Warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatera Selatan menduduki lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit
Usaha Cinta Manis, akibat upaya dialog dan mediasi sebelumnya dinilai
gagal dan tidak memberikan keputusan yang jelas.
Koordinator Petani Sri Bandung Bersatu (PSB), Abdul Muis, memberikan
penjelasan yang diterima di Bandarlampung, Minggu, berkaitan aksi unjuk
rasa dan diikuti pendudukan lahan PTPN VII itu, sekaligus untuk
menanggapi penjelasan pihak PTPN VII sebelumnya atas aksi warga
tersebut.
Menurut dia, justru aksi warga itu dipicu oleh kejadian perampasan tanah
warga Desa tersebut oleh PTPN VII Cinta Manis yang sudah berlangsung
lama sejak tahun 1982.
Waktu itu, kata dia, warga tidak memiliki pilihan selain pasrah ketika
kebun karet dan nanas mereka digusur oleh pihak PTPN VII tanpa
mendapatkan ganti rugi yang layak.
Proses ganti rugi tahun 1982 pun menurut dia, dipenuhi tekanan, intimidasi dan sikap represif aparat keamanan.
Ganti rugi itu pun dinilai warga di sini tidak adil, seperti dari lima
ha lahan hanya satu hektare saja yang diganti, dan lebih parah kagi,
hingga saat ini masih ada tanah warga yang masih belum diganti rugi oleh
pihak PTPN VII, kata dia lagi.
Berbagai upaya dialog dan mediasi juga telah ditempuh warga, namun pihak
PTPN VII dituding selalu mengulur waktu dan cenderung tidak memberi
keputusan yang tegas.
Akhirnya, pada Senin (21/5), warga memutuskan untuk memblokade akses
jalan menuju pabrik pengolahan gula pasir PTPN VII Unit Cinta Manis, dan
warga kemudian mendirikan tenda serta mematok lahan seluas 3.000 ha di
sana.
Aksi tersebut merupakan puncak kekecewaan warga terhadap keberadaan PTPN
VII yang dinilai selama ini tidak menguntungkan rakyat sekitar, ujar
dia lagi.
Dia menyebutkan, dari jumlah tenaga kerja 70 persen didatangkan dari luar.
Kemudian, sungai di daerah itu yang tadinya bisa dijadikan tempat
mencari ikan, kini sudah tercemar dan ikan-ikan sudah mulai punah akibat
limbah.
Selanjutnya, debu pembakaran tebu dari Pabrik Gula (PG) Cinta Manis PTPN
VII masuk ke permukiman warga dan mengganggu aktivitas mereka.
Menurut dia, dari luas lahan 20.000 ha yang diusahakan PTPN VII Unit
Cinta Manis, hanya 6.000 ha yang diketahui memiliki hak guna usaha (HGU)
berlokasi di daerah Burai, Kecamatan Rantau Alai.
Karena itu, warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan
Ilir, Sumsel yang tergabung dalam organisasi Petani Sribandung Bersatu
(PSB), menuntut agar tanah warga yang telah dirampas oleh PTPN VII sejak
tahun 1982 segera dikembalikan kepada warga.
Apabila hal itu tidak dipenuhi, warga akan terus menginap dan melakukan
aktivitas penanaman serta pematokan di lokasi, kata Abdul Muis pula.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel,
Anwar Sadat, selaku pendamping warga, menyatakan, bila secara hukum
pihak perusahaan dinilai telah banyak melakukan penyimpangan.
Menurut dia, dari sekitar 20.000 hektare lahan yang dikelola PTPN VII
itu, hanya 6.000 ha yang memiliki HGU dan lokasinya berada di Desa
Burai, Kecamatan Tanjungbatu.
Artinya lebih dari situ, lahan perusahaan itu tidak mempunyai alas hak, termasuk di kawasan Desa Sribandung, ujar dia lagi.
Karena itu, kata dia, tidak berlebihan bila warga Sribandung secara harga mati minta agar lahannya dikembalikan tanpa syarat.
Pabrik Gula Berhenti Giling
Sebelumnya, pihak PTPN VII menyayangkan aksi warga itu, karena berakibat
buruk bagi aktivitas perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di
Kabupaten Ogan Ilir itu.
Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Sonny Soediastanto, atasnama Direksi
yang berkantor di Bandarlampung, membenarkan aksi unjuk rasa disertai
dengan pendudukan lahan dan pemblokiran jalan oleh warga di PTPN VII
Unit Usaha Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel itu terus meluas.
Akibatnya, menurut Sonny, aktivitas Pabrik Gula Cinta Manis di sana yang menggiling tebu, berhenti total sejak 25 Mei lalu.
Selain mengancam produksi gula pasir nasional, aktivitas perekonomian
masyarakat pada mata rantai produksi gula juga terancam, akibat aksi
pendudukan lahan yang membuat penggilingan tebu terhenti, kata dia.
"Banyak yang kehilangan pendapatan dengan penghentian aktivitas pabrik,
seperti pekerja tebang, muat, usaha angkutan, dan ikutannya yang
melibatkan ribuan orang," ujar Sonny lagi.
Aksi unjuk rasa menuntut pengembalian lahan yang dilakukan warga hingga
sepekan ini, bukan saja hanya dilakukan oleh warga Desa Sribandung,
Kecamatan Tanjungbatu, melainkan juga dilakukan oleh warga 13 desa di
sekitar.
Mereka terus melakukan pematokan lahan dan memblokir jalan, sehingga
aktivitas tebang, muat, dan angkut tebu tak bisa dilakukan, ujar dia
pula.
Menurut Sonny, dengan berhenti giling, bukan hanya perusahaan yang
dirugikan, melainkan juga masyarakat dan pekerja yang pendapatannya
bergantung dari proses produksi gula pasir di PG Cinta Manis itu.
Pada musim giling saat ini saja, ada sekitar 2.500 orang tenaga borong
tebang dan muat, dan sekitar 250 tenaga sopir angkutan yang
menggantungkan hidupnya dari proses produksi gula pasir itu, kata dia.
"Kalau pabrik berhenti, mereka kehilangan mata pencaharian yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial," ujar dia lagi.
Kalau banyak warga yang kehilangan mata pencaharian, juga akan
menimbulkan keresahan dan kegalauan yang bisa memicu konflik horizontal
antara petani, pekerja, dan masyarakat yang akan merugikan banyak pihak,
kata Sonny.
Karena itu, manajemen PTPN VII berharap semua pihak, terutama aparat
pemerintah dan aparat keamanan serta para tokoh masyarakat membantu
memulihkan situasi dan kondisi agar menjadi kondusif sehingga aktivitas
produksi gula bisa kembali dilakukan secepatnya.
"Kami berharap, aksi tersebut tidak anarkis dan berkelanjutan, karena
bisa mengancam perekonomian masyarakat dan perekonomian daerah," kata
dia.
Sonny juga mengatakan, sebenarnya tuntutan warga terhadap lahan
perusahaan bisa dimusyawarahkan, meski sebenarnya lahan yang dituntut
warga tersebut sebenarnya sudah "clear", dan perolehannya melalui
prosedur yang benar.
Perolehan lahan berdasarkan SK Gubernur Sumsel No: 379/Kpts/I/1981
tanggal 16 November 1981, Perihal Pencadangan Tanah Negara seluas 20.000
ha untuk Proyek Pabrik Gula di Kecamatan Tanjungraja, Muarakuang,
Inderalaya, dan Tanjungbatu, Kabupaten Dati II Ogan Komering Ilir.
Hal itu berdasarkan surat tugas Bupati Kdh. Tingkat II OKI No:
AG.210-243/1981 tanggal 10 April 1981 untuk mengadakan inventarisasi
tanah, tanam tumbuh, dan bangunan rakyat terhadap lokasi yang akan
dibebaskan oleh PTP XXI-XXII (Persero) di Marga Tanjungbatu, Meranjat,
Lubukkeliat, dan Marga Rambang IV Suku di Kecamatan Tanjungbatu dan
Muarakuang.
Sesuai hasil inventarisasi itu, tanah rakyat di Rayon III, di Ketiau
seluas 374 ha yang ganti ruginya diberikan kepada 133 warga; di
Sribandung, Sritanjung, dan Tanjungatap seluas 1.479 ha, dan ganti
ruginya diberikan kepada 894 warga.
"Jadi lahan milik rakyat yang diganti rugi seluas 1.853 ha dengan jumlah pemilik sebanyak 1.027 orang," ujar dia pula.
Sedangkan sisanya merupakan tanah negara eks tanah marga, kata Sonny,
seraya menegaskan pula, berdasarkan kronologis tersebut, jelas PTPN VII
telah melalui prosedur dalam memperoleh lahan dimaksud.
Polres Ogan Ilir berkaitan aksi pendudukan lahan itu, tetap meminta
kepada warga untuk tidak melakukan tindakan anarkis dalam menuntut lahan
tersebut, apalagi sampai melakukan pembakaran terhadap aset PTPN VII
Cinta Manis yang merupakan aset negara dan harus dilindungi bersama.
Walhi Sumsel selaku pendamping warga juga tetap berharap aksi itu
dilakukan tanpa terjadi bentrok atau tindakan anarkis, mengingat
tuntutan warga adalah dapat mengembalikan hak mereka sebelumnya.
Diharapkan berlangsung dialog antara warga dengan pihak penentu
kebijakan di PTPN VII, sehingga dapat segera dicarikan titik temu dan
solusi yang dapat diterima para pihak dengan baik
sumber : lampung.antaranews.com
Artikel Terkait:
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
- Anwar Sadat Teteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi
- 2014, Produksi Padi di OKI DiprediksiTerancam Menurun
- Masyarakat Tolak HGU Perusahaan
- WALHI Sumsel Desak Pangdam II Sriwijaya Tarik Pasukan dari Rengas
- Petani Desak Cabut HGU Sawit
- Tuntut Kesetaraan Hukum
- Stop Penangkapan Petani
- Walhi: bentuk Komisi Penyelesaian Konflik Agraria
- Petani Desak Penyelesaian Konflik Lahan
- HARI TANI NASIONAL: Konflik Lahan dan Impor Pangan Disorot
0 komentar:
Posting Komentar