pesan singkat itu, PTPN, ungkap Rusdi
menyatakan ingin mengadakan pertemuan.
“Pesan itu saya balas,
dengan melihat sikap dan tuntut warga di lapangan, warga menyatakan,
tidak ada negoisasi lagi. Permintaan warga hanya meminta PTPN VII
mengembalikan lahan kepada warga yang sudah dikuasai perusahaan sejak 30
tshun silam,” kata Rusdi Tahar.
Sementara itu Sandri Kamil Humas PTPN VII yang berada di Bandarlampung saat dihubungi Republika
mengatakan belum bisa memberikan penjelasan terhadap aksi warga
tersebut. “Kita di kantor pusat belum memperoleh laporan resmi dari
Cinta Manis. Memang sebelumnya pernah ada penjelasan bahwa ini masalah
lama yang lembali dipermasalahkan warga,” ujarnya.
Sumber : Republika
Selengkapnya...
Warga Duduki Lahan PTPN VII
NDERALAYA– Konflik antara warga dengan PTPN VII semakin memanas.
Kemarin ratusan warga Desa Sribandung, Kabupaten Ogan Ilir (OI)
menduduki lahan perusahaan tersebut.
Menurut staf Humas PTPN VII
Hasanudin, ratusan buruh yang sudah meninggalkan perusahaan sebanyak 130
orang jumlah tersebut dari 32 kepala keluarga (KK). ”Karena ratusan
warga sudah menduduki lahan, sehingga buruh kita merasa ketakutan,
sekarang mereka yang tinggal di Kamp rayon III sudah meninggalkan kamp
untuk mencari tempat yang aman,”ujar Hasanudin.
Saat ini warga
sudah mendirikan tenda di lahan yang berjarak sekitar 100 meter dari
Kamp Rayon III Desa Sribandung.” Kita berharap masyarakat tidak berbuat
anarkistis dengan menyakiti para buruh kita, mereka tidak tahu apa-apa
selama ini hanya sebagai buruh saja, para buruh itu mayoritas berasal
dari pulau Jawa,”ungkapnya.
Informasi yang dihimpun
SINDOkemarin,bahwa ratusan warga tersebut sudah menutup semua akses
masuk ke lahan dan pabrik gula Cinta Manis, aksi ini sudah dilakukan
sejak Senin (21/05) hingga sekarang. Selain itu pihak PTPN sendiri, juga
mulai mengungsikan kendaraan seperti truk pengangkut tebu, alat berat
untuk mencengkeram tumpukan tebu dan semua jenis mobil truk ke arah
Kecamatan Rantau Alai.
Semantara aparat Kepolisian dari Brimob
dan TNI masih melakukan penjagaan di lokasi untuk mencegah agar
masyarakat tidak berbuat anarkistis. Ratusan warga juga sudah mulai
memasang patok di lahan 3.000 hektare yang diklaim milik nenek moyang
mereka di kawasan Rayon III dan sekitarnya. Selain itu, warga juga telah
mencabut seluruh portal di jalan perlintasan yang menuju Pabrik Gula
Cinta Manis.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Sribandung
Abdul Kori mengatakan, aksi pematokan lahan itu sudah mendapat izin
pihak PTPN VII Cinta Manis sambil menunggu keputusan rapat berikutnya
yang direncanakan, Kamis (31/5) mendatang.“Warga berani mematok lahan
itu karena sudah diketahui pihak PTPN VII Cinta Manis, usai pertemuan
warga dengan pihak perusahaan 2 hari lalu,”ujar Kori.
Menurut
Kori, sebagian besar lahan yang telah dipatok itu masih ditanami tebu
PTPN VII.Oleh sebab itu,warga mendesak kepada pihak perusahaan agar
segera memanen tebu yang siap digiling tersebut. “Seyogyanya mulai
kemarin, pihak perusahaan sudah memanen tebu yang ada di Rayon III
tersebut. Namun hingga sore kemarin belum terlihat. Ini sudah komitmen
bersama, warga siap buka portal dan pihak PTPN VII segera memanen,”kata
Kori.
Sementara itu kondisi di Posko Rayon III di Desa
Sribandung, ratusan warga mulai mendaftarkan diri untuk mendapatkan
lahan tersebut. Namun mereka belum ditentukan banyaknya lahan yang bakal
diterima, tapi hanya sebatas mendata jumlah kepala keluarga (KK) di
setiap rumahnya.
Koordinator Gabungan Petani Sribandung Bersatu,
Abdul Muis mengatakan, bila yang melakukan pematokan lahan itu bukan
hanya warganya, namun banyak pula warga desa tetangganya yang ikut
mamatok lahan mereka. Seperti Desa Tanjung Atap,Betung,Ketiau, Rengas
dan lainnya.“Permasalahannya memang sama, sebab dulunya bukan saja lahan
Desa Sribandung yang diambil paksa, tapi juga lahan warga desa-desa
tersebut,”kata Abdul Muis.
Kapolres OI AKBP Deni Darmapala,
mengatakan saat ini personelnya terus melakukan penjagaan di lokasi
untuk mencegah jangan sampai terjadi aksi anarkistis
Sumber : seputar Indonesia
Selengkapnya...
PTPN VII Cinta Manis Terancam Bubar
INDRALAYA-Keinginan warga
Kabupaten Ogan Ilir, khususnya di kecamatan yang desanya ada kebun tebu
milik PTPN VII Cinta Manis mulai bergerak mematok lahan, Kamis
(24/5/2012).
Semula hanya warga Desa Sribandung yang mengadakan
pertemuan dengan PTPN VII dan diperbolehkan untuk mematok lahan,
kenyataannya, hampir seluruh desa yang di wilayahnya ada kebun tebu
turut memberikan tanda lahan.
Informasi yang dihimpun dari warga
Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu OI, Kamis (24/5/2012)
menyebutkan, warga yang ikut melakukan pematokan lahan terdiri dari
warga Desa Sribandung, Srikembang, Tanjungatap, Sritanjung, yang masuk
dalam Kecamatan Tanjung Batu.
Sedangkan desa lainnya, seperti
Desa Ketiau, Betung masuk wilayah Kecamatan Lubuk Keliat dan warga Desa
Rengas Kecamatan Payaraman juga ikut mematok lahan tebu di desanya
masing-masing. Sementara sebagian besar wilayah perkebunan tebu milik
PTPN VII Cinta Manis di Kabupaten OI, berada di tiga kecamatan tersebut
Jika semua warga sudah mematok kahan yang dikuasai PTPN VII tersebut,
dipastikan PTPN VII Cinta Manis terancam bubar karena tidak memiliki
lahan lagi.
Warga Desa Sribandung sendiri sudah memulai mematok
lahan tebu PTPN VII. Mereka memasang tiang tinggi yang diberi bendera
dari sudut ke sudut lahan yang mereka anggap miliknya. Selain tiang
tinggi berbendera, warga juga memasang patok kayu yang diberi cat merah
di pinggir lahan tebu dengan jarak sekitar 50 meter antara satu patok
dengan patok berikutnya.
Kordinator Petani Sribandung Bersatu,
Abdul Muis dihubungi via ponselnya, kemarin menjelaskan, warga desa
Sribandung kini sudah mulai mematok lahan. Hari pertama ini sudah
sekitar 500 hektar yang berhasil dipatok. Namun, terjadi kendala karena
masalah batas desa dengan desa lainnya.
"Sebab bukan Desa
Sribandung saja yang melakukan pematokan, tetapi desa-desa lain dan desa
dari kecamatan lain," ujar Abdul Muis.
Sementara pihak PTPN VII,
Cinta Manis, seperti terungkap dalam rapat pertemuan yang dihadiri
langsung Manager Distrik PTPN Banyuasin, Bambang Santoso dan Manager
PTPN VII Cinta Manis, Purwanto didampingi kuasa hukum PTPN VII, Fahmi
SH, tidak protes keputusan warga diizinkan untuk mematok lahan.
Hanya
saja, kuasa hukumnya, menegaskan agar masyarakat yang merasa memiliki
lahan tidak bisa sembarangan mengambil lahan tersebut. Menurutnya, harus
melalui proses hukum terutama menyangkut bukti-bukti kepemilikan lahan.
Selengkapnya...
Ketika tebu Tak manis Lagi
Kamis, Mei 24, 2012
PTPN VII harus Kembalikan Tanah Warga Seri Bandung
Mediasi Warga Vs PTPN VII, Buntu.
INDERALAYA– Rapat Mediasi untuk mencari solusi konflik antara Warga Desa Seri bandung dengan Pihak PTPN VII, yang di mediasi oleh DPRD Ogan ilir,kemarin alami kebuntuan.
Rapat yang berlangsung selama
kurang lebih 4 jam itu sempat memanas, karena perwakilan dari perusahaan Negara PTPN VII Cinta
Manis yang dalam hal ini dihadiri oleh manager cinta manis Purwanto dan manajer distrik PTPN VII banyuasin bambang santoso beralasan tidak bisa mengambil keputusan.Pertemuan dipimpin
langsung Wakil Ketua DPRD OI Arhandi TB, sedangkan perwakilan dari pihak warga sebanyak 20 orang, dan dihadiri juga dari pihak Walhi Sumsel selaku pendamping warga.
Dalam rapat itu,perwakilan
warga Sribandung menuntut agar lahan mereka seluas 3.000 hektare yang
selama 30 tahun telah dirampas oleh perusahaan dan dijadikan perusahaan sebagai lahan perkebunan tebu agar
segera dikembalikan. “kami minta agar perusahaan kembalikan ribuan hektare lahan kami,” kata latifudin, perwakilan warga. Namun pihak PTPN VII,menyatakan tidak dapat memnuhi permintaan warga dengan alasan penguasaan lahan itu
sudah melalui pembebasan dan ganti rugi oleh Tim 9 waktu itu ditahun
1982.
Sementara Advokat PTPN VII Cinta Manis,Fahmi menjelaskan,
masyarakat tidak bisa meminta lahan yang dikelola
perusahaan. Kalau pun masyarakat punya alas hak untuk membuktikan
kepemilikannya juga harus melalui proses hukum. “Bagi warga yang merasa punya alas hak silakan menggugat ke pengadilan,”katanya.
Pernyataan ini membuat suasana di ruangan ramai.Warga yang tidak menyetujui pernyataan tersebut mulai satu persatu membantah dan membeberkan fakta sejarah tentang praktek pelanggaran HAM (pemaksaan dan kekerasan) pada tahun 1982 yang dilakukan oleh Perusahaan untuk mendapatkan tanah mereka. “Pada saat pengambilan tanah oleh perusahaan di tahun 1982 lalu, kami diancam dipaksa untuk memberikan tanah kepada perusahaan dengan ganti rugi
tidak sepadan dan malah banyak yang tidak mendapatkan ganti rugi ,” ujar masyarakat.
”Begitulah kondisi
di zaman dulu sehingga rakyat ketakutan,” kata Latif,warga Sribandung.
Seterusnya perbincangan meluas setelah anggota DPRD OI Sonedi menyatakan
sangat menyesalkan upaya PTPN VII Cinta Manis yang tidak bisa mengambil
keputusan.Karena janjinya, akan menghadirkan orang-orang yang dapat
mengambil keputusan pada pertemuan ini.
“Saya kira rapat ini
sia-sia,karena pihak perusahaan tidak bisa memutuskan,” kata Sonedi.
Ketua Walhi Sumsel Anwar Sadat pun juga ikut berbicara. Selaku
pendamping warga,menyatakan, bila secara hukum pihak perusahaan banyak
melakukan penyimpangan. Sebab dari sekitar 20.000 hektare lahan yang
dikelola perusahaan, hanya 6.000 yang memiliki HGU dan lokasinya berada
di Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu Artinya lebih dari situ, lahan
perusahaan itu tidak mempunyai alas hak, termasuk di kawasan Desa
Sribandung.
“Lahan sekitar 14.000 hektare yang dikuasai PTPN VII
itu hasil mencuri. Sehingga tidak berlebihan bila warga Sribandung
secara harga mati minta agar lahannya dikembalikan tanpa syarat,” timpal
Sadat. Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala tetap meminta kepada warga
untuk tidak melakukan tindakan anarkistis dalam mengambil alih lahan
tersebut. Apalagi sampai melakukan pembakaran terhadap aset PTPN VII
Cinta Manis
Selengkapnya...
Lahan Diduduki Warga, Buruh PTPN VII Cinta Manis Sumsel Mengungsi
Jakarta Konflik lahan antara warga dengan PTPN VII Cinta Manis kembali mencuat. Sudah
tiga hari ini, ratusan warga menduduki lahan seluas 3.000 hektare yang dikuasai
perusahaan tersebut. Akibatnya sebanyak 130 warga dari 32 kepala keluarga yang
menghuni di kamp perusahaan tersebut di Rayon III Desa Sribandung kabur.
"Ya, suasana memang cukup mencemaskan mereka, sehingga mereka sebagian
sudah mengungsikan diri. Apalagi kamp berjarak sekitar 100 meter dengan tenda
yang didirikan warga," kata Hasanuddin, staf Humas PTPN VII yang dihubungi
detikcom, Kamis (24/05/2012).
Dijelaskan Hasanuddin, pendudukan lahan oleh warga dilakukan sejak Senin
(21/05/2012) hingga Rabu (23/05/2012) malam. Mereka telah menutup semua akses
masuk ke lahan dan pabrik gula Cinta Manis.
Ke-130 warga itu merupakan buruh PT PPN VII dan anggota keluarganya. Mereka ini
umumnya berasal dari pulau Jawa.
"Kami berharap massa tidak bersikap anarkis apalagi mencederai para buruh
tersebut," kata Hasanuddin.
Pihak PTPN sendiri, sejak sore kemarin mengungsikan kendaraan berat sepeti truk
pengangkut tebu, alat berat untuk mencengkeram tumpukan tebu dan semua jenis
mobil truk ke arah Kecamatan Rantau Alai. Di
lokasi ini sekitar dua peleton Brimob berjaga.
Sebagai informasi, ratusan warga datang silih berganti untuk merebut lahan
seluas 3.000 hektare yang dikuasai PTPN VII Cinta Manis khususnya di Rayon III
Desa Sribandung, Kecamatan Tanjung Batu
Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan. Sebagian warga ini senjata tajam
seperti parang.
Menurut Mukodi (73) dan Subadi (35), dua warga Desa Ketiau Kecamatan Rantau
Alai, kepada wartawan, mengatakan pihaknya akan menuntut lahan mereka
dikembalikan PTPN VII seperti tuntutan warga Desa Rengas dan Desa Sribandung. Menurut,
Mukodi, dia adalah saksi sejarah sebagai pemilik lahan yang diambil PTPN tanpa
ganti rugi. Sementara PTPN VII menguasai lahan tersebut, berdasarkan ganti rugi
yang dilakukan Tim 9 pada tahun 1982.
Sementara hasil dari pertemuan antara pihak PTPN VII dengan DPRD OI, disebutkan
pihak PTPN VII tidak berwenang untuk memberikan keputusan terhadap masalah
lahan yang dituntut warga tersebut. PTPN berjanji, mereka minta tenggang waktu
sampai Kamis, pekan depan. Dan, mulai hari ini Kamis (24/05/2012) warga
diperbolehkan mematok lahan tetapi diminta tidak merusak tanaman tebu yang
belum dipanen.
Sumber : Detik.com
Selengkapnya...
Selasa, Mei 22, 2012
Ratusan Warga Blokade Jalan PTPN VII
INDERALAYA – Ratusan warga Desa Sribandung,Kecamatan Tanjung Batu,
Kabupaten Ogan Ilir (OI),yang semula melakukan aksi demo, kemarin
memblokade jalan menuju PTPN VII Cinta Manis.
Aksi pemblokadean jalan yang
dilakukan warga ini sebagai wujud merebut kembali lahan mereka yang
dikuasai perusahaan sekitar 30 tahun silam. Akibat pemblokadean dan
pemasangan portal, aktivitas perusahaan di Desa Ketiau,Kecamatan Lebuk
Keliat, yang melakukan penggilingan tebu lumpuh total. Sebab, puluhan
truk yang biasa mengangkut batang tebu dari lokasi perkebunan menuju
pabrik PTPN VII Cinta Manis tidak bisa melintas.
Selain itu,
warga memasang tenda di tengah jalan serta mematok lahan sekitar 2.500
hektare yang sekarang ditanami tebu. Hasil pantauan SINDO, pemblokadean
jalan yang dibarengi pemasangan portal berupa pipa itu dilakukan di
kawasan work shop rayon III Desa Sribandung atau arah menuju pabrik.
Portal lain juga dipasang di tengah jalan menuju Desa Betung dengan
menggali lubang sedalam 1 meter menggunakan ekskavator.
Dengan
portal itu,semua kendaraan roda empat tidak bisa melintas, termasuk truk
perusahaan yang mengangkut batang tebu. Di samping itu, di setiap
pemasangan portal, warga juga membakar ban bekas sehingga dari kejauhan
terlihat seperti lahan tebu yang terbakar.Warga berjanji terus memasang
portal sampai pihak PTPN VII mau menyerahkan lahan mereka.
Bahkan,warga
mendesak pihak perusahaan segera memanen tebunya karena akan ditanami
pohon pisang oleh masyarakat. Koordinator Gabungan Petani Sribandung
Bersatu (GPSB) Abdul Muis mengatakan, tujuan pemasangan portal itu
sebagai bentuk protes masyarakat terhadap perusahaan yang telah
mencaplok lahan mereka sejak 1982. “Kini saatnya kami harus bangkit
untuk mengambil kembali lahan yang telah dikuasai Cinta Manis,” ujar
Muis.
Menurut Muis yang didampingi anggota DPRD Sumsel Rusdi
Tahar, lahan yang dicaplok perusahaan pabrik gula itu sekitar 2.500
hektare merupakan milik masyarakat. “Memang sebagian kecil warga yang
mempunyai lahan pernah diganti rugi tapi tidak sesuai
harga.Bahkan,sebagian besar warga justru tidak diganti rugi, dengan
alasan tidak punya surat. Padahal, sejak zaman nenek moyang, warga sudah
mengusahakan lahan tersebut,”katanya.
Sementara itu, anggota
DPRD Sumsel Rusdi Tahar mengatakan, sejak lahan warganya dicaplok pihak
perusahaan, masyarakat Desa Sribandung yang kehidupannya tergantung dari
hasil perkebunan menjadi miskin.“Mereka hanya menjadi buruh di
perusahaan pabrik gula itu dengan upah sangat minim. Karena itu, sudah
saatnya PTPN VIICintaManishengkang dari Bumi Caram Seguguk ini dan lahan
itu dikembalikan kepada masyarakat selaku yang berhak,”kata dia.
Salah
seorang warga Sribandung, Adnan, 58, yang mengaku memiliki lahan 3
hektare, hanya bisa meratapi nasibnya sejak investor PTPN VII Cinta
Manis berkuasa di wilayahnya. “Kami dulu dipaksa harus menjual lahan
dengan harga murah karena bila tidak dituruti akan ditangkap. Akhirnya,
sebagian besar warga ketakutan dan terpaksa merelakan lahannya diambil
paksa pihak lain,”katanya.
Aksi pemblokadean jalan itu masih
dalam kawalan ketat aparat Polres OI yang dipimpin Kasat Reskrim AKP
Yuskar Effendi dan Kapolsek Tanjung Batu AKP Edhie Suratno. Namun,
petugas berharap aksi warga itu tidak menimbulkan anarkistis dan
pelanggaran hukum lainnya. Sementara, dari pihak perusahaan hanya
terlihat memantau dari kejauhan, tapi belum dapat memberikan keterangan
Selengkapnya...
Ratusan Massa Patok Lahan PTPN VII
Ratusan warga kembali mematok
lahan di PTPN VII di Cinta Manis Rayon III Desa Sri Bandung Tanjungbatu,
Kabupaten Ogan Ilir (OI), Senin (21/5/2012).
Mereka mematok sekitar 2.500 hektare lahan yang mereka klaim sebagai lahan
warga yang diambil PTPN VII tanpa prosedur. Kejadian itu terjadi sekitar tahun
1980 silam.
Warga saat ini masih berkumpul di lahan yang hendak mereka kuasai. Hingga
berita ini diturunkan, warga berangsur-angsur meninggalkan lokasi dan berencana
akan mengulangi aksi mereka, Selasa (22/5/2012) besok.
Aksi warga ini belum mendapat
respon dari aparat keamanan dan pihak PTPN VII. Namun adabeberapa anggota
Polres yang berada di sekitar lokasi tempat warga beraksi.
Rusdi Tahar, anggota DPRD Sumsel
yang juga warga Desa Sribandung membenarkan aksi ratusan warga tersebut. Menurutnya,
aksi itu tindaklanjut dari aksi unjuk rasa yang dilaksanakan Minggu (20/5/2012)
di Timbangan Indralaya.
Selengkapnya...
Warga Payaraman Tuntut Bubarkan PTPN Cinta Manis
Sebelum menuju Timbangan, mereka berkumpul di Terminal Indralaya sekitar pukul 14.30 dan diadakan briefing dengan koordinator dan keamanan dari Polres OI.
Salah satu warga mengaku salah satu tuntutan warga dalam aksi ini adalah mendesak pemerintah membubarkan Perusahaan Tebu Perusahaan Negara (PTPN) VII Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir.
Alasannya keberadaan PTPN VII tidak banyak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Nampak dalam rombongan aksi itu anggota dewan Sumsel dan anggota dewan OI dan para perwira di jajaran Polres OI yang mengawal aksi.
Senin, Mei 21, 2012
Yakin Atasi Banjir, Tapi Palembang Terendam Air
INILAH.COM, Jakarta - Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan
dan calon gubernur DKI Jakarta, berjanji mengatasi banjir di ibu kota
dalam tiga tahun. Padahal, sejak 2008 hingga kini, Palembang selalu
direndam banjir.
"Easy said than done." Pepatah bule itu
benar adanya. Memang lebih mudah berbicara daripada melakukan, apalagi
merealisasikan. Kalimat itu, agaknya, pas disematkan buat Alex Noerdin,
calon Gubernur DKI Jakarta yang kini masih menjabat Gubernur Provinsi
Sumatera Selatan.
Bagaimana tidak? Dalam berbagai aksi
sosialisasi pencalonannya, Alex berulang kali berbicara soal
penanggulangan banjir di Jakarta. Ia bahkan berjanji bakal membebaskan
masyarakat Jakarta dari banjir, dalam waktu tiga tahun sejak dirinya
terpilih. Artinya, jika dia memenangkan Pilkada dan menjadi gubernur
pada 2012 ini, Jakarta bakal tak kebanjiran lagi di tahun 2015.
Begitu
pun dalam hal mengatasi kemacetan, Alex sangat optimistis. “Komitmen
saya, kalau tidak bisa menyelesaikan masalah kemacetan dalam waktu tiga
tahun, saya akan mundur,” kata Alex saat mengumumkan bahwa dirinya
berpasangan dengan Nono Sampurno untuk maju sebagai kandidat, pada Maret
lalu.
Mampukah janji-janji itu dipenuhi? Kita lihat saja nanti.
Sebab, mengatasi banjir Jakarta juga kemacetannya bukanlah perkara
gampang. Dan reputasi Alex dalam hal ini, maaf, belum teruji. Lihat saja
yang terjadi pada pertengahan April lalu, saat hujan deras mengguyur
Palembang. Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, tempat Alex
berkantor, ternyata ikut-ikutan terendam air.
Padahal, banjir di
Kota Palembang juga bukan masalah baru. Pada November 2008, saat Alex
baru saja menjabat gubernur, Palembang juga dihajar banjir besar. Saat
itu, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Sumatera Selatan bahkan menyebut
angka kerugian akibat kerusakan dan kehilangan harta benda mencapai Rp5
miliar.
“Akibat banjir selama November (2008) saja, banyak
sekolah yang terendam sehingga harus diliburkan. Selain itu, banyak
dampak lain, seperti imateriil yang jumlahnya bisa jauh lebih besar,"
kata Sri Lestari Kadariah, Direktur eksekutif Walhi Sumsel.
Nah,
agaknya problem sejak 2008 silam, tak juga terurai hingga memasuki 2012
ini. Banjir yang sempat menggenangi kantor Pak Gubernur, jalan protokol,
hingga pemukiman warga, pada April lalu, membuktikan bahwa tidak ada
upaya serius dari pemerintah provinsi untuk mengatasi problem tahunan
tersebut.
TAK ADA ANGGARAN
Toh, Alex tak kehabisan akal.
Menurutnya, persoalan banjir di Palembang merupakan pekerjaan rumah bagi
eddy Santana Putra, Walikota Palembang. Sementara dirinya sebagai
gubernur, hanya bertugas membantu pemerintah kota dalam mengatasi
genangan yang terjadi.
Menurut Alex, banjir di Kota Palembang
hanya terjadi pada saat hujan, dan itu disebabkan kurangnya perencanaan
atau masterplan dalam penanggulangan banjir. Pemerintahan Kota Palembang
telah diminta oleh Alex untuk membuat masterplan penanganan banjir yang
terbaik.
“ya, masterplan mengenai penanggulanan banjir itu mesti
dikerjakan dulu oleh Pemerintah Kota Palembang. Nah, jika telah ada
masterplan, baru setelah itu perencanaannya. Jadi bisa dipadukan,
komprehensif dan tidak sepotong-sepotong,” ujarnya, seusai mengikuti
acara debat kandidat Gubernur DKI, di universitas Indonesia, Depok, pada
Jumat (27/4).
Masih menurut Alex, Pemprov Sumsel pasti akan
membantu dalam menangani banjir di Kota Palembang, dan akan menyediakan
anggaran untuk itu. Tetapi, Pemerintah Kota Palembang harus membuat
surat resmi kepada Pemprov Sumsel dalam hal administrasinya. “Kami lebih
dari siap untuk membantu Pemkot Palembang dalam menanggulangi banjir.
Tapi perlu adanya surat resmi untuk permintaan bantuan,” katanya.
Tak
hanya itu. Dalam pandangan Alex, ada perbedaan men dasar antara banjir
di Palembang dan Jakarta. “Itu beda. Itu (di Palembang) bukan banjir.
Itu karena sistem kita belum selesai,” katanya. Sementara banjir di
Jakarta, menurutnya, lebih disebabkan kurang sterilnya 13 sungai kecil
yang datang dari daerah yang berbatasan dengan Jakarta. “Oleh sebab itu,
penanganan banjir di Jakarta tak bisa ditangani oleh Jakarta sendiri,”
katanya.
Terlepas dari opini Alex soal banjir di Jakarta, agaknya
menarik melihat fakta yang disampaikan Yudha Rinaldi, Sekretaris Komisi
IV DPRD Provinsi Sumsel. Menurutnya, di dalam APBD Sumsel tahun 2012
yang diajukan gubernur, sama sekali tidak ada anggaran untuk
penanggulangan masalah banjir. “untuk penanggulangan masalah banjir pada
APBD Sumsel tahun 2012, memang tidak ada anggarannya,” kata Yudha.
Masih
menurut yudha, anggaran di Dinas Pekerjaan umum Pengairan Sumsel pada
tahun ini, hanya sedikit untuk normalisasi air di kawasan olahraga
Jakabaring, Palembang. “Sedangkan di daerah perkotaan seperti Palembang
tidak ada,” katanya menegaskan.
Namun melihat kondisi Kota
Palembang saat banjir April lalu, pihak DPRD Sumsel mulai berpikir untuk
mengusulkan anggaran penanggulangan banjir dalam APBD perubahan
mendatang. “Meski sejauh ini memang belum ada usulan mengenai anggaran
untuk mengatasi banjir di Palembang,” katanya.
Wah, agaknya
sinyalemen Gubernur Alex kepada Walikota eddy Santana Putra tadi bakal
terbukti. yakni agar Eddy ‘berkirim’ surat resmi meminta bantuan kepada
gubernur. Jadi, jangan-jangan birokrasi seperti ini pula yang kelak
bakal diterapkan di Jakarta. Dan buat para walikota di DKI,
bersiap-siaplah menerima ‘pekerjaan rumah’ untuk mengatasi banjir di
wilayah masing-masing. Karena Pak Gubernur nanti hanya akan sekedar
membantu. [mah]
Selengkapnya...
Senin, Mei 14, 2012
Taman Kota Disulap Jadi Taman Buah
Berdasarkan program penghijauan, Dinas Pertanian,Perikanan dan Kehutanan (DP2K) Kota Palembang,menilai 2.285 hektare wilayah Palembang dapat dijadikan hutan kota. “Kita sudah terus lakukan beberapa upaya penghijauan disetiap titik Kota Palembang seperti di Pulau Kemaro, Pulo Kerto di Gandus, Jakabaring dan daerah lainnya.Progres tersebut sudah mencapai 20% penambahan dari 2.285 hektare wilayah Palembang yang dapat dijadikan kawasan hijau,”kata Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DP2K) Kota Palembang SudirmanTegoeh kemarin.
Dikatakan Sudirman,penghijauan difokuskan kepada penanaman pohon yang bermanfaat. Selain berdampak kepada subtansi target penghijauan kota, daerah hijau bisa lebih berguna.“Sekarang kita tidak lagi fokus kepada penanaman pohon kayu untuk penghijauan. Strateginya lebih kepada penanaman pohon buahbuahan karena lebih bermanfaat dan bisa berguna bagi masyarakat,”ujar dia. Dengan demikian memberikan intruksi lebih banyak menamam pohon buah-buahan terutama mangga.
”Semua buah-buahan akan kita tanam. Tetapi yang lebih bermanfaat adalah buah mangga. Sebab, selain buahnya bisa dimakan konsep penghijauan lebih terasa karena pohonnya lebih rindang,”tuturnya. Lebih lanjut, untuk mencapai target penghijauan kota progres penanaman pohon dilakukan secara cepat tanpa pembibitan. “Kita langsung menanam pohon tidak lagi bibit biar cepat tumbuh. Upaya ini tidak hanya kami yang melaksanakan tetapi juga masyarakat sangat berperan. Banyak sudah dilakukan penghijauan. Harapan saya masyarakat menanam pohon buahbuahan dan bisa dimanfaatkan hasilnya,”pungkasnya.
Terpisah,DirekturEksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan Anwar Sadat meminta pemerintah konsisten menjalankan program penghijauan. ”Sangat bagus dan baik menurut saya.Tapi pemerintah tidak hanya menambah penghijauan kota dengan menanam pohon saja. Dikhawatirkan nantinya program tidak berkelanjutan,”katanya.