WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, Juli 20, 2012

60 Kasus Sengketa Lahan di Sumsel

PALEMBANG-- Selama tiga tahun terakhir tercatat ada sekitar 60 kasus sengketa lahan yang terjadi di sembilan daerah dari 15 kabupaten dan kota  di Sumatra Selatan (Sumsel). Sembilan kabupaten tersebut, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir (OI), Palembang, Banyuasin, Musi Rawas (Mura), Musi Banyuasin (Muba), Muara Enim, OKU Timur, dan kota Lubuk Linggau.
Data yang diungkap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel itu menyebutkan sengketa lahan terjadi disebabkan masuknya sejumlah perusahaan swasta yang membuka perkebunan dengan cara mengambil tanah rakyat.
"Persoalan itu telah terjadi sejak 1987, kebanyakan karena pembukaan lahan perkebunan oleh pihak swasta," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, Rabu (18/7).
Menurutnya, konflik terjadi karena tingginya kepentingan dari pemegang modal yang diberi izin pemerintah, sehingga hak-hak atas tanah rakyat dirampas.
Dalam membuka lahan perkebunan, tambahnya, biasanya pemerintah hanya melihat sisi formal saja kepemilikan lahan, tidak melihat sisi historis dan sosiologi. Akibatnya, rakyat dirugikan karena kehilangan lahan produktif.
Anwar menjelaskan advokasi untuk rakyat terkait penyelesaian kasus sengketa lahan itu kerap terkendala karena adanya keterlibatan aparat yang membekingi perusahaan swasta yang tidak jarang menimbulkan bentrok.
Puncaknya terjadi pada April 2011 lalu di Sodong, OKI, yang mengkibatkan tujuh warga sipil tewas, tujuh masuk penjara, dan beberapa orang dinyatakan buron. Termasuk, sengketa lahan antara masyarakat Desa Rengas dan Sribandung, Kabupaten OI, yang menuntut agar lahan mereka yang saat ini dikuasai PTPN VII di Cinta Manis dikembalikan. Informasi yang didapat Media Indonesia menyebutkan  masyarakat kedua desa yang berupaya untuk mendapatkan kembali lahannya dengan mendatangi kantor Kementerian BUMN di Jakarta, tetapi belum membuahkan hasil.
Sebagian warga, Rabu (17/7), ngamuk dan berusaha menguasai pabrik tebu Cinta Manis, Kabupaten OI. Sejumlah lahan tebu dibakar warga.
Direktur SDM dan Umum PTPN VII Budi Santoso menyesalkan tindakan anarkis warga yang dapat menggangu produksi pabrik gula Cinta Manis. "Tindakan anarkis itu akan menggangu musim tanam dan musim giling di Cinta Manis," paparnya.
Sementara itu, Asisten I bidang pemerintahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel Mukti Sulaiman, beberapa waktu lalu, mengungkapkan, dari tahun lalu hingga saat ini pihaknya sudah menyelesaikan 14 kasus sengketa lahan, 13 sudah masuk proses hukum dan sekitar 25 kasus masih dalam proses.
Dia menegaskan Pemprov Sumsel telah melakukan upaya pencegahan konflik komunal dengan membuat surat edaran gubernur No 037/SE/I/2011 tertanggal 14 September 2011, agar bupati/wali kota lebih meningkatkan pengawasan terhadap tata ruang wilayah. Sedangkan, Polda Sumsel mencatat sejak tahun lalu hingga pertengahan 2012 ada 43 titik yang berpotensi konflik komunal dan sosial di Sumsel. (SU/Bhm/OL-10)



Artikel Terkait:

0 komentar: