Warga dari sejumlah desa di sekitar PT Perkebunan Nusantara VII Cinta
Manis Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan akan ke Jakarta awal Juli
2012 untuk menuntut penyelesaian sengketa lahan, kata perwakilan Gerakan
Petani Pendesak Bersatu Effendi Bakri.
"Kami saat ini sedang memobilisasi massa, rencananya sejumlah warga dari
20 desa di enam kecamatan diantaranya Cinta Manis dan Tanjung Raja akan
ikut serta. Setiap desa akan mengirimkan 1-3 unit bus, diikuti juga
para ibu dan anak-anak," katanya dalam keterangan pers bersama Lembaga
Sosial Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, di Palembang,
Jumat.
Menurutnya, kedatangan ke Ibu Kota itu untuk mendorong berbagai lembaga
nasional seperti Badan Pertanahan Nasional dan DPR RI mau peduli dengan
tuntutan rakyat di sekitar perkebunan milik pemerintah itu.
"Tentunya pihak PTPN VII akan melakukan berbagai upaya untuk
menggagalkan tuntutan warga itu, namun warga sudah memiliki kebulatan
tekad untuk berjuang hingga ke Jakarta. Mengenai biaya, dikumpulkan oleh
warga sendiri atau tanpa bantuan dari pihak lain yang memiliki
kepentingan terselubung," katanya.
Abdul Muis, petani di Desa Sri Bandung mengatakan tergerak ikut
melakukan aksi itu karena tidak merasakan manfaat atas keberadaan Badan
Usaha Milik Negera tersebut sejak tahun 1982.
"Setiap hari harus menanggung pencemaran seperti ampas hasil pembakaran
tebu yang mengotori rumah, dan sumber air tidak jernih lagi. Beragam
jenis ikan seperti ikan Serandang dan Ikan lele panjang kini sudah
langka," ujarnya.
Warga sekitar merasa dirugikan karena lahannya diambil alih oleh pihak
perkebunan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk bercocok tanam.
"Kami ingin lahan dikembalikan karena itu miliki secara turun-temurun
dan tidak ada penggantian. Sederhana saja, para petani ingin hidupnya
lebih baik dengan memiliki lahan sendiri untuk mencari nafkah," katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan akan mengawal keinginan warga sekitar PTPN VI Cinta Manis itu.
"Semangat sudah ada dari para petani yang menjadi modal utama, sedangkan
Walhi akan mengawalnya hingga ke pemerintah pusat," ujarnya.
Menurutnya, konflik lahan itu harus diselesaikan dengan cepat karena kesempatannya telah terbuka.
"Sudah ada dukungan dari wakil rakyat di Ogan Ilir dan Sumsel, serta
Pemerintah Sumsel. Tinggal saja, bagaimana caranya agar permasalahan ini
menjadi perhatian secara nasional upaya yang dilakukan warga berhasil,"
katanya
Sumber : sumsel.antaranews.com
Selengkapnya...
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Sabtu, Juni 23, 2012
Warga Tuntut penyelesaian Lahan dengan PTPN VII
Tuntut Lahan yang Dikuasai PTPN VII, Petani OI Demo di Jakarta
Ribuan Petani OI ke Jakarta
PALEMBANG– Ribuan petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI) yang
bersengketa dengan PTPN VII mengancam akan ke Jakarta pada awal Juli
menuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII.
Pernyataan tersebut mereka
ungkapkan kemarin seusai melakukan pertemuan dengan Walhi dan Sekjen
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Hotel Bumi Asih. Diwakili Direktur
Walhi Anwar Sadat, warga menyatakan, upaya mereka membawa masalah ini
ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan
lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam. Selain
mendatangi BUMN dan Kantor BPN pusat, rombongan yang mengatasnamakan
diri Gabungan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) itu juga mendatangi DPR RI.
“Untuk mengembalikan hak rakyat ini, kita butuh dukungan banyak
pihak di pemerintahan pusat, makanya awal Juli nanti kita akan ke
Jakarta mendorong pemerintah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini,”
kata Anwar Sadat kemarin. Anwar mengatakan, agresivitas warga ini bukan
tanpa alasan. Mereka menilai apa yang dilakukan PTPN VII di atas tanah
warga sudah benarbenar tak bisa ditoleransi karena membuat warga
kehilangan tanah sebagai mata pencaharian.
Belum lagi dampak
lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas produksi yang membuat warga
dirugikan. “Usaha yang dikerjakan PTPN itu separuhnya ilegal, karena
dari 20.000 hektare lahan yang dikerjakan baru 6.500 hektare yang
memiliki HGU. Nah, kalau usaha itu mereka kerjakan di atas lahan yang
tidak ada HGU, artinya tidak ada uang yang masuk ke kas negara,”ungkap
dia. Karena alasan itu pula, ribuan warga dari 20 desa di enam Kecamatan
OI menuntut agar tanah mereka segera dikembalikan, berikut tanahtanah
warga yang ada di desa terdekat dengan Pabrik Cinta Manis PTPN VII.
“Tanah
itu harapan hidup mereka maka mereka akan terus berupaya agar tanah itu
kembali, ”ucapnya. Upaya mereka ke Jakarta ini diakuinya sekaligus
menindaklanjuti rekomendasi yang telah disepakati beberapa waktu lalu
dengan Gubernur, DPRD,dan Kapolres OI. Sementara itu, Sekjen KPA Idham
Arsyad mengatakan, berdasarkan materi yang sudah dipelajarinya, masalah
perebutan lahan antara warga OI dan PTPN VII ini terindikasi kuat
mengarah ke korupsi.
“Kalau dari 20.000 hektare lahan itu memang
benar baru 6.500 hektare yang punya HGU, artinya ini ada indikasi ke
arah korupsi. Karena dari 14.000 hektare itu artinya ada penguasaan
tanah tanpa hak. Itu tidak ada dalam UU Agraria,” ujarnya. Sebaliknya,
dengan mengatasnamakan negara, PTPN nilainya sudah mengarah ke tindakan
pidana karena menguasai tanah tanpa hak kemudian melakukan usaha di atas
tanah tersebut.
“Yang jadi pertanyaan itu, ke mana larinya
pemasukan itu,”kata dia. Sementara itu, seorang warga, Abdul Muis,
mengatakan, untuk membawa masalah ini sampai ke nasional, pihaknya siap
melakukan apa saja, termasuk bahu-membahu memobilisasi massa dari OI ke
Jakarta.“Pokoknya jumlahnya lebih 1.000 orang. Kami petani bersama-sama
siap mendanai itu.Ibu-ibu dan anak-anak juga akan kami ajak,”ujar dia.
Sumber : Seputar-Indonesia.com
Selengkapnya...
Rabu, Juni 20, 2012
Giliran Warga- TNI AU Bentrok
Salah seorang warga sekaligus saksi mata kejadian, Lembang, 55,menuturkan, peristiwa yang dipicu konflik perebutan lahan itu terjadi sangat cepat. Saat itu, sekitar pukul 08.00 WIB usai apel, puluhan aparat TNI AU mendatangi kebun warga yang berada persis di sebelah Pangkalan TNI AU Lanud Palembang. ”Mereka membabat hampir seluruh tanaman, ubi kayu,kacang tanah,dan pisang di kebun seluas sekitar 2 hektare tersebut tanpa alasan yang jelas,”tuturnya.
Akhirnya perwakilan warga bertemu dangan TNI AU. Berdasarkan pertemuan kedua belah pihak,lahan sengketa dinyatakan status quo sampai batas waktu yang belum ditentukan. Namun,masalah perusakan ini dibantah keras Komandan Lanud Palembang Letkol Pnb Adam Suharto. Menurutnya, pihaknya hanya mencabut tanaman untuk menata kembali lahan milik TNI AU yang selama ini dipakai warga.
”Dulu tidak ada lahan warga di situ. Karena banyak yang sakit hati makanya kita izinkan warga menanam Oktober kemarin, asalkan ada izin. Tapi sampai kemarin warga hanya menanam begitu saja tidak ada izin. Sudah kita peringatkan tidak diindahkan,malah mereka bilang cabut saja makanya tadi (kemarin) kita cabut,” jelas Adam. Ketika aparat melakukan pencabutan itu,warga emosi dan merusak kebun mangga milik TNI AU, hasil kerjasama penghijauan dengan Pemkot Palembang.
Seorang warga terpaksadiamankanuntukdinterogasi. ”Lahan itu punya TNI AU, kita punya bukti bahwa lahan itu milik negara yang dipercayakan pada TNI AU. Karena mereka diberi kesempatan menanam, akhirnya merekaklaimtanahitu punya mereka padahal itu tidak boleh,”jelasnya. Di Banyuasin, polisi kemarian berhasil mengakhiri aksi pemortalan lahan PTPN VII Krawo yang dilakukan 29 warga Desa Bukit dan Betung, setelah mengamankan, Ahmad, 38,salah seorang warga. Aksi ke-29 warga desa yang berasal dari desa Bukit dan Betung telah dilakukan selama lima hari lalu.
Mereka memportal lokasi masuk kebun PTPN VII Betung Krawo dikarenakan merasa tidak pernah mendapatkan proses ganti rugi yang dilakukan pihak perusahaan. “Manajemen melapor kemarin, karena atas aksi masyarakat dua desa itu, kegiatan PTPN menjadi terganggu.Hari ini, (kemarin,red) kita persuasifkan dengan mengajak masyarakat menempuh penyelesaian masalah yang lebih baik,” kata Kapolres Banyuasin AKBP Agus Setyawan. Dihubungi terpisah,Humas PTPN VII Unit Krawo Betung Ali Sufi Sastra Lama mengatakan, lahan yang diklaim warga dua desa itu sudah dilakukan proses ganti rugi kepada perwakilan warga desa, bernama Cek Ola.
Sehingga,sekitar 2011 lahan tersebut sudah di-HGUkan oleh PTPN VII sebagai lahan kebun. Namun, dalam perkembangannya, ternyata masih terdapat 29 warga yang mengklaim lahan pada lokasi yang sama. Sementara salah seorang warga Desa Betung,Ahmad menegaskan, hingga saat ini kelompok tani yang berisikan 29 warga dari dua desa tidak pernah mendapatkan ganti rugi dari PTPN VII.Pada 2001-2002, kata dia, para kelompok tani sempat menjalin kerjasama dengan membagi hasil produksi lahan kebun
.Namun, sejak saat itu pula warga dua desa sudah tidak mampu mengelola lahan karena diusahakan oleh PTPN VII. “Kami tidak pernah mendapat ganti rugi, baik dari PTPN VII dan Cek Ola. Kami minta lahan kami dikembalikan PTPN,karena itu lahan warisan keluarga saya,”tukas dia.
Bentuk Kecewa dengan Negara
Maraknya kerusuhan, bentrokan, dan konflik sosial disebabkan karena ketidakpuasan rakyat terhadap negara. Rakyat merasakan ketidakadilan sosial.Akibatnya,ada rasa frustasi yang terbentuk di kalangan masyarakat kelas bawah. Sosiolog dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung Didi Turmudzi mengatakan, rasa frustasi sosial itu berubah menjadi amarah dan nafsu untuk saling menyakiti.
”Mereka turun ke jalan dengan penuh emosi.Mereka saling membunuh satu sama lain, ini karena ketidakhadiran negara,” ujarnya kepada SINDO saat dihubungi,kemarin. Menurutnya, negara membiarkan masyarakat terbelenggu rasa ketidakpuasan dan ketidakdilan. Rakyat mengalami tekanan hidup luar biasa. Mereka tak bisa lagi mengandalkan negara.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang bermain dan memiliki kepentingan.Hal itu berujung pada berbagai kerusuhan dan tindak kekerasan yang hampir masif dilakukan
Senin, Juni 18, 2012
Partai Hijau, Partai LSM
Ivan A Hadar ; Direktur Eksekutif IDe;
Penerima Beasiswa dari Heinrich Boell Stiftung, Lembaga Politik Partai Hijau Jerman
Sumber : KOMPAS, 18 Juni 2012
Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni, Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia mendirikan Partai Hijau. Agenda utamanya adalah advokasi
lingkungan dan keadilan ekologi. Meski dipastikan belum bisa mengikuti
Pemilu 2014, meningkatnya laju kerusakan lingkungan di Indonesia akibat
buruknya kebijakan mendorong para aktivis lingkungan ini untuk ”masuk
dan mengubah sistem politik dari dalam” dengan berjuang dalam politik
praktis.
Selama ini banyak aktivis LSM cenderung alergi
terhadap politik praktis. Boleh jadi akibat trauma depolitisasi 32 tahun
di bawah rezim Soeharto. Namun, beberapa tahun terakhir beberapa
lembaga penelitian menganjurkan para aktivis LSM berpolitik agar
demokrasi lebih bermakna. Caranya, masuk ke partai atau membuat partai
baru (Demos, 2005). Setidaknya ada dua LSM besar, yaitu Bina Desa dan
Walhi, yang berencana dan kemudian mendirikan partai politik.
Salah satunya adalah Partai Perserikatan Rakyat (PPR) yang meski
dibantah berasal dari Bina Desa, beberapa pendirinya pernah berkiprah di
LSM besar ini. Sayang, PPR tidak berhasil memenuhi persyaratan untuk
mengikuti Pemilu 2009.
Baik PPR maupun Partai Hijau memiliki
asas yang cukup jelas, yaitu sosial-demokrasi, keadilan (ekologi), dan
kerakyatan. Tentu saja harus diperjelas perbedaannya dengan asas ekonomi
kerakyatan yang juga dianut hampir semua partai politik di Indonesia,
termasuk di antaranya Golkar. Pilar utama perekonomian yang menjadi
program partai ini adalah usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Dengan menyandang visi antitesis ekonomi konglomerasi ini, Golkar
seharusnya dikategorikan sebagai partai kiri. Namun, sebagai pendukung
pemerintahan SBY-Boediono yang saat ini mengambil kebijakan kanan,
Golkar kenyataannya adalah partai kanan, berseberangan dengan visinya
sendiri.
Hal ini, selain akibat proses deideologisasi Orde
Baru, boleh jadi juga diperkuat dengan berakhirnya konflik Barat-Timur
awal 1990-an ketika dua teori utama pembangunan, yaitu modernisasi dan
dependensia seakan dicampakkan ke tong sampah sejarah ideologi. Khawatir
teori ini mengandung bahaya, semua yang berbau ideologi ditinggalkan
sehingga tanpa sadar kita tidak punya pegangan.
Pelobi LSM
Di Indonesia, jumlah LSM 4.000 hingga 7.000-an, belum termasuk yang
dadakan karena ada proyek. Sekitar 1.800 LSM mancanegara, termasuk forum
LSM yang bergiat dalam penghapusan utang Indonesia tadi, telah
memperoleh akreditasi PBB. Mereka berhak ikut sidang umum, juga
memberikan statement singkat dan tuntutan kepada anggota.
Apa
pun yang dilakukan penguasa dipantau LSM. Bagi LSM berlaku motto yang
konon sudah ada sejak abad ke-12: ”Kami adalah raksasa sehingga bisa
melihat lebih jauh dan luas ketimbang sang raksasa itu sendiri”.
Kelahiran LSM terbesar terjadi seusai KTT Lingkungan Hidup di Rio de
Janeiro, 1992. Setelah itu, PBB melonggarkan keikutsertaan LSM dalam
berbagai KTT serta sidang-sidang komite di kantor pusatnya. Berbagai
pengaduan, permohonan, protes, pernyataan, dan manifesto mewarnai
aktivis LSM sebagai pelobi kepentingan masyarakat akar rumput dan
kelanggengan hidup bumi manusia.
Namun, LSM tidak bisa berharap
banyak mengikuti walau mengikuti berbagai KTT dan forum internasional.
”Kebijakan yang sebenarnya bukan diputuskan di sana,” ungkap Paul
Hohnen, mantan diplomat Australia, yang mengoordinasi 12 pelobi top dari
Greenpeace International. Perubahan kebijakan dilakukan berbagai
subdivisi PBB dan ”Prep-Coms”, komite persiapan.
Pengetahuan
inilah yang diketahui dan kini justru dimanfaatkan berbagai LSM
internasional, seperti Greenpeace, Amnesty International, Oxfam, Prison
Watch, juga organisasi pencari suaka, kelompok perlucutan senjata, serta
LSM pendukung hak asasi anak dan perempuan. Berbagai perubahan
substansial dalam kebijakan lingkungan, jender, dan sosial memang
berhasil dicapai para pelobi dari LSM.
Para bekas diplomat,
seperti Paul Hohnen, bukan lagi barang langka dalam jalinan PBB-LSM. Ada
aktivis LSM yang terlibat dalam perumusan berbagai dokumen PBB.
Pemihakan
Hambatan, nyaris hanya ditemui aktivis LSM di Bank Dunia. Setiap tahun,
Bank Dunia membagi-bagi puluhan miliar dollar AS bantuan pembangunan
kepada penguasa korup, proyek besar yang merusak lingkungan, dan
memperlebar kesenjangan sosial. Itulah sinyalemen banyak LSM Utara yang
menganggap Bank Dunia sebagai musuh nomor satu. Sebaliknya, banyak LSM
Selatan menilai Bank Dunia sebagai sumber dana dan mitra pembangunan.
LSM yang moderat coba melakukan perubahan dari dalam lembaga Bretton
Wood tersebut dan meneruskan informasi tentang proyek yang dianggap
membahayakan negara miskin atau masyarakat luas. Satu hal yang
disepakati mayoritas LSM di mana pun adalah strategi people centered
development yang mengacu pada visi terciptanya masyarakat adil, bebas
penindasan, hak asasinya dihargai, dan dapat menjalani kehidupan secara
layak.
Pemihakan ini harus dilakukan pada dua aras. Pertama,
penguatan di tingkat akar rumput agar rakyat mampu mempertahankan
hak-haknya atas sumber daya yang dimiliki. Kedua, bagaimana mengajar
lewat kegiatan advokasi yang meliputi kampanye, lobi, pertukaran
informasi, pembentukan aliansi, agar para birokrat dan anggota
legislatif peka terhadap berbagai dampak negatif proyek pembangunan.
Peran LSM sangat penting di era globalisasi karena rakyat kecil dan
lemah pasti akan terlempar dari persaingan pasar global. Sinergi
kegiatan LSM di tingkat nasional dan internasional diharapkan bisa
memengaruhi pemerintah dan berbagai lembaga internasional untuk ikut
mengusahakan perlindungan bagi masyarakat yang miskin dan rentan.
Sikap ini harus menjadi landasan ideologi LSM dalam mendirikan parpol demi menjadikan demokrasi lebih bermakna.
Selengkapnya...
Konflik Lahan Meluas- Ribuan Massa Kepung Kantor BPN
Perempuan dari berbagai desa di OKI dan OI saat turun aksi tuntut Lahan mereka di kembalikan oleh PTPN VII dan PT BSS. (foto:seputar indonesia) |
Jika kemarin, masyarakat yang berdemo hanya dari empat desa, kemarin masyarakat dari Toman, Pulauan, Jerambah Rengas, Sungutan Air Besar dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan, OKI, memperjuangkan lahan mereka yang merasa dirampas PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS).
Bahkan, 16 desa dari Kabupaten OI yang tergabung dalam aksi massa tersebut,juga berjuang untuk mendapatkan lahan yang menurut mereka diambil PTPN VII Cinta Manis. Semua massa tersebut tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) kabupaten OI,Sarekat Petani OKI (SP-OKI) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel.
Koordinator aksi yang juga Ketua Walhi Sumsel Anwar Sadat mendesak BPN Kanwil Sumsel untuk menolak Hak Guna Usaha (HGU) PT BSS yang berpotensi merampas kebun-kebun rakyat di 14 desa di Kabupaten OKI.“Kami juga menuntut agar HGU PTPN VII Cinta Manis sekaligus memberikan lahan tak ber-HGU kepada rakyat di 16 desa di Kabupaten OI.
Serta menghentikan upaya diskriminasi aparat terhadap petani yang berjuang mempertahankan atau merebut hak atas tanah,”tegasnya diantara ribuan massa aksi, kemarin. Unjuk rasa yang dilakukan ribuan warga cukup kondusif. Tidak terlihat gesekan massa dengan aparat keamanan. Hanya saja, massa meminta agar pihak BPN menandatangani permintaan mereka,dan disampaikan kepada pihak yang berwenang.
Khawatir terjadi hal-hal tak diinginkan,akhirnya perwakilan massa dipimpin Anwar Sadat diterima untuk berdialog dengan pihak BPN Sumsel,dan mengonsep tuntutan warga. Dialog itu dihadiri sejumlah pimpinan BPN Sumsel, yakni Kepala Bagian Tata Usaha BPN Sumsel Suwito,Kepala Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan Rd Agus Wahyudi,Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Monsel Hutagaol, Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Sumsel H Hermanto Yusuf serta Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan M Syahrir.
Saat dialog dan mengonsep tuntutan berlangsung, situasi sempat memanas, lantaran dipicu kata-kata yang dibuat pihak BPN tidak sesuai kehendak massa. Setelah cukup lama bersitegang, akhirnya diambil kesepakatan, pertama Kanwil BPN Sumsel tidak akan memproses HGU PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS) karena adanya tuntutan warga Tulung Selapan dan Pangkalan Lampam, OKI. Kedua, Kanwil BPN Sumsel mengusulkan BPN RI,agar izin HGU PTPN VII ditinjau lagi, dan yang belum tidak diterbitkan izin HGU-nya sesuai tuntutan warga.
Kepala Bidang Hak Tanah dan pendaftaran tanah BPN Sumsel Monsel Hutagaol menyebutkan, di PTPN VII ada HGU sebanyak 1512,423 ha. Sedangkan dua lokasi lainnya yang belum ada izin HGU-nya, diklaim oleh warga. “Dua lokasi belum terbit HGU-nya untuk PTPN VII di OI, itu masih tanah Negara.Tanah negara ada dalam penguasaan pihak tertentu dan bebas.Baru satu yang ada HGU-nya untuk PTPN VII,”katanya.
Hingga kini,HGU PTPN VII No 1/1995 belum berakhir, karena keluar pada 1995 dan berlaku hingga 35 tahun. Untuk masalah HGU PT BSS, pihak perusahaan diminta menyelesaikan dahulu konfliknya dengan warga, jika ingin mendapatkan HGU. Sementara Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN Sumsel M Syahrir menyampaikan,ada tiga lokasi lahan milik PTPN, satu lokasi sudah HGU dan dua lagi belum memiliki HGU.
Untuk dua lokasi yang belum ada HGU,sebenarnya sudah diganti rugi namun masyarakat belum mau menerima uang ganti rugi. Lalu, oleh pemerintah uang ganti rugi dititip ke pengadilan. “Masyarakat nuntut ini, apakah lahan PTPN VII yang sudah ada HGU atau yang belum HGU-nya, ini yang sedang kita dalami,”katanya. Dihubungi terpisah Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menyerahkan penyelesaian konflik lahan di Sumsel tersebut ke instansi yang berwenang.
“Sekarang persoalan tersebut lagi diselesaikan oleh instansi terkait Jadi kita tunggu sajalah.Saya juga minta warga harus bisa menahan diri jangan berbuat anarkistis,”ungkap Alex di Gedung KPK Kuningan, Jakarta usai acara Penandatanganan Komitmen Berintegritas dan Deklarasi LHKPN Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Periode 2012-2017,kemarin.
Sumber : Seputar-indonesia.com Selengkapnya...
Jumat, Juni 15, 2012
Warga Tuntut Pembatalan Penetapan Tersangka, Kasus PTPN VII Cintamanis
Ribuan massa dari Kabupaten Ogan Ilir mendatangi Markas Kepolisian
Daerah Sumsel, menyusul ditetapkannya 14 warga sebagai tersangka kasus
sengketa lahan dengan PTPN VII Cintamanis, Rabu (13/6). Penetapan
tersangka oleh polisi ini setelah penyidik menerima laporan dari pihak
PTPN VII Cintamanis.
Warga yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak Bersatu, memadati pagar Mapolda Sumsel, di bawah flyover Jalan Jendral Sudirman.
Mereka meneriakan yel-yel, menuntut agar pihak kepolisian khususnya
Polres Ogan Ilir membatalkan penetapan 14 warga sebagai tersangka. Massa
menilai, tindakan yang dilakukan aparat kepolisian telah menciderai
kesepakatan antara warga dan PTPN VII Cintamanis berdasarkan hasil
negosiasi, pada 24 dan 31 Mei lalu.
Di mana dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak dapat melakukan
aktivitas masing-masing dengan tetap menjaga keamanan. Pemanggilan dan
pemeriksaan 14 warga itu, menindaklanjuti laporan pihak PTPN VII
melalui Ir Suefry Gunawan, terkait pematokan lahan oleh warga.
Warga dituduh telah melakukan tindak pindana menempati lahan tanpa
izin sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No 51/Prp/1960
tentang agraria.
Massa menilai bila Polres Ogan Ilir berlandaskan Undang-Undang No
51/1960 tentang Agraria, tidak ada alasan untuk menetapkan 14 warga
tersebut sebagai tersangka.
Menurut massa, pemakaikan tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya
yang sah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, kecuali mereka yang
permasalahannya akan diselesaikan.
“Bukankah sekarang kasus ini sedang dalam proses diselesaikan, sudah
beberapa kali digelar negosiasi bahkan DPRD OI, Polres, PT Cintamanis,
dengan warga. Artinya, tidak ada unsur pidana, kenapa 14 warga itu
ditahan. Bukan menyelesaikan, malahan memperkeruh permasalahan,” tegas
Anwar salah seorang pengunjuk rasa.
Massa mendesak Kapolda Sumsel agar memosisikan institusi Polri
sebagai pelayan masyarakat, bukan abdi korporasi. Hentikan upaya
provokasi dengan mengambinghitamkan para pejuang masyarakat dalam
mewujudkan keadilan.
“Kami mendesak Kapolda Sumsel menghentikan praktik pemanggilan atas
nama hukum terhadap masyarakat. Ini melanggar kesepahaman yang telah
disepakati,” teriak massa.
Sementara itu, Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala mengakui,
telah melayangkan surat panggilan terhadap 14 warga sebagai tersangka,
pada 5 Juni lalu.
Langkah ini, menurut Kapolres, sebagai tindaklanjut laporan dari
pihak PTPN VII. Dari 14 warga yang dipanggil hanya dua orang yang
memenuhi panggilan. Setelah dimintai keterangan, mereka diizinkan
pulang, tidak dilakukan penahanan, apalagi ancaman untuk pidana agraria
ini hanya tiga bulan kurungan.
“Petugas memanggil mereka untuk klarifikasi, kebenaran laporan. Meski
dipanggil sebagai tersangka, bukan berarti mereka telah ditetapkan
sebagai tersangka. Pemanggilan untuk klarafikasi agar informasinya
seimbang. Kasus ini masih masuk dalam proses penyelidikan, bukan
penyidikan,” katanya saat dialog dengan pendemo di Mapolda Sumsel.
Kabid Humas Sumsel AKBP R Djarod Padakova menambahkan, tuntutan warga
telah mereka tampung untuk ditindaklanjuti. Terkait pemanggilan 14
warga sebagai tersangka, pihak Polda Sumsel berjanji akan meminta
keterangan dari penyidik Ogan Ilir. “Kemarin masyarakat dipanggil
penyidik, sekarang kami akan panggil penyidik itu, meminta kejelasan
atas dasar apa dilakukan pemanggilan,” katanya.
Dia juga menimbau kepada warga agar tetap berkepala dingin, jangan
terpancing dengan ulah provokasi, apalagi bertindak anarkis yang bisa
memperkeruh keadaan dan merugikan diri sendiri. “Kami selaku Polri
berterima kasih kepada warga, sejauh ini masih bisa menjaga suasana
kondusif. Kita berharap, permasalahan ini bisa secepatnya tuntas,”
pungkasnya.
Menginap di DPRD
Setelah melakukan demo di Mapolda Sumsel, ribuan warga dari 14 desa
di Kabupaten OI ini mendatangi gedung DPRD Sumsel, Rabu kemarin.
Mereka meminta pencabutan izin HGU PTPN VII Cintamanis dan memberikan
tanahnya kepada warga 14 desa yang berhak. Lantaran sudah sore, ratusan
warga ini menginap di DPRD Sumsel dengan membuat satu tenda sederhana
dari terpal warna biru besar untuk berteduh, di sebelah kiri gedung DPRD
Sumsel.
Menurut salah satu warga, Hendra, mereka sengaja menginap di DPRD
Sumsel lantaran akan melanjutkan perjuangan mereka di kantor Gubernur
Sumsel dan BPN Sumsel. “Kami sengaja tidak pulang, sengaja menginap di
dewan inilah,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Sumsel, M Iqbal Romzi, anggota DPRD
Sumsel, Rusdi Tahar dan Erza Saladin, sempat melakukan pertemuan dengan
pendemo. Dari pertemuan tersebut, DPRD Sumsel sepakat meneruskan
persoalan sengketa lahan ini ke pemerintah pusat dan DPRD Sumsel siap
memfasilitasi penyelesaian sengketa tersebut.
“Sudah ada kesepakatan dengan warga untuk besok (hari ini-red)
kita akan kembali berorasi di BPN dan kantor Gubernur Sumsel,” kata
Koordinator aksi (Korak) yang juga Ketua Walhi Sumsel, Anwar Sadat.
Sumber : Beritapagi.com
Selengkapnya...
Massa Desak Hentikan Teror
Pantauan Sumatera Ekspres, demo berlangsung mulai pukul 11.00 WIB, itu berjalan dengan kondusif. Sesekali warga yang mengaku berasal dari 18 desa di Kabupaten Ogan Ilir datang menggunakan sekitar 20 bus, itu bergantian menyuarakan aspirasinya.
Spanduk besar berisikan tuntutan terpajang di depan gerbang pintu masuk Polda. Selanjutnya, 20 perwakilan warga menemui jajaran Polda Sumsel. Mereka diterima Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Raja Haryono selaku ketua Tim penyelesaian sengketa beserta Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Darmapala di Gedung Anton Sujarwo Polda Sumsel.
Dalam pertemuan itu, warga beserta tim Advokasinya dari Walhi Sumsel dipimpin langsung Anwar Sadat meminta kepada pihak kepolisian agar menghentikan aksi penangkapan terhadap warga. “Kita ‘kan telah ada kesepakatan, dalam dua kali pertemuan. Jadi kami minta jangan ada lagi penangkapan dari pihak kepolisian terhadap warga kami,” ungkap Anwar.
Sementara itu, ketua tim yang ditunjuk Polda Sumsel Kombes Pol Raja Haryono minta warga tidak takut ketika memenuhi panggilan tim penyelidik. “Kalau memang ada kesalahan dalam penyelidikan, kita akan lakukan gelar perkara, dan kita bantukan juga dari polda untuk penyelidik turun ke Polres OI. Kepada seluruh warga, tidak usah takut kalau dipanggil dalam penyelidikan, saudara bisa saja menolak untuk tidak hadir,” kata Raja.
Lanjutnya, ini bukan permasalahan baru. Terakhir di DPRD OI telah ada kata Sepakat. “Jadi permasalahan ini jangan lagi dibawa mundur ke belakang. Kita teruskan saja yang telah kita sepakati. Perlu juga kita jaga, jangan ada pihak ketiga memanfaatkan situasi ini,” imbuhnya lagi.
Kapolres OI mengatakan, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap 14 warga sebagai tindak lanjut laporan dari PTPN VII. “Dari sekian orang itu yang datang hanya dua orang, setelah kita mintai keterangan. Mereka langsung kita persilakan pulang,” ungkapnya.
Diketahui, konflik agraria petani dengan PTPN VIII ini terjadi di empat kecamatan, yakni Tanjung Batu, Lubuk Keliat, Payaraman dan Indralaya Selatan. Sebanyak 14 warga sudah dipanggil Polres Ogan Ilir dengan status tersangka.
Menurut Anwar, itu merupakan tindakan yang sangat keliru. Lantaran dalam proses negosiasi tiga kali di DPRD Ogan Ilir disepakati bahwa persoalan konflik tersebut akan didorong untuk diselesaikan di tingkat pemerintah pusat.
“Dengan pemanggilan yang keliru ini, kami memandang Polres OI sepertinya melanggar kesepahaman yang telah dibangun. Sebab, tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan warga sudah sesuai dengan kesepakatan,” ujar Anwar lagi.
Dari Polda Sumsel, massa melanjutkan aksi damai ke gedung DPRD Sumsel. Sejumlah perwakilan warga diterima wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie dan beberapa anggota komisi I di ruang Banggar DPRD.
Dalam kesempatan itu, warga menyampaikan masalah yang dihadapi sejak keberadaan PTPN VII di desanya. Di samping, mereka meminta dukungan kepada DPRD Sumsel dalam memperjuangkan aspirasinya ke pemerintah pusat sesuai kesepakatan di DPRD Ogan Ilir. “Kita berharap DPRD Sumsel dapat memperkuat poin-poin hasil rapat dengan DPRD OI.”
Ada empat point kesepakatan yang dicapai ketika itu. Antara lain, PTPN VII diperbolehkan melakukan aktivitas perusahaan. Kedua, pemkab dan DPRD Ogan Ilir memfasilitasi warga untuk menemui pemerintah pusat guna mengevaluasi lahan yang sudah ada HGU dan belum ada HGU. Termasuk mendapatkan lahan PTPN di luar HGU.
“Nantinya, terhadap tanah yang tidak ada HGU agar dapat diberikan kepada rakyat. Sedangkan tanah yang ada HGU harap ditinjau ulang kembali,” ungkapnya. Kesepakatan ketiga dan keempat, warga dapat menandai lahan PTPN VII di desa masing-masing serta menjaga keamanan di lingkungannya.
Wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie mengatakan sangat mendukung sepenuhnya terhadap kesepakatan yang telah dicapai. “Apa yang menjadi hak warga sudah seharusnya dipenuhi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan sebelumnya pihak DPRD sudah merekomendasikan kepada PTPN VII agar proaktif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Intinya, agar tercapai kenyamanan antara perusahaan dengan warga.
Selain itu, Iqbal mengimbau agar massa dalam melakukan demo tidak melanggar kepentingan umum dan tidak berjalan anarkis. Menariknya, seusai dialog perwakilan warga memohon izin kepada DPRD Sumsel untuk menginap di halaman DPRD Sumsel.
“Hal ini kita lakukan semata-mata karena kita tidak mungkin kembali di desa masing-masing karena besok (hari ini, red) aksi akan dilanjutkan ke BPN dan kantor Gubernur Sumsel,” pungkas Anwar.
Netralisir Lewat CSR
Terpisah, Direktur SDM dan Umum PTPN VII Budi Santoso menegaskan, pihaknya tak menginginkan ada kasus sengketa lahan dengan masyarakat di lingkungan pabrik gula (PG) Cinta Manis, Lubuk Keliat, OI berlarut-larut. “Ini sangat berdampak pada kinerja produksi gula kami,” ujar Budi Santoso didampingi Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto serta Manajer Distrik Bambang Santoso kepada wartawan di Graha Pena, kemarin.
PTPN VII menyadari, pihaknya kurang dekat dan peduli dengan warga sekitar. “Makanya untuk menetralisir konflik agar tidak berkepanjangan dan ada silaturrahmi antara kami dengan masyarakat. Kami perlu merangkul mereka melalui program corporate social responsibility (CSR).”
Dikatakan, pihaknya mengupayakan bantuan CSR ke depan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan bisa mensejahterahkan mereka. “Kita akan coba mendekatkan diri agar silaturrahmi bisa terjalin,” tuturnya.
Sebenarnya, kata Budi, beberapa tahun terakhir pihaknya sudah menjalankan program CSR untuk masyarakat sekitar, seperti pembangunan masjid di Desa Talang Tengah, gedung sekolah di Desa Sungai Pinang 3, rehabilitasi jalan di Betung, Tanjung Batu, dan jembatan di Lubuk Keliat, santunan anak yatim, penanaman pohon, dan lain sebagainya. Dana yang disalurkan sekitar Rp255,5 juta pada 2011 lalu.
“Mungkin barangkali belum secara merata atau mengena sasaran. Kita nanti akan pantau dan survei ulang apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga pemberian bantuan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan,” tukasnya.
Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto menambahkan, penentuan kepemilikan lahan ini sebenarnya bukan PTPN VII yang menentukan. “Tetapi mekanisme dari pemerintah sendiri yang berhak,” tegasnya.
Masih kata Bambang, pihaknya berharap warga bisa bekerja sama dengan baik untuk bersama-sama menuntaskan masalah sengketa lahan ini. “Kita harap kasus ini jangan terjadi lagi,” tandasnya.
sumber :sumeks.com
BPN Sumsel Usul Tinjau Ulang HGU PTPN VII
PALEMBANG-Lima Kepala Bidang (Kabid) di Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Sumsel bersedia menandatangani
surat pernyataan dan memenuhi tuntutan ribuan petani yang menggelar aksi
demo, Kamis (14/6/2012).
Melalui surat pernyataan dimaksud, BPN
Sumsel berjanji berjanji tidak akan memeroses permohonan Hak Guna Usaha
(HGU) PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS), dan akan mengusulkan kepada BPN
RI agar meninjau kembali izin HGU PTPN VII Cinta Manis.
Seperti
diberitakan sebelumnya, ribuan petani dari dua kabupaten (OKI dan OI)
yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak bersatu (GPPB) menggelar
unjuk rasa di beberapa kantor dinas atau instansi di Palembang.
Sehari
lalu, massa mendatangi Polda Sumsel untuk meminta pertanggung jawaban
mengenai penangkapan warga 14 orang warga OI terkait sengketa lahan
dengan PTPN VII Cinta Manis.
Aksi demo dilanjutkan ke Kantor DPRD
Sumsel untuk meminta dukungan para wakil rakyat terkait permasalahan
serupa. Bahkan, sempat bermalam di sana para petani yang merasa telah
dizalimi, melanjutkan unjuk rasa dengan mendatangi BPN Kanwil Provinsi
Sumsel kemarin. Di BPN, massa tidak hanya membawa persoalan PTPN Cinta
Manis, tetapi juga permasalahan konflik lahan dengan PT BSS di wilayah
OKI.
Kedatangan ribuan petani ini disambut baik pihak BPN Sumsel.
Bahkan lima Kabid di instansi ini bersedia menandatangani surat
pernyataan berisi pemenuhan permintaan demonstran. Penandatanganan
dimaksud dilakukan Kabid Tata Usaha, Drs Suwito, Kabid Survei Pengukuran
dan Pemetaan, Ir Rd Agus Wahyudi, Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran
Tanah, Monsel Hotagaol MH, Kabid Pengaturan dan Penataan Pertanahan,
Drs H hermanto Yusuf, dan Kabid Pengkajian dan Penanganan Sengketa atau
Konflik Pertanahan, M Syahrir MM.
Setelah mendapatkan kepastian
dukungan dari beberapa instansi terkait, massa di pimpin Anwar Sadat
dari organisasi Wahana Lingkungan (Walhi) Sumsel melanjutkan demo di
Kantor Gubernur Sumsel. Di sini massa menghendaki campur tangan Gubernur
Sumsel H Alex Noerdin untuk penyelesaian konflik lahan antara warga
dengan PTPN VII Cinta Manis dan juga warga dengan PT BSS di wilayah OKI.
Anwar
Sadat meminta gubernur secara serius megatasi dan menyelesaikan
sengketa atau konflik lahan yang dinilai sudah menzalimi masyarakat
sekitar. Ia juga menyinggung keberadaan Alex Noerdin yang saat ini
tengah berjuang menuju DKI1. Menurutnya, tidak seharusnya Alex
mengedepankan kepentingan pribadi, sementara masyarakat Sumsel saat ini
dalam permasalahan atau sengketa.
“Dari unjuk rasa yang kami
lakukan, ada beberapa harapan yang kami dapata. Polda, DPRD Sumsel, dan
BPN Sumsel sudah sepakat mendukung kami. Tinggal Pemprov Sumsel melalui
gubernur. Konflik lahan yang terjadi tidak boleh dibiarkan berlarut,”
katanya.
Sadat mengatakan, PTPN VII Cinta Manis adalah salah satu
perusahaan BUMN yang dianggap bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat di sekitarnya. Namun yang terjadi malah sebaliknya, kata
Sadat.
Menurutnya, dari total lahan yang dikelola PTPN VII masih
ada puluhan bahkan ratusan hektare yang tidak memiliki HGU. Karena itu
pihaknya menginginkan tindakan tegas dari Pemprov Sumsel agar
permasalahan ini segera dituntaskan.
“Kami minta Pemprov Sumsel
tidak berdiam diri melihat masalah ini terjadi. Harus ada penekanan
kepada BPN agar meninjau ulang HGU PTPN VII seluas 6.512,423 hektare,”
tegasnya.
Sumber: sripoku.com
Selengkapnya...
Warga OI dan OKI Tuntut Pengembalian Hak Kelola Lahan
PALEMBANG - Keringat terus bercucuran di kening Monsel Hutagaol, Kepala
Bidang Hak Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah (Kanwil)
Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (14/6/2012).
Monsel siang itu
terpaksa mengambil peranan Kepala Kanwil BPN, Suhaili Syam untuk
berpanas-panasan menemui massa dari Kabupaten Ogan Ilir dan Ogan
Komering Ilir yang berdemo menuntut penyelesaian konflik pengelolaan
lahan antara warga dua kabupaten tersebut dengan PT Perkebunan Nusantara
(PTPN Persero) 7 unit produksi Cinta Manis di Kabupaten OI dan PT Bumi
Sriwijaya Sentosa (BSS) di Kabupaten OKI.
"Kepala BPN sedang
menghadiri pelantikan Kepala BPN Pusat di Jakarta, saya tidak berwenang
untuk mengambil keputusan," terangnya dari atas mobil pick up hitam
operasional demonstran ditemani Kepala Bagian Tata Usaha, Suwito dan
Kepala Seksi Persengketaan, Anasron.
Massa berhasil mendesak
pejabat BPN ini mengeluarkan surat kesepakatan bersama untuk
menyelesaikan hak kepemilikan lahan yang akan ditembuskan langsung
kepada BPN RI di Jakarta.
"Kami sepakat untuk menerbitkan surat
pernyataan sesuai dengan tuntutan warga dua Kabupaten ini. Ada tiga
kesepakatan terkait hak pengelolaan lahan dan peninjauan kembali proses
pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan," jelasnya.
Sementara
itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Anwar
Syadad selaku mediator warga, menyambut positif kesepakatan yang telah
dihasilkan.
"Ini menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk memikirkan kepentingan rakyat, dan segera merevisi perizinan yang ada," ujarnya.
Ribuan
massa dari dua kabupaten ini menggelar aksi demonstrasi menuntut
pengembalian hak kelola ribuan hektar lahan perkebunan milik mereka yang
saat ini di kelola oleh PTPN 7, dan PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS).
Aksi
ini merupakan demonstrasi lanjutan yang digelar sehari sebelumnya, Rabu
(13/6/2012) di DPRD Sumsel. Disini warga sempat menginap satu malam.
Aksi
menuntut hak pengelolaan lahan ini, sebelumnya pernah di lakukan warga
Kabupaten OI, di Kantor DPRD OI. Disini warga dan PTPN VII dimediasi
oleh DPRD dan Pemerintah Kabupaten sepakat menstatusquo kan lahan
tersebut.
Selengkapnya...
Wagub Sumsel Berharap Hendarman Supandji Tuntaskan Sengketa Lahan
PALEMBANG - Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf berharap pada mantan
Jaksa Agung yang sekarang menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN), Hendarman Supandji bisa menyelesaikan sengketa lahan di
Indonesia. Termasuk sengketa lahan di Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering
Ilir (OKI).
"Kita tahu, Kepala BPN yang baru dilantik di Jakarta,
Kamis (14/6/2012) ialah mantan Jaksa Agung. Dia diharapkan turun langsung ke
lokasi sengketa lahan dan menyelesaikannya," kata Eddy kepada
perwakilan pengunjuk rasa di Kantor Gubernur.
Kantor yang
beralamat di Jalan Kapten A Rivai kemarin didatangi oleh sekitar lima
ribuan massa dari berbagai desa di OI dan OKI. Setelah melakukan orasi
selama 30 menit, perwakilan rombongan berdialog bersama Wagub Sumsel di
Ruang Bina Praja.
Pada kesempatan itu, Koordinator Aksi, Anwar
Syadad menyampaikan tuntutan agar pemerintah provinsi bisa mendorong BPN
Pusat untuk meninjau ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara
VII seluas 6.500 hektare di OI.
Tuntutan kedua, mengubah status kawasan hutan di Kecamatan Tulung Selapan dan Bangkalan Lampam, OKI agar bisa diolah warga.
Menanggapi
tuntutan tersebut, Eddy Yusuf menegaskan, jika semuanya tidak bisa
dilakukan secara cepat. Butuh prosedur dan proses koordinasi dari
beberapa lembaga.
"HGU itu merupakan kebijakan BPN Pusat. Untuk
pencabutan status kawasan hutan harus memberikan rekomendasi ke
Kementrian Kehutanan. DPR dalam hal ini juga harus mengetahuinya," tutur
Eddy.
Pemprov Sumsel lanjut Eddy, akan menyampaikan aspirasi
masyarakat melalui pengiriman surat rekomendasi ke Kementrian Kehutanan.
Selain itu, massa juga diimbau agar tidak menambah masalah baru.
Setelah menggelar aksi selama dua hari, akhirnya ribuan warga dari OKI dan OI ini pulang ke dusun mereka sore kemarin.
Sumber : tribunnews.com
Selengkapnya...
Danyonzipur Bantah Pihaknya Terlibat Sengketa Lahan PTPN VII
Kamis, Juni 14, 2012
Ribuan Pengunjuk Rasa Datangi Polda Sumsel
Ribuan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak
Bersatu, Rabu (13/06) siang berunjuk rasa di halaman Mapolda Sumsel
Jalan Jend. Sudirman Palembang.
Ribuan pengunjuk rasa yang berasal dari beberapa daerah di empat
kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Batu, Lubuk Keliat, Payaraman, dan
Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Kedatangan mereka di Mapolda Sumsel untuk mendesak pihak Polda dan Polri
agar menjadi penengah terhadap sengketa lahan yang terjadi antara
penduduk setempat dengan pihak PT. Cinta Manis (PTPN VII).
Dalam orasi yang dilakukan oleh pengunjuk rasa melalui juru bicara Anwar
Sadat mendesak Kapolda untuk bersikap adil terhadap 14 orang tokoh
masyarakat setempat yang saat ini menjadi tersangka dalam kerusuhan
beberapa waktu lalu antara penduduk dan pihak PT. Cinta Manis.
"Kami menganggap penahanan terhadap 14 orang tersebut merupakan
keputusan yang keliru mengingat proses negosiasi yang dilakukan beberapa
kali di DPRD Ogan Ilir didorong konflik yang terjadi untuk diselesaikan
di tingkat pusat," ungkap Anwar.
Menurutnya sambil menunggu keputusan selanjutnya dari pemerintah pusat
disepakati masyarakat dan PT. Cinta Manis dapat melaksanakan aktivitas
seperti biasa. Namun yang terjadi saat ini justru pihak polisi menahan
14 tokoh masyarakat karena dinilai telah melakukan tindakan bersalah.
Para pengunjuk rasa menilai kejadian tersebut justru adalah suatu
pelanggaran kesepahaman yang telah dibangun selama ini. Oleh karenanya
para pengunjuk rasa meminta jajaran kepolisian untuk bersikap adil dan
tidak berpihak.
Hingga berita ini diturunkan perwakilan pengunjuk rasa dan pihak Polda
Sumsel masih berdialog mencari solusi terkait tuntutan pengunjuk rasa.
Sumber : komhukum.com
Selengkapnya...
Dahlan Iskan: Penyelesaian Sengketa Lahan Cinta Manis Keputusan Pemerintah Pusat
PALEMBANG - Konflik lahan antara warga dengan PTPN VII Cinta
Manis di Kabupaten Ogan Ilir tidak luput dari perhatian Menteri BUMN,
Dahlan Iskan.
Namun ia tidak mau ikut terlibat secara langsung
dengan persoalan tersebut dan lebih mempercayakan kepada Pemerintah
Daerah (Pemda) untuk menyelesaikannya.
“Saya sudah mendengar
permasalahan ini. Jika memang lahannya sudah menjadi aset PTPN, maka
secara otomatis sudah menjadi aset negara. Sebab PTPN itu BUMN dan milik
negara,” ujar Dahlan Iskan dibincangi Sripoku.com usai mengisi materi
Pendidikan dan Pelatihan Wartawan Tingkat Madya Angkatan Pertama (L-I),
di Griya Agung Palembang, Senin (11/6/2012).
Dahlan mengatakan, dengan masuknya aset PTPN VII dalam aset negara,
itu berarti aset yang ada tidak bisa dihapuskan begitu saja.
Mengenai,
penyelesaian sengketa lahan antara warga di Kabupaten OI dengan PTPN
VII Unit Usaha Cinta Manis, menurut dia, itu bukanlah kewenangan
pihaknya. Sebab sudah menjadi kebijakan negara dan keputusannya ada di
pemerintah pusat.
Sumber : www.sripoku.com
Selengkapnya...
PTPN VII Bantah Bakar Lahan Saat Pembersihan dan Pemanenan
Sumber : www.sripoku.com
Petani Ogan Ilir Desak Penghentian Teror oleh Oknum Polisi
Rabu, Juni 13, 2012
Rela Tinggalkan Pekerjaan Demi Berdemo
Ahmad yang berprofesi sebagai petani ini mengaku rela meninggalkan pekerjaannya demi menjalin solidaritas bersama teman-temannya.
Ahmad bersama ribuan warga dari 18 desa di empat kecamatan Kabupaten Ogan Ilir, menyalurkan aspirasi mereka masalah sengketa lahan yang melibatkan warga dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Cinta Manis.
Ia menjadi salah satu perwakilan warga yang dipanggil untuk berdiskusi bersama anggota Dewan.
Dengan mengenakan baju hitam dan topi, Ahmad berusaha keinginan untuk mendapatkan haknya segera terwujud.
Tidak percuma ia berjuang karena semua tuntutannya didengar oleh Dewan.
Ahmad dan warga lain akan menginap untuk bersiap melakukan aksi unjuk rasa keesokan harinya.
"Rencananya kita akan berunjuk rasa di kantor gubernur esok hari (hari ini, red)," ujarnya sambil berjalan keluar gerbang Kantor DPRD Sumsel.
Sementara Baihakki, warga lainnya, mengatakan, setelah aksi ini mereka berencana menemui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta.
“Kami ingin masalah ini cepat selesai dan bisa bekerja seperti biasa. Kami akan membawa surat rekomendasi dari DPRD untuk menemui pak Dahlan," ujar Baihakki yang juga rela meninggalkan pekerjaannya sebagai petani.
Menurutnya, rencananya massa akan bertolak ke Jakarta awal Juli tetapi tanggal pastinya belum tahu. Massa yang akan dibawa adalah perwakilan dari tiap desa.
"Kami membawa seratus orang dari tiap desa, jadi kalikan saja berapa jumlahnya," ungkapnya.
Dalam aksinya, warga meminta tanah PTPN VII yang tak memiliki hak guna usaha (HGU) untuk dikembalikan kepada rakyat.
Aksi unjuk rasa ini dikawal ketat puluhan polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di depan pintu masuk Kantor DPRD Sumsel.
Mereka meneriakan yel-yel dan menyampaikan keinginannya agar dapat bertemu dengan pihak DPRD. Yel-yel mereka antara lain kembalikan lahan kami, polisi jangan halang kami.
Setelah berunjuk rasa sekitar 20 menit, tim advokasi dan 50 perwakilan warga diterima oleh Wakil Ketua DPRD, Iqbal Romzi untuk diskusi bersama.
Pada diskusi tersebut warga melalui ketua advokasi, Anwar Shadad menginginkan agar DPRD Sumsel memperkuat hasil kesepakatan pada 7 Juni 2012 yang menghasilkan empat kesepakatan.
Hasil kesepakatan tersebut antara lain meminta tanah PTPN VII yang tak memiliki hak guna usaha (HGU) untuk dikembalikan kepada rakyat, tanah yang ber-HGU untuk ditinjau dan dievaluasi kembali, masyarakat sekitar PTPN VII tetap mengizinkan beraktivitasnya pabrik gula dan warga diperbolehkan untuk mematok lahan yang disengketakan.
Anwar mengatakan, kesepakatan itu sudah disetujui oleh bupati, kapolres Ogan Ilir dan pejabat daerah yang lain.
"Kedatangan warga agar DPRD memperkuat kesepakatan ini dan dapat meneruskannya ke pusat," pinta Anwar.
Setelah melakukan diskusi selama tiga puluh menit, akhirnya apa yang diinginkan warga terpenuhi. DPRD Sumsel akan mendukung dan menyalurkannya ke pusat.
Demo di PoldaSebelum meluncur ke kantor DPRD Sumsel, warga berunjuk rasa di Mapolda Sumsel untuk melaporkan tindakan kriminalisasi penyidik Polres Ogan Ilir.
Proses kriminalisasi tersebut yakni pemanggilan 14 warga yang dijadikan tersangka karena mematok lahan.
Mereka protes karena Polres Ogan Ilir melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Kuasa hukum warga, Anwar Shadad melaporkan kasus ini ke Polda Sumsel dan pihak Polda berjanji akan memproses kasus ini.
Sumber : tribunnews.com
Selasa, Juni 12, 2012
Di jadikan tersangka,ribuan petani datangi POLDA Sumsel.
14 Warga Jadi Tersangka atas Penguasaan Lahan PTPN VII
Bahkan, dua orang tersangka sudah dimintai keterangannya, di ruang pemeriksaan Satuan Rekrim, Polres Ogan Ilir, Selasa (12/6/2012).
Dua warga yang dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik Reskrim Polres OI yakni, Sohibul, warga Desa Betung dan Yadin, warga Desa Meranjat Kecamatan Indralaya Selatan.
Sedangkan belasan lainnya seperti; Ali Aman, Aswin, Bunyamin, semuanya warga Desa Betung I, Mukholdi. Kemudian warga Desa Ketiau, Burhan, warga Desa Sentul, Abdul Muis, Rikutul, Arkandi, Maulana yang semuanya warga Desa Sribandung.
Selanjutnya Lihun warga Sentul, Husni warga Tanjung Laut, Kecamatan Indralaya Selatan, dan Patan warga Tanjung Gelam akan diminta keterangan selanjutnya.
Sementara Yadin usai dimintai keterangan di Polres OI, membenarkan jika mereka dipanggil penyidik Polres OI untuk dimintai keterangannya seputar kasus penguasaan lahan milik PTPN VII Cinta Manis."Kami ke sini hanya memenuhi panggilan penyidik saja. Setelah selesai, kami diperbolehkan pulang kerumah masing-masing," katanya singkat sambil berlalu.Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala, dikonfirmasikan Sripoku.com membenarkan pihaknya telah memanggil warga karena diduga melakukan pematokan lahan PTPN VII, yang belum menjadi hak miliknya.
Menurut Deni, pihaknya sudah memeriksa dua orang warga dengan hasil, satu warga memiliki keterangan dan bukti pernah memiliki lahan di desanya tersebut. "Tetapi yang satunya hanya ikut-ikutan," ungkap Deni.
Ia menghimbau warga untuk tidak melakukan pematokan lahan sebelum menjadi hak warga. "Katanya kemarin sudah disepakati, warga hanya boleh mematok wilayah dan mengamankan lahan, bukan mematok lahan. Bahkan, ada yang sudah menanam. Artinya sudah menguasai, pertemuan lalu sudah disepakati mereka tidak akan melanggar hukum, kalau mematok dan menanam lahan yang belum tentu milik mereka itu namanya melanggar hukum," tegas Kapolres.
Ia menyebutkan masalah itu sudah disampaikannya berkali-kali di setiap pertemuan dengan warga. Namun, Deni mengaku mereka tidak mengenakan penahanan kepada warga yang dipanggiul untuk dimintai keterangannya.
"Ya kita tidak tahan mereka, makanya saya imbau kepada warga yang belum dimintai keterangan, tidak usah takut datang, ke Polres OI, kalau memang memiliki bukti kepemilikan lahan silakan perlihatkan dan ajukan ganti rugi kalau soal ganti rugi, begitu juga kalau mau memiliki kembali lahannya, silakan tempauh cara legal ajukan ke Presiden kan Pemkab dan DPRD OI siap bantu," Ujar Deni.
Kasat reskrim Polres OI, AKP Yuskar Effendi kepada wartawan menambahkan, ke-14 belas warga ini awalnya dipanggil sebagai saksi dalam kasus penguasaan lahan PTPV III Cinta Manis, namun setelah dimintai keterangannya mereka dijadikan tersangka tetapi tidak ditahan.
"Dalam menetapkan warga sebagai tersangka, kami berpatokan pada dokumen yang ada di PTPN, berupa Hak Guna Usaha (HGU), dan surat-surat kepemilikan lahan yang sah lainnya," terang Yuskar.
Ia menghimbai agar warga yang belum memenuhi panggilan Polres agar datang untuk dimintai keterangannya karena karena tujuannya untuk membantu warga yang memiliki surat-surat sah atas kepemilikan lahan tersebut. Dia menyebutkan ke-14 warga tersebut diduga telah melanggar pasal 6 UU No 51/PRP.Perpu/1960 tentang agraria.
Senin, Juni 11, 2012
Warga Ambil Lahan PTPN VII Beringin
Konflik PTPN Cinta Manis Harusnya Diwaspadai
Warga Teriaki PTPN Cintamanis Maling
Lahan PTPN VII Tak Bersertifikat
“Belum seluruhnya lahan di PTPN VII unit usaha Cinta Manis memiliki sertifikat,” ujar Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumsel Suhaily Syam di sela-sela acara Peresmian Rumah Sakit Khusus Mata Masyarakat di Jalan Kolonel Burlian Km 6, Palembang,kemarin. Dia mengatakan, sertifikat lahan PTPN VII unit usaha Cinta Manis yang sudah diterbitkan pemerintah yakni rata-rata keluaran tahun 1995–1998. selanjutnya, pihak PTPN VII unit usaha Cinta Manis kembali mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada pihaknya.
Menindaklanjuti permohonan tersebut, kata Suhaily, pihaknya langsung melimpahkan kepada pemerintah pusat untuk diterbitkan sertifikat yang diajukan.Namun, hingga kini usulan sertifikat tanah yang diminta PTPN VII tersebut belum juga diterbitkan. “Saya tidak tahu kendalanya apa, karena itu wewenangnya pemerintah pusat. Dari 1998 itu hingga kini belum diter-bitkan,” kata dia. Disinggung mengenai luas lahan yang belum memiliki sertifikat tanah, Suhaily mengatakan, tidak semua lahan perkebunan tebu di PTPN VII Unit usaha cinta Manis tersebut memiliki bukti tertulis secara resmi di atas sertifikat tanah.
Hal ini berarti hanya sebagian yang sudah memiliki surat resmi kepemilikan. “Belum semua ada sertifikatnya. Saya lupa berapa hektare yang belum ada itu, yang jelas sepengetahuan saya masih banyak juga,” kata Suhaily. Sementara itu, Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumsel akan memperhatikan permasalahan yang terjadi antara masyarakat dan PTPN VII unit usaha Cinta Manis di Kabu-paten Ogan Ilir. Menurut dia, seluruh pihak harus dapat menahan diri dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan suasana tenang.
“ Kita akan memperhatikan semua kepentingan yang ada di sana, yang punya hak harus dilindungi,”ujarnya. Alex juga mengatakan, pemerintah akan melindungi masyarakat dan PTPN VII unit usaha Cinta Manis. Sebab, BUMN tersebut merupakan perusahaan nasional yang kepentingannya juga untuk masyarakat luas. “Evaluasi terhadap kejadian yang ada di sana (OI) akan kita lakukan evaluasi.Mudah-mudahan permasalahan ini dapat diselesaikan secepat mungkin,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, terdapat empat kesepakatan yang dilakukan masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) dengan PTPN VII unit usaha Cinta Manis. Empat poin itu adalah lahan tanpa hak guna usaha (HGU) dikembalikan ke warga melalui prosedur hukum difasilitasi Pemkab Ogan Ilir (OI), lahan HGU dapat ditinjau ulang, PTPN dipersilakan jalankan produksi, dan warga dipersilakan mematok lahan asalkan tidak melanggar hukum.
Jumat, Juni 08, 2012
Tuntutan Warga Meluas
Warga Vs PTPN VII Cinta Manis : Lima Jam Adu Mulut
Empat poin kesepakatan yang diterima kedua belah pihak itu yakni lahan PTPN yang belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dimintakan agar diserahkan kepada masyarakat melalui pengajuan permohonan dari warga diteruskan ke Pemkab atau DPRD OI dan Menteri BUMN. Lahan yang memiliki HGU harus ditinjauulang. PTPN dipersilakan melaksanakan aktivitasnya seperti biasa tanpa ada gangguan dari masyarakat tetapi warga harus ikut mengamankan wilayah lahan yang mereka klaim sampai proses permohonan lahan dikembalikan kepada masyarakat.
Semula poin keempat itu berbunyi, warga diberikan kebebasan melakukan pematokan lahan, tetapi kuasa hukum Direksi PTPN Bambang Hariyanto mengatakan jika diizinkan melakukan pematokan sama saja dengan mengizinkan warga melakukan aktivitas di tengah kegiatan PTPN sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.
Karena para peserta rapat yang hadir seperti sudah begitu lelah, maka pimpinan rapat Iklim Cahya memberikan keputusan agar warga boleh mengamankan wilayah lahan yang mereka klaim masing-masing tanpa melakukan pelanggaran hukum.
Sedangkan tiga poin yang ditawarkan PTPN kepada masyarakat yakni, PTPN siap menjalin hubungan baik yang saling menguntungkan dengan masyarakat desa perbatasan dengan kebun PTPN. Kedua, PTPN siap menjadikan lahan tebu tersebut untuk dijadikan lahan kebun plasma dengan hitungan 80:20. Sedangkan soal ganti rugi silakan diajukan ke PTPN dengan cara yang sah dan dibuktikan surat kepemilikan lahan sehingga PTPN akan memprosesnya untuk dilakukan ganti rugi.
Pertemuan antara PTPN dengan warga masyarakat dari belasan desa di empat kecamatan se Kabupaten OI ini difasilitasi Ketua DPRD OI Iklim Cahya, Wabup Daud Hasyim, Kapolres AKBP deni Dharmapala, Dandim Kayuagung, dan Wakil Ketua DPRD Arhandi Tabroni. Sedangkan dari PTPN VII dihadiri langsung jajaran Manager dan Kuasa Direksi H Bambang Hariyanto.
Rapat dimulai pukul 12.30 dan selesai pukul 15.20 sempat memanas saat terjadi argumentasi dari para perwakilan masyarakat desa sehingga menjelang pukul 15.00 diskors sekitar 20 menit untuk memberikan waktu bagi perwakilan masyarakat makan siang dan mendiskusikan kesepakatan antara mereka.
Selama rapat diskors, semua hadirin diminta keluar ruangan sidang kecuali para perwakilan masyarakat.
Meskipun menyepakati empat poin ini, baik perwakilan masyarakat maupun PTPN masih menyimpan kejanggalan. Masyarakat ingin diberikan keleluasaan untuk mematok lahan tetapi tidak disepakati. Sedangkan PTPN VII masih belum puas dengan kalimat warga diberikan hak untuk mengamankan lahan sampai proses tiga poin sebelunya tuntas.
Bambang Hariyanto, usai pertemuan menegaskan PTPN bukan tidak mau memutuskan tuntutan kembali lahan tetapi bukan wewenang PTPN. “Silakan ajukan kita proses, bagaimana keputusan akhir ada di pemerintah pusat karena ini milik negara,” jelas Bambang seraya menyebutkan jika warga diberikan wewenang untuk mematok lahan seolah-olah lahan sudah menjadi milik masyarakat.
Bambang menyayangkan anjuran yang diberikan PTPN tidak diterima warga. Padahal anjuran itu cukup bagus dan menguntungkan masyarakat. “Kalau mereka menerima anjuran kita tadi, saya rasa mereka akan mendapatkan keuntungan dan biarlah proses penuntutan lahan tetap jalan,” ungkap Bambang.
Sementara Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala, mempersilakan kepada masyarakat untuk menuntut haknya tetapi jangan melanggar hukum karena jika melanggar hukum polisi terpaksa mengambil tindakan. Melanggar hukum yang dimaksud Kapolres seperti menduduki lahan, mengganggu PTPN beraktivitas merusak kebun termasuk melakukan penanaman lahan yang belum menjadi hak milik.
Sementara itu, ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) sejak tiba di DPRD OI terus melakukan orasi mengawali perwakilan mereka di dalam ruangan sidang DPRD. Mereka tidak berhenti secara bergantian berorasi hingga perwakilan mereka keluar dari ruangan sidang dan hasil pertemuan disampaikan langsung pimpinan sidang Iklim Cahya dan Arhandi Tabroni. Bahkan, sempat seorang wanita pingsan karena kelelahan.
Kisruh Lahan PTPN, Warga Sepakati 4 Poin
Empat poin itu adalah lahan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dikembalikan ke warga melalui prosedur hukum difasilitasi Pemkab Ogan Ilir (OI),lahan HGU dapat ditinjau ulang, PTPN dipersilakan jalankan produksi dan warga dipersilakan mematok lahan asalkan tidak melanggar hukum. “Sudah 30 tahun warga sengsara, dimana belasan ribu lahan warga dicaplok PTPN. Atas empat poin itu kami berikan batas waktu bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan,” kata Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat didampingi perwakilan warga Husni kemarin.
Menanggapi tuntutan warga, Wakil Bupati OI HM Daud Hasyim mengatakan pemerintah berpihak pada rakyat dan berjuang untuk kepentingan warga Kabupaten OI.Untuk itu, dia meminta warga mengajukan surat permohonan hak atas lahan melalui desa, kecamatan hingga kabupaten.Selanjutnya akan direkomendasikan untuk ditindaklanjuti kepada Presiden melalui Kementerian BUMN.
“Silahkan ajukan surat atas hak tanah. Kami Pemkab OI akan membantu dan memfasilitasi hingga tuntas dan tentunya mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku,”katanya. Pantauan SINDO di lapangan perundingan kisruh lahan antara PTPN berjalan alot. Ribuan warga dari Desa Payalingkung Kecamatan Lubuk Keliat, Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu, Desa Ketiau Kecamatan Lubuk Keliat dan Desa Meranjat,Kecamatan Indralaya Selatan sudah memadati halaman gedung DPRD OI sejak pukul 12.00WIB hingga 17.30WIB.
Untuk mengantisipasi aksi massa yang menjurus anarkistis, ribuan personil Polres OI dibantu anggota Brimob Polda Sumsel bersiaga disekitar lokasi Gedung DPRD OI serta memasang barikade dan kawat berduri. Ketua DPRD OI, Iklim Cahya menyatakan dari pertemuan antara warga ada empat poin penting yang disepakati. Atas kesepakatan itu, pihaknya siap mengawal kesepakatan ini hingga tuntutan warga dipenuhi.
“Kami mendukung tuntutan warga atas penembalian lahan. Memang keberadaan PTPN disini (OI) tidak memberikan manfaat besar bagi kemakmuran warga sekitar lokasi perkebunan maupun pabrik,”tuturnya. Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala juga menyatakan siap mengawal dan meminta warga tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan semua pihak. “Gunakanlah cara-cara legal dan prosedur yang berlaku. Tapi, jika warga sudah bertindak melanggar hukum tentunya kami akan memprosesnya,”ujarnya.
Terpisah, Kuasa Direksi PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, Bambang Hariyanto menyatakan pihaknya tidak miliki kewenangan untuk mengabulkan tuntutan warga. Apalagi sampai mematok lahan milik PTPN.Dia mengaku hanya memiliki tiga opsi atas tuntutan warga yakni memperbaiki hubungan antara warga dengan PTPN,menawarkan pola kemitraan ekonomi sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa serta perkebunan dengan sistem plasma.
“Saya mengerti dan paham posisi pimpinan menyepakati empat poin tuntutan warga.Ya, kami tetap berpegang teguh pada aturan hukum berlaku. Kami (PTPN) hanya sebagai operator.Sepanjang proses hukum ditempuh,akan kami hormati. Jika pemerintah pusat memutuskan kembalikan lahan warga, tentunya kami siap kembalikan. Tapi jika tidak, maka PTPN tidak akan kembalikan lahan ke warga,” jelasnya.
Sumber : Seputar-indonesia.com