WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Mei 03, 2012

Ratusan Warga Sinar Harapan Minta PT BPP Kembalikan Lahan

Ratusan warga dari Desa Sinar Harapan Kecamatan Tungkal Jaya Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Selasa (27/3) sekitar pukul 10.00 WIB kemarin menggelar unjuk rasa di depan Kantor Pemkab Muba.

Kedatangan ratusan warga dengan menggunakan 4 unit truk bersama tiga organisasi yakni  Serikat Hijau Indonesia (SHI) dan Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) serta Walhi Sumsel mendesak Pemkab Muba untuk segera menyelesaikan konflik sengketa lahan warga Sinar Harapan seluas 915 Ha dengan  PT Bumi Persada Permai (BPP) dan 72 Ha terhadap PT Sinar Mas.

Selang satu jam menggelar orasi, perwakilan warga bersama ketiga organisasi tersebut diterima oleh Plt Sekda Muba di ruang rapat Setda Muba. Dalam pertemuan berlangsung cukup tegang dimana perwakilan warga meminta pemkab untuk serius menangani konflik lahan warga Sinarmas. Jika tidak dikhawatirkan akan terjadi kasus Sodong II di Kabupaten Muba.

Diancam akan ada “Sodong Dua”, membuat Plt Setda Pemkab Muba, Drs Yuliansyah, naik pitam. Pernyataan tersebut langsung dicatat oleh pihak Polres Muba atas perintah Setda.

Awalnya, pertemuan dengan perwakilan dari Desa Sinar Harapan, Kecamatan Tungkal Jaya tersebut berjalan alot. Satu per satu perwakilan memberikan pernyataan terkait perampasan lahan dari dua perusahaan atas tanah hak mereka seluas 920 hektare dari PT Bumi Persada Permai (BPP) dan PT Sinar Mas seluas 72 hektare.

Namun, saat Koordinator Aksi, Dedek Chaniago memberikan pernyataan, membuat naik pitam Plt Setda Pemkab Muba. ”Akan ada aksi Sodong Dua jika kasus ini tidak selesai,” ujar Dedek Chaniago saat pertemuan tersebut.

Mendengar pernyataan ini, Setda langsung meminta perwakilan Polres Muba untuk mencatat pernyataan Koordinator Aksi ini. ”Polres, catat pernyataan tersebut bahwa akan ada aksi Sodong Dua,” pinta Setda bernada marah. Sehingga, suasana pertemuan menjadi panas walaupun berpendingin udara.

Namun, pertemuan ini sedikit mencair saat salah seorang perwakilan menjelaskan bahwa pernyataan tersebut tidak mengenai aksi anarkis yang akan dilakukan seperti di Sodong. ”Kami takutnya, kalau tidak ada penyelesaiannya, warga akan bertindak anarkis, itu yang kami takutkan, jadi kalau bisa cepat diselesaikan terkait perampasan lahan yang menjadi hak kami,” ujar Sudarto Marelo dari Serikat Hijau Indonesia (SHI) ini.

Aksi unjuk rasa ini, merupakan aksi pertama seteah dua bulan sebelumnya melayangkan surat ke Muba, Pahri Azhari untuk meminta penyelesaiannya. Namun, hingga saat ini tidak ada tanggapan dari Pemkab Muba, sehingga warga berjumlah 400 orang yang semuanya transmigran ini langsung datang ke Pemkab Muba. Mereka datang menumpang enam truk pengangkut untuk melakukan aksi unjuk rasa.

Aksi unjuk rasa ini dilakukan oleh tiga organisasi yakni Serikat Hijau Indonesia (SHI) dan Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) serta Walhi Sumsel yang didatangi secara langsung oleh Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat. Mereka mendesak agar hak tanah mereka dikembalikan untuk dikelola.

”Tanah tersebut merupakan tanah warga dan harus dikembalikan, karena mereka punya anak dan istri yang harus dihidupi,” teriak Anwar Sadat.

Anwar Sadat menjelaskan, tanah warga yang diklaim jadi milik perusahaan, dijaga oleh beberapa oknum anggota Brimobda Sumsel. Bahkan, warga pernah diusir dan ditangkap saat mengolah tanah di tempat mereka sendiri.

”Ada tiga ribu warga di desa tersebut yang mata pencahariannya sebagai petani yang mencari makan dari tanah seluas dua hektare per kepala keluarga,” ujarnya.

Selain itu, permasalahan lainnya yakni ada kepemilikan dua sertifikat tanah di wilayah mereka yakni milik warga dan milik perusahaan. Sehingga, membuat warga menjadi bingung dengan adanya dua sertifikat tersebut. Ini juga yang menjadi permasalahan warga di lapangan atas kalim kepemilikan lahan. "Tanah diusahakan masyarakat, terbit izin WKS tahun 2004, sementara masyarakat sudah membuka lahan sebelum itu. ciri-cirinya ada tanam tumbuh," ungkap Syarial Ahmad mantan Kepala Desa (Kades) Sinar Harapan yang turut hadir dalam kesempatan itu. 

Sumber : Sumselpost.com 28 maret 2012



Artikel Terkait:

0 komentar: